"Ini es krim buat Lo..."
Tiba-tiba seseorang menyodorkan sebuah plastik kresek berwarna putih kedepan Devany.
Devany yang sudah hampir dua les duduk sambil membaca n****+ langsung mendongakkan kepalanya.
Si pemberi plastik tadi tersenyum lebar. Tak lain tak bukan adalah Ciko.
"Isinya es krim, ada juga untuk Suji. Kasiin sama dia nanti ya,gue mau ke kantin." Katanya santai kepada Devany lalu menarik tangan Devany dan memberikan plastik itu.
Belum sempat pergi,Devany langsung menarik kasar tangan Ciko.
"Maksud Lo apa? Barusan Lo bilang es krim buat gue,trus Lo bilang lagi nih es krim buat Suji. Maksud Lo apa sih? Emang Lo kira gue gak bisa beli es krim? Ini,kasih aja sama orangnya langsung. Gue lagi sibuk sama dunia n****+ gue." Kata Devany lancar,tanpa jeda sedikit pun. Dan dengan suara super kuat nan melengking.
Dia memberikan plastik tadi lalu duduk kembali dan membuka novelnya. Seolah tidak terjadi apa-apa.
Kelas yang awalnya macam pasar Senen tiba-tiba hening macam kuburan. Maklumlah,freeles bagi anak IPA adalah suatu vitamin langka yang ditunggu-tunggu.
Ciko yang masih diam tak berkutik hanya memandang Devany dengan aneh.
Nih cewek kenapa sih?Tadi kan gue bilang untuk dia sama Suji. Kok dibilang dia gak bisa beli? Ahh,memang cewek itu aneh.
"Dev,Devany.." Ciko memegang tangan Devany,membuat sipemilik menatapnya dengan tatapan tajam.
"Apa pala Lo?Mau gue sambet batu Lo? Udah gue bilang kasih aja sama orangnya langsung." Kata Devany garang.
Ciko mencondongkan wajahnya ke dekat Devany.
"Tapi kan,gue juga beli satu buat Lo." Ucap Ciko dengan mata merayu.
"Gue gak peduli,kalau buat gue,gue aja. Jangan bawa-bawa nama Suji." Balas Devany lagi sambil mencampakkan tangan Ciko.
Semua mata menuju pada mereka. Bel istirahat pun berbunyi. Semua siswa langsung keluar. Kecuali mereka berdua.
"Kok elo jadi marah gitu sih sama gue?" Tanya Ciko lembut.
"Gak pa-pa." Jawab Devany datar tanpa melihat kearah Ciko.
"Lo gak suka kalau gue beliin es krim buat Suji? Hmmmm?" Tanya Ciko lagi.
Devany menatapnya tajam. "Siapa bilang gue gak suka? Mau Lo jadi murid kesayangannya Suji kek,atau temen dekat,atau pacar sekalipun gue gak marah." Jawabnya emosian.
Ciko menghela nafas panjang.
"Yaudah,kalau Lo gak suka, kita makan es krimnya sama-sama. Gimana,Lo setuju?" Tanya Ciko sambil mengeluarkan es krimnya.
Tiba-tiba seseorang datang dari pintu. Dan mata Devany kembali tajam.
"Itu Suji,Lo makan berdua aja." Jawabnya dingin lalu keluar membawa novelnya. Ciko hanya diam. Lalu memberikan plastik itu kepada Suji.
Bel masuk berbunyi!
Ciko masih duduk di kursi Devany. Menanti sang pemilik untuk menjelaskan semuanya.
Devany datang dengan ekspresi marah. Kok dia aneh banget yah? Cikopun berdiri menyambutnya.
Tetapi Devany memasang mata super valaknya. Biasanya,kalau Devany udah begitu, teman-temannya takkan berani mengganggu nya.
Berbeda dengan Ciko. Dia malah mencubit pipi Devany dan mengacak rambutnya.
"Lo lucu deh kalau lagi marah." Katanya yang hanya mendapat tatapan tajam dari Devany.
Devany hanya diam lalu duduk dan mengeluarkan buku.
Bu Endang pun masuk.
Ciko berlari kebelakang dan duduk di tempat duduknya.
Pelajaran dimulai. Hari ini Devany presentasi. Tapi,ada hal yang janggal dengan nya. Sewaktu dia maju, semua mata tertuju pada bagian belakang rok Devany.
Sudah terduga! Bagian tengah rok itu berwarna aneh,dan hanya pada tempat itu saja . Apa mungkin Devany menduduki saos?
"Ahhhh tidakkk...Devany,itu..." teriak siswa perempuan seperti ketakutan.
Apa jangan-jangan?
"Diam aja. Kek gak pernah ngalamin sebelumnya," tiba-tiba seseorang berjalan kearah Devany,lalu melilitkan jaket hitamnya melingkari pinggang Devany.
Devany hanya terbelongo melihat ciko,sebaliknya Ciko melihatnya dengan senyum manisnya.
"Pantesan Lo marah-marah." Bisik Ciko di telinga Devany. Membuat sebelah wajah Devany merinding.
Setelah beberapa menit, akhirnya Devany tersadar.
"Apaaaaaaaaa?????"
???
"Aaaaaaaaaaa" Terdengar teriakan melengking Devany dari dalam kamarnya.
Kelihatannya Devany lagi temperamen tingkat nasional.
Brukk...
Devany mencampakkan tas pink-nya ke atas tempat tidurnya.
"Kok bisa-bisanya sih Ciko ngelakuin hal gila tadi??" Tanyanya frustasi sambil mengacak-acak rambutnya.
Dia melepaskan sepatunya lalu melemparkannya lagi ke sudut kamar.
"Gue benci,gue benci banget deh sama Ciko!" Kini Devany tengah merengek-rengek seperti seorang anak kecil.
Kalau saja dia bisa melihat wajahnya sekarang, mungkin devany gak bakalan nyangka kalau pipinya sudah memerah seperti tomat. Sungguh! Kejadian hari ini membuatnya begitu malu setengah mati.
Mau gue buat dimana muka gue besok?
Arrrgghhh.. Nih mens juga pada datang lagi. Kalau datang bilang-bilang kek,biar gak kejadian kayak tadi lagi.
Dan... Akhirnya dia berbicara sendiri seperti orang gila. Sungguh,itu begitu membuat Devany ingin melepas wajahnya sebentar lalu menempelkannya di atas perapian yang menyala sekarang juga. Ahhhh,gadis itu memang.
***