7| Pembicaraan Manis

1744 Words
ERANGAN singkat yang berasal dari arah seorang gadis itu, berhasil mengalihkan perhatian sosok tampan yang sedari tadi sibuk berkutat dengan laptopnya. Terlihat berjalan untuk meraih gelas kaca berisi air mineral sebelum mendaratkan bokongnya tepat di samping gadis berparas cantik itu. Menunggu dengan sabar untuk Nasya agar mengumpulkan nyawanya terlebih dahulu. Dengan rambut yang terlihat berantakan dan wajah kusutnya, gadis yang masih setia mengenakan dress merahnya itupun terlihat beranjak bangkit dari posisi tidurannya. Beralih menatap sekitar dengan alis berkerut, menyadari tempat asing disekelilingnya saat ini. "Ini dimana?" dengan suara serak khas bangun tidurnya, Nasya bertanya linglung. "Rumah gue." respon sosok tampan yang baru saja gadis itu sadari kehadirannya, sosok yang berhasil mengejutkan Nasya dalam waktu hitungan detik. "Kak Rino!?" seru gadis itu dengan mata yang membulat, tidak menyangka dengan apa yang tengah dirinya lihat. Dengan senyuman gemas, Rino terlihat menyerahkan gelas yang sedari tadi dirinya genggam ke arah Nasya, "Minum dulu." Menyadari kerongkongannya yang tengah dilanda kemarau, sambaran kilatpun menyapa gelas berisi air mineral itu. Meneguknya hingga tetes terakhir sebelum perhatiannya kembali pada sang pemeran utama. "Kok gue bisa disini?" "Lupa kalo semalem gue nolongin lo dari cowok b******k?" "Hm?" dalam diam, Nasya bergumam bingung. Berusaha untuk mengingat kejadian semalam yang berakhir dengan sosok asing yang membantunya melepaskan rangkulan cowok b******k bernama Zizan itu. Dan semakin jelas otaknya mengingat, semakin yakin pula kalau malaikat penolongnya bukanlah senior tampannya ini. "Kenapa?" merasa ditatap curiga oleh manik abu itu, Rinopun menyuarakan rasa penasarannya. "Kakak yang nolong gue semalem?" Tanpa berpikir panjang, cowok tampan kekasih gadis bernama Pricilla itu mengangguk, "Siapa lagi emang?" "Bener Kakak? Bukan orang lain?" ragu sendiri dengan fakta yang disampaikan oleh Rino, Nasya masih berusaha untuk mengetahui kejadian sesungguhnya. "Menurut lo, kenapa sekarang lo bisa tidur dirumah gue?" pertanyaan yang ada benarnya itu mau tak mau Nasya terima meskipun hatinya masih terasa ada yang mengganjal. "Thankyou sebelumnya dan maaf udah ngerepotin," enggan untuk kembali berdebat, gadis itu terlihat berniat untuk melompat turun dari atas kasur milik Rino, "Gue juga gak tau kenapa bisa semabuk itu." "It's okay, gue seneng bisa nolongin lo kok," respon Rino yang ikut merubah posisinya menjadi berdiri, "Sarapan dulu, kita sama-sama ada kelas pagi, jadi biar berangkat bareng aja." "Gak usah, Kak," tolak Nasya cepat sembari melirikan matanya ke arah jam tangan yang masih setia melingkar pada pergelangan tangan kirinya, "Gue balik aja, masih ada waktu kok untuk siap-siap." Namun sekali menolak, Rino akan tetap menolak, "Bareng gue aja, gak usah khawatir sama Pricilla, dia udah tau kalo gue suka sama lo." Sebuah kabar yang berhasil mengejudkan Nasya, menghadirkan mata membulat dari arah gadis itu. "Tapi, Kak-" "Gue gak nerima penolakan, jadi mending lo mandi sekarang." Mampus gue. ••• Memang bukan lagi menjadi sebuah pemandangan baru saat semua mata terlihat mengarah kepada gadis semenarik Nasya. Bedanya, kali ini tatapan mata itu berhasil dirinya dapatkan karna adanya kehadiran Rino disamping gadis itu. Sudah sedari tadi kedua orang itu menjadi pusat perhatian, tepatnya saat Nasya secara mengejutkan terlihat turun dari dalam mobil Ford Mustang hitam yang dikendarai Rino. Dengan tak nyaman, gadis itu terlihat menundukan kepalanya dalam-dalam, enggan memperhatikan lirikan sinis yang terlihat menyapanya. "Hebat ya lo, Sya." Kepala yang sedari tadi tertunduk itu, kini nampak terangkat saat sebuah suara menyapa pagi indahnya. Mendapati sosok Pricilla yang saat ini tengah berdiri tepat dihadapan dirinya dengan tangan yang sudah terlipat di dalam d**a. "Lo pantes dapet predikat cewek gatel perebut pacar orang." "Cil!" Sudah dapat ditebak kalau Rino akan segera membelanya, Nasya tidak perlu repot-repot untuk membalas cemoohan itu. Beralih dengan sosok tampan disebalahnya, Pricilla nampak tersenyum penuh rasa sakit hati, "Gila ya kamu, udah berani berangkat bareng dia." "Gue udah jujur sama lo tentang perasaan gue ke Nasya." dengan tenangnya, Rino kembali bersuara pelan, enggan memancing perhatian lebih banyak orang lagi. "Dan mentang-mentang kamu udah jujur, makanya kamu seenaknya berangkat bareng cewek ini?" Malas meneruskan drama gila ini, Rino memilih cara cepat untuk menyudahinya, "Cil, kita udah selesai." "Kita belum," Ucap Pricilla sembari melangkahkan kakinya, berusaha untuk mendekati sang lawan bicara, "Aku gak terima diperlakuin kayak gini cuman karna kamu yang lebih milih junior gatel ini." "Terserah lo, yang jelas gue udah bilang kalo kita selesai. Mau lo mikirnya kayak gimana, gue gak perduli," respon Rino malas sebelum perhatiannya kembali pada gadis disampingnya. "Ayuk, bentar lagi mulai kelas." hanya pasrah saat merasakan pergelangan tangannya yang ditarik sempurna oleh Rino, Nasya masih juga enggan bersuara. Sebelum langkahnya terhenti ketika sebuah tarikan rambut disertai tamparan telak itu menyapanya. Menghadirkan mata membulat dari arah Rino ketika adegan gila itu berhasil tertangkap dengan jelas pada bola matanya. Segera menarik mundur Nasya dari jangkauan Pricilla, tidak ingin kembali mengambil resiko. Menatap marah pada gadis yang dahulu pernah sangat dirinya cintai. "Lo sakit ya!?" nada meninggi disertai mata membulat itu berhasil mengejutkan Pricilla dalam waktu hitungan detik. Tidak pernah menyangka akan mendapatkan bentakan lantang dari arah laki-laki yang sangat dirinya sayangi. "Kamu barusan bentak aku?" merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja dirinya terima, Pricilla terlihat menatap lurus ke arah Rino. Tidak dengan kedua orang itu yang nampak sibuk menyelesaikan masalahnya, Nasya justru tertarik untuk menatap sekitar dengan tangan yang terlihat sibuk mengusap-ngusap pipi kanannya. Hingga perhatiannya, berhasil terkunci pada sosok yang baru saja melangkah turun dari dalam sebuah mobil Jeep Wrangler Rubicon berwarna putih. Sosok berkacamata yang sempat melirik ke arahnya secara singkat sebelum memilih untuk beranjak dari area parkir. Kepergian yang berhasil menarik Nasya untuk mendekat, sudah terlihat tidak perduli dengan drama yang masih berlangsung disampingnya itu. Terlihat berjalan cepat untuk menyamai langkah sosok tampan yang pagi ini nampak mengenakan balutan kaos abu polos disertai celana jeans hitam panjang dan kaki beralaskan sepatu putih. Penampilan simpel yang malah semakin membuat cowok itu terlihat menarik dimata semua kaum hawa. "Hai?" setelah berhasil berjalan tepat disamping mangsa utamanya, Nasya tanpa basa-basi bersuara ramah. Menghadirkan lirikan singkat yang lagi-lagi menyapanya, tersirat ekspresi cukup terkejud dari arah Derren ketika Nasya dengan santainya mengajaknya berbicara. "Kelas pagi juga?" setelah sapaannya tidak berhasil digubris, basa-basi pertamapun gadis itu mulai. Pertanyaan yang sebenarnya sangat amat tak penting untuk dijelaskan, karna mahasiswa mana yang serajin itu merelakan waktu tidur pulasnya untuk pergi ke kampus kalau tidak memiliki kelas pagi? Bukannya menjawab, langkah cepatpun malah semakin Derren ambil. Malas untuk berlama-lama disamping gadis cantik yang pagi hari ini terlihat mencepol rambut cokelatnya tinggi. Namun, bukan Nasya namanya jika secepat itu menyerah. Jadi, sebelum keduanya sampai pada gedung jurusan Matematika, Nasya memilih kembali mengeluarkan suaranya. "By the way, nama lo Derren, ya?" tanya Nasya manis, "Gue Nasya, inget kan sama kejadian dua hari lalu?" Berhenti, langkah cowok itu terlihat berhenti ketika Nasya menyinggung tentang kejadian pada dua hari lalu. Tepatnya saat dirinya dengan tak sengaja melemparkan gelas berisi jus mangga ke arah gadis disampingnya itu. Sempat memilih untuk melirikan matanya ke arah Nasya, sebelum lemparan dari arah sinar matahari pagi itu berhasil semakin memperjelas manik abu yang gadis itu miliki. Segera melepaskan pandangannya dan memilih untuk menatap ke arah lain dengan jantung yang mendadak berdegup kencang. "Mau lo apa?" "Mau gue?" beo gadis itu tak mengerti sembari menatap manik cokelat dihadapannya intens, baru menyadari betapa lentiknya bulu mata milik si tampan itu. "Gue gak akan minta maaf kalo itu tujuan lo.” Hampir meledakkan tawanya saat mendengar Derren bersuara, tidak menyangka kalau cowok irit bicara itu masih juga mengingat kejadian mengenaskan pada dua hari lalu. "Dan gue disini bukan minta lo untuk minta maaf," balas Nasya disertai senyum gelinya, "It's okay, gue udah lupain kejadian itu. Lagian juga gue yang salah, harusnya gue yang minta maaf." Cukup terkejud karna sempat salah menilai gadis dihadapannya, karna ia pikir, wanita cantik dengan style mencolok ini akan memaki-maki dirinya akibat insiden dua hari silam. Tapi malah senyuman lebar disertai mata indah itu yang sialnya menyapa. "Terus mau lo sekarang apa?" "Gue mau kita temenan." ucap Nasya cepat, sudah muak dengan basa-basi tak jelas ini. "Gue gak buka lowongan." respon menyebalkan Derren seraya beranjak pergi meninggalkan Nasya yang kembali berusaha untuk mengikuti cowok itu. Sebelum hadangan kedua kembali datang menyapa Nasya, tepatnya hadangan dari arah sesosok mahasiswa asing yang tiba-tiba saja terlihat berlari tepat ke arahnya dengan memeluk beberapa buku tebal. "MAAF, PERMISI! SAYA TELAT!" seru cowok bertopi itu dengan suara menggelegar dan pandangan lurus ke depan, terlalu sibuk sehingga tak dapat memperhatikan kanan dan kirinya. Hampir membuat Nasya menginjak sebuah lobang kecil berisi air kotor yang memang kebetulan berada tepat dibelakangnya saat ia berniat untuk menghindari mahasiswa asing itu, kalau saja sebuah sambaran tangan tidak segera menangkap tubuh Nasya. Dapat bernapas lega karna tidak perlu kembali bermandi air kotor, memilih menatap wajah tampan Derren yang saat ini terlihat berjarak satu jengkal dari wajahnya. Bahkan ia dapat mencium aroma mint yang keluar dari dalam bibir merah sedikit kehitaman itu.  Berusaha untuk tak terpesona lebih jauh dengan kelangkaan yang cowok itu miliki, Nasya secepat mungkin menjauhkan dirinya dari dalam dekapan tangan Derren. Mencoba untuk mengatur pikirannya yang tadi sempat kacau, terdengar berdehem singkat untuk mencairkan suasana kaku ini sebelum ingatannya tiba-tiba saja kembali melayang pada kejadian semalam. Tepatnya saat bayangan samar itu berhasil menghuni pikirannya. Bayangan yang Nasya yakini memiliki porsi yang mirip dengan apa yang baru saja ia lihat. "Bentar deh-" berusaha untuk menghalangi Derren yang terlihat hampir saja melangkah pergi, Nasya kembali bersuara, kali ini dengan tambahan wajah seriusnya. Berakhir dengan memandangi tiap detail wajah si tampan dengan alis menaut, berusaha menyamai sosok asing yang semalam dirinya lihat dengan sosok tampan dihadapannya. "Lo semalem pergi ke club gak?" dengan rasa penasaran yang sudah memuncak, gadis itu terdengar bertanya serius. "Kalo pergi, ngerasa ketemu dan nolongin gue gitu gak?" lanjutnya masih berusaha untuk menjadi seorang detective. Namun siapa sangka, respon menyebalkan kembali berhasil Nasya dapatkan. "Gila ya?" Hanya dua kata itu saja yang Derren jadikan tanggapan, berniat kembali melanjutkan langkah sebelum hadangan kedua nampak Nasya berikan. "Gue serius!" gemas Nasya sembari melipat kedua tangannya di depan d**a, "Gue tuh kayak ngeliat lo gitu semalem. Itu beneran lo gak sih? Lo yang nolongin gue dan bukan Kak Rino, iyakan?" Pertanyaan bertubi-tubi yang berhasil mendatangkan hembusan napas kasar dari arah lawan bicaranya. Sudah sangat amat merasa terganggu dengan tuduhan yang dilemparkan kepadanya. Hanya mampu menggelengkan kepalanya sebanyak dua kali dengan tambahan lirikan ganas yang kini tertuju pada Nasya. "Lo ngomong apasih?" Respon menyebalkan Derren dan tanpa aba terlihat memilih untuk melanjutkan langkahnya tanpa memperdulikan tatapan penuh selidik dari arah manik abu itu. Masih enggan mempercayai apa yang cowok itu katakan dan tetap meyakini kepercayaannya. Memilih untuk menatap punggung kokoh itu dengan mata menyipit. "Dia bukan sih?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD