Akhiri Saja

1155 Words
Ini sudah kesekian kalinya Abi terlihat ragu mencium bibir Kana. Kana tidak mau memaksa Abi melakukannya, padahal dia pernah menyatakan ingin merasakan ciuman pertama di bibir. Selama ini Abi hanya mau mencium punggung tangannya dengan dalih ingin menjaga agar Kana tetap 'suci'. Dan Kana sangat mengagumi tekad Abi yang satu ini. Ah, Abi memang perayu ulung. Dia bisa membuat hati Kana luluh seluluh luluhnya. Apa lagi Abi punya paras tampan dan manis tidak membosankan. "Beh. Kalo sudah kena rayuan maut, beda mukanya," decak Fina saat Kana memasuki kamarnya. Fina masih dengan toples keripiknya. "Minggu ini dia ajak aku ke Setia Budi," ujar Kana dengan senyum sumringah. Dia tidak mempermasalahkan ciuman gagalnya barusan. "Ke Setia Budi?" Fina berdecih sinis. "Minimal lima ratus ribu. Kamu lagi yang bayarin. Dia yang rayu-rayu kamu," decak Fina geregetan. Dia sudah hafal watak licik Abi. Sudah sering Fina mengingatkan Kana, tapi Kana tetap berhubungan dengan Abi. Kana hanya tersenyum tipis mendengar celoteh Fina. Fina sedari awal teguh dengan pendapatnya bahwa Abi tidak sungguh-sungguh mencintai Kana. Abi hanya memanfaatkan Kana. *** Cukup lama Kana tercenung mengingat ajakan Abi ke mall yang cukup mewah di area Kuningan. Ini kali ketiga Abi mengajaknya. Sebelumnya, Abi pernah mengajaknya makan dan nonton di Plaza Sudirman dan mall mewah di Tangerang. Kana habis ratusan ribu untuk bersenang-senang dengan Abi. Dan Abi tidak mengeluarkan uang sepeserpun. Abi memang mengeluarkan dompetnya saat hendak membayar, tapi Kana selalu merasa bahwa dia akan lebih disayang Abi jika membayarkannya. Setelahnya, tentu kata-kata sayang dan mesra serta rayuan meluncur panjang dari mulut Abi tertuju ke Kana. Namun kata-kata sinis Fina barusan menghentak batin Kana malam ini. Abi memang mengajaknya bersenang-senang, tapi siapa yang akan membayar kesenangan itu? Dia lagi? Baru saja dia meminjamkan uang ke Abi tiga ratu ribu rupiah dan Abi tidak menyebut kapan akan mengembalikannya. Lalu Abi mengajaknya ke mall Minggu ini? dan Fina memperkirakan dia akan menghabiskan setidaknya lima ratus ribu rupiah. Satu minggu ini Kana akan menghabiskan uang satu juta lebih jika digabung dengan keperluannya sehari-hari. Dalam satu bulan? Kana tidak bisa tidur memikirkan keuangannya. Dia memang memiliki tabungan yang cukup untuk dirinya sendiri sampai selesai kuliah. Tapi jika pengeluarannya berlebihan pasti akan cepat habis. Kana mulai khawatir jika uang habis sementara dia masih berjuang menyelesaikan kuliahnya. "Aku harus kerja...." Kana memutar otaknya. Kana menggelengkan kepalanya saat wajah manis Abi terlintas di benaknya. Kana belum sanggup membayangkan jika hari-harinya absen dari kata-kata manis Abi, seandainya dia memutuskannya. Hanya alasan uang? *** "Di mana-mana tuh laki-laki yang traktir, Kana. Bukan cewek. Aku mah lebih baik sendiri dan mengatur kehidupan sendiri daripada diporotin," omel Fina saat berada di kantin kampus. Fina dan Kana sedang menikmati makan siang di kampus. Menu pilihan mereka berdua siang ini adalah bakso Malang, kesukaan Fina. "Duit utuh. Hati tetap bahagia dan nggak was-was mikirin cowok," lanjutnya lagi sambil menumpahkan saus sambal ke atas baksonya. Kana memang meminta saran dari Fina bagaimana menolak ajakan Abi minggu ini. "Kamu bayangin. Dalam sebulan aja harus habis lima juta buat senang-senang. Belum bayar uang kos dan ongkos kuliah." "Emang nggak sepenuhnya aku sih. Dia juga bayarin kok...." Kana tetap membela Abi. "Berapa per sen? Kamu itung-itung dong. Percuma hemat-hemat tapi ujung-ujungnya diporotin. Kamu harus ingat perjuangan kamu, Na," ujar Fina sambil mengunyah bakso. Kana melirik Fina sekilas. Lalu pandangannya tertuju ke baksonya yang masih utuh. "Udah. Makan dulu. Baru aja aku bilangin. Udah nggak selera makan kan? Belum lagi mikirin duit. Emang gampang sih kita bilang duit bisa dicari, kasih sayang? Tapi kalo begini? Mana enak hidup...." Fina sudah tidak sanggup menata kata-katanya untuk menasihati sahabatnya yang sedang mengalami pasang surut percintaan buta. Perlahan Kana mengaduk kuah baksonya. "Makan siang ini aku yang bayar. Biar kamu semangat," ujar Fina. Kana mendengus tersenyum. Fina memang baik hati. "Tukang bengkel gaya pacaran sok ngajak ke mall," rutuk Fina kemudian. "Aku curiga deh, gajinya dia dipakai buat apa? Kosan aja di tempat kumuh. Kamu kok bisa jatuh cinta sama yang kegituan. Kamu ... ck ... apa karena kamu mikir kita berbadan gendut trus nggak ada yang bakal suka kecuali orang yang begituan? Jangan rendah diri, Kana. Aku meskipun begini juga punya standar tinggi soal pacar atau calon suami. Atau malah milih sendiri kalo emang nggak sesuai harapan. Daripada makan hati?" Fina seperti tidak bosan-bosan mengingatkan Kana. *** Kana mencoba menuruti nasihat Fina. Memutuskan hubungannya dengan Abi. Kana semakin tidak tahan terus-terusan memikirkan Abi, apalagi menjelang Minggu akan diajak Abi jalan ke mall. Kana tidak mau makan hati lagi, memikirkan Abi yang setiap kali bertemu dan pasti meminta atau meminjam uang. Kana: Aku mau break dulu Abi: Kenapa? Kana: Mau fokus kuliah Abi: Sayang Kana: Nggak usah pacaran. Kita temenan aja Abi: Kana. Apa alasannya? Apa karena aku minjam uang Kana masih bingung menanggapi pesan Abi. Abi: Aku kembalikan besok uang kamu, Kana. Kana: Nggak usah. Kita putus saja Abi: Sayang. Kok gitu? Kana ragu. Ada rasa sesal meminta Abi memutuskan hubungan cinta. Abi ingin mengembalikan uangnya. Kana menggelengkan kepalanya. Dia bingung harus bagaimana mengungkapkan alasan yang lebih tepat. Abi: Besok kita harus ketemu. Aku kembalikan uang kamu yang tiga ratus ribu. Maaf, Kana. Jangan putusin aku Ah. Kana jadi iba membayangkan Abi yang tidak mau putus darinya. Abi pasti sedang sedih dan bingung sekarang karena dia ingin putus hubungan. Kita ketemu di tempat biasa. Tapi minggu ini aku nggak mau ke mall dulu, balas Kana. *** Kana berdandan cantik hari ini. Dia akan pergi menemui kekasih hati di sebuah café yang lokasinya tidak jauh dari tempat kerja Abi. Kana ingin membicarakan bagaimana nasib kelanjutan hubungannya dengan Abi. Bukan masalah uang saja, tapi juga masa depan. Kali ini Kana tidak memberitahu Fina perihal perjumpaannya dengan Abi. Padahal seperti biasa, Kana pasti memberitahunya agar Fina tidak bertanya-tanya mengenai kepergiannya. "Aku sudah di café, Sayang." Terdengar suara lembut Abi di telinga Kana saat Kana menghubunginya. Kana senang bukan main. Tapi Kana berusaha untuk tidak terlalu senang. Kana tetap mengontrol diri. Kana sudah hampir tiba di café. Kana bangga dengan penampilan necis Abi hari ini. Kana amati dari kejauhan, Abi sangat gagah dengan kemeja kotak-kotak warna biru dan putih, yang dipadu dengan celana jins slim dan sepatu bermerek. Abi memang stylish yang cukup handal. Kana sejenak memelankan langkahnya saat hampir mendekat posisi duduk Abi. Abi tampak sedang menghubungi seseorang. "Sebentar lagi dia datang ... haha ... gue mah ogah nyipok dia. Geli. Hidung pesek, pipi gembul gitu. Apalagi dia punya teman sama lagi modelannya kek buntelan gitu." Kana terkesiap. Mendadak tubuhnya menghangat. Dia tahan langkahnya. "Emasnya banyak, Cila. Belum tabungannya. Keliatannya aja kek orang nggak punya. Makanya gue akalin gimana dia bisa ambil simpenan emasnya di bank, trus gue beli motor gede bawain lu ke mana-mana," Kana benar-benar kecewa. Dia tidak mau mendengar kata-kata Abi selanjutnya. Kana melangkah menjauh dari café secepat mungkin menuju pinggir jalan raya. "Kana...." Abi menghubungi Kana. "Aku ada urusan kuliah. Kita putus aja." "Kanaaaa." Kana blok nomor kontak Abi dengan cepat. Kana langsung menaiki sebuah angkot yang berhenti di dekatnya. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD