Ketika aku kembali ke kantor, Arin sudah ada di kubikelnya. Senyum merekah di bibirnya yang bersenandung. Sebuah earphone tersumpal di kedua telinganya. Seperti sudah mendapat doorprize. Dia terlihat bahagia setelah pergi bersama Danar. "Rin, kok lo di sini?" tanyaku heran. Setahuku Danar pergi bertemu klien lagi. "Urusan dengan Inti Persada udah kelar. Masa gue mau di sana terus?" sahut Arin menurunkan salah satu earphone-nya. Aku kira dia nggak dengar. "Pak Danar emang pergi lagi buat prospek klien baru. Tapi gue disuruh balik." Mulutku membulat. Aku bergerak mengambil facial foam di kabinet bawah. "Lo makan di mana, Win?" tanya Arin. Dia memutar kursi menghadapku. "Gue makan nasi padang bareng Giko." "Nah, itu!" serunya tiba-tiba. "Ketimbang sama gue, kayaknya lo yang lebih c