14. Lingerie Warna Ungu

1615 Words
Dini merasa kurang nyaman. Sebab kedatangannya ke kediaman sang dosen, juga diikuti oleh sang suami. Levian sengaja menyempatkan waktu dengan pulang lebih awal, agar bisa menemani Dini. Levian memang memperlakukan Dini layaknya ratu, tetapi juga teramat posesif kepada Dini. “Papa lagi bareng mama Dini. Anna yang nurut sama oma, ya.” Di sebelah Dini, Levian tengah berbincang melalui sambungan telepon. Sementara Dini juga mengeluarkan ponsel dan sedang mengirimi sang dosen pesan. Sebab setelah kembali janjian, akhirnya pak Bagas menyanggupi. Dengan catatan, Dini wajib datang ke rumah pak Bagas. “Gimana?” tanya Levian yang sudah beres telepon dengan sang putri. Ia buru-buru mengantongi ponselnya ke saku sisi celana sebelah kanannya, kemudian mengambil alih tas di pundak kanan Dini dan tampak sangat berat. Meski sempat berusaha menolak, Dini yang cemberut dan pasrah, berakhir membiarkan tasnya diambil Levian. Levian yang masih saja serba memperhatikannya. Karena walau sedang tak menatap Dini. Atu setidaknya sedang tidak menggenggam jemari tangan Dini, ada saja bagian tubuh Dini yang akan dielus-elus oleh jemari tangan Levian. Layaknya kini, gara-gara jemari tangan Dini sedang sibuk mengetik pesan WA di layar ponsel, jemari tangan Levian jadi sibuk mengelus-elus kepala Dini. Tak hanya itu, Levian juga jadi mendekap kepala Dini kemudian m e n c i u minya. “Janjiannya kan pukul delapan, tapi ini setengah tujuh, kita sudah sampai,” ucap Dini menjelaskan dan langsung kaget karena sang suami ternyata mengintip ruang obrolan WA antara dirinya dan pak Bagas. “Mas ih ... aku malu!” rengek Dini. Tanpa mengindahkan keluhan sang istri, Levian berkata, “Logikanya, ngapain dia ngajak ketemuannya malam-malam, harus ke rumahnya. Memangnya dia enggak takut terjadi fitnah? Dosen seperti dia beneran mempersulit hidup orang. Dia itu dosen, tapi cara pikirnya sangat t o l ol! Malahan aku curiga, dia tipikal dosen yang sambil ngajar, tetapi juga sekalian memanfaatkan mahasiswinya. Jangan-jangan dosen m e s u m, terus nanti bikin ulah buat ancam-ancam targetnya!” ucap Levian yang sudah jadi mendekap pinggang Dini menggunakan kedua tangan dari samping kanan. Selain itu, Levian juga meletakan dagunya di pundak kanan Dini. “Mas, jangan b u s u k sangka,” lirih Dini sengaja menegur sang suami. “Enggak semua dosen kayak dia, kan?” balas Levian sewot. “Namun dia dosen pembimbing terbaik, Mas. Dia sampai dapat penghargaan dari universitas,” ucap Dini masih sabar. “Jangan melihat sifat asli seseorang dari jabatan maupun latar belakang. Kalau gitu caranya, orang paling jahat ya orang m i s k i n dan mereka-mereka yang c a c a t. Karena mereka yang enggak punya power. Buktinya banyak kan, oknum yang mengaku paham agama, kelakuannya malu-maluin. Begitu juga dengan yang lain. Lihat kondisi saja. Sementara dosen kamu ini, sudah enggak kurang-kurang mempersulit hidup kamu," ucap Levian. Dering tanda pesan masuk mengusik ponsel Dini. Dini segera memastikannya dan ternyata pesan dari sang dosen. Pak Bagas Dosen : Oke, sya keluar sekarang! Di dalam rumah, Bagas begitu bersemangat. Pria berkulit putih bersih dan tampak merawat diri itu meninggalkan kursi kerjanya yang ada di sebelah ranjang tidur. Sebelum ia keluar dari kamar, ia sengaja masuk ke dalam kamar mandi. Selain membasuh wajah dan sampai menggunakan sabun khusus, pria berusia tiga puluh dua tahun itu juga lanjut gosok gigi kemudian kumur menggunakan cairan khusus. Bagas yang tidak tahu jika Dini sampai ditemani sang suami memang sangat bersemangat. Namun setelah tak sengaja memergoki ada Levian juga. Levian bahkan tengah memeluk mesra perut Dini menggunakan kedua tangan. Bagas yang sudah nyaris membuka pintu rumahnya, tak jadi. Bagas menatap kesal kebersamaan tersebut dari kaca jendela yang gordennya ia sibak sedikit. “Lagi ganti pampes apa gimana dosenmu? Kok enggak muncul-muncul. Apa jangan-jangan, dia menjelma menjadi makhluk tak kasatmata, efek terlalu sering bikin hidup muridnya enggak tenang?” komentar Levian yang telanjur muak. Sebab meski sudah mengirimi Dini pesan dari lima belas menit lalu, Bagas tak kunjung keluar dari rumah. Puncaknya ialah ketika Dini kembali menagih waktu Bagas melalui pesan, Bagas justru membatalkan pertemuan. “Loh, lawak banget? Nih orang pengin rumahnya aku ratakan apa gimana!” murka Levian. Dini yang telanjur pusing dengan cara pikir sang dosen, tak kuasa berkomentar. Namun, Dini memutuskan untuk masuk ke dalam mobil ketimbang makin pusing karena mendengar keluh kesah Levian perihal Bagas. “Si Levian kebiasaan. Kalau sudah bucin ke wanita, dah enggak mau lepas pokoknya!” kesal Bagas sambil duduk di kursi kerja yang sebelumnya sempat ia tinggalkan. *** “Kamu yakin masih mau sama dosen itu? Enggak mau ganti saja biar kamu juga enggak capek?” tanya Levian ketika mereka sampai kamar. Mereka masih kembali tinggal di kamar rahasia milik Levian. Dini berangsur menghela napas pelan sekaligus dalam. Ia balik badan hingga membuatnya berhadapan dengan sang suami yang masih membawakan tasnya. “Kamu kelihatan stres banget,” ucap Levian yang kemudian menaruh tas Dini di lantai. Kedua tangannya berangsur membingkai wajah Dini. “Mas menjadi alasan terkuat aku mengalami stres!” balas Dini. “Minimal kalau hanya aku yang bikin kamu stres, kamu enggak akan stres banget. Selain, itu ... dalam hidup kamu, yang boleh bikin kamu stres hanya aku!” ucap Levian. “Enggak jelas banget!” keluh Dini yang kemudian meninggalkan Levian dengan dalih capek dan akan langsung mandi. “Terus, kamu mau ganti dosen saja, apa kamu mau aku ratain rumahnya dengan tanah?” seru Levian lantaran Dini sampai mengunci pintu kamar mandi. “Terserah Mas ....” “Oh, jadi aku yang handel, ya? Aku carikan dosen pengganti saja kalau gitu.” “He’eh. Aku nurut!" Balasan Dini yang begitu pasrah, membuat Levian jadi sibuk senyum-senyum sendiri. Levian menunggu Dini sambil berkirim pesan di ponsel, dan memang masih untuk mengurus pekerjaan. Sampai akhirnya Dini keluar diiringi semerbak wangi dari sabun maupun shampo yang dipakai, Levian yang sudah melepas jas abu-abu maupun dasinya, menyambutnya penuh senyuman. “Lihat Mas menatap aku sambil senyum-senyum gini, aku makin stres,” keluh Dini lirih sambil memijat-mijat kepalanya yang masih dibungkus handuk. “Hush, jangan gitu. Ke suami sendiri jangan kayak ke musuh. Gini-gini, nantinya kita bakalan jadi teman hidup selama-lamanya. Terlalu menyiksa jika selama-lamanya, hanya kamu anggap beban,” ucap Levian berusaha memberi sang istri pengertian. “He ‘eh ... maaf. Mulai sekarang aku bakalan berusaha menikmati hidupku sebaik mungkin,” ucap Dini yang kemudian membiarkan wajahnya diabsen oleh bibir Levian searah jarum jam. “Aku pengin. Boleh langsung? Lagipula Anna sudah tidur,” ucap Levian sesaat setelah m e n c i u m gemas bibir Dini yang kali ini terasa dingin. Levian yakin, keadaan tersebut terjadi lantaran Dini baru saja mandi. “Mandi dulu, baru aku mau. Biar lebih segar dan tentunya sehat enggak bawa kuman ke tempat tidur!” ucap Dini yang kemudian cekikikan lantaran sang suami langsung tersinggung. Namun seperti biasa, Levian tidak pernah bisa marah kepadanya. “Tolong pakai lingerie ungu!” pinta Levian sambil melepas ikat pinggangnya. “Aku enggak mau pakai apa-apa. Langsung saja t e l a n j ang!” sebal Dini yang merasa, sedikit kesalahan Levian dan salah satunya sampai memintanya memakai ini itu, wajib dibesar-besarkan bahkan dibuat kasus. Agar suaminya itu sibuk minta maaf kepadanya. “S—serius ...? Aku bakalan sangat berterima kasih kalau kamu langsung menyambutku tanpa pakaian apa pun! Kalau beneran begitu, aku kasih apa pun yang kamu mau!” ucap Levian sangat bersemangat. Saking semangatnya, ia jadi kesulitan menyudahi senyumnya. “Mas ih ... geli. Bayangin diri sendiri gitu, ... ya Allah ... belum, aku belum siap mental!” ucap Dini. “Kenapa? Sudah suami istri bebas!” balas Levian dan membuat sang istri menjanjikan akan memakai lingerie warna ungu. Selama Levian mandi, Dini melihat koleksi lingerie untuknya dan semua itu Levian yang menyediakannya. “Warna ungunya ada dua. Ini aku harus pakai yang mana?” pikir Dini memilih yang jauh lebih ia suka. “Semuanya bagus sih. Nih orang enggak pernah kasih aku yang enggak bagus. Malahan hanya ke dia, aku bisa ngambek bahkan ngelunjak,” lirih Dini yang kemudian dalam hatinya berkata, “Mas Levian, ... meski aku masih sering tantrum. Meski aku belum kasih yang terbaik buat kamu. Aku tetap akan berusaha jadi istri terbaik buat kamu!” Setelah melepas handuk piyama yang dipakai, Dini sengaja memakai lingerie warna ungunya. “Lucu sih, ... tapi aku masih malu banget! Ini terlalu seksi!” batin Dini yang refleks menggunakan kedua telapak tangannya untuk menutupi kedua gunungan di dadanya dan memang jadi tampak sangat menggoda akibat lingerie yang dipakai dan memang hanya menutupi sebagian bagian di sana. Lingerie pilihannya, dirasa Dini membuatnya terlalu seksi. Dini jadi deg-degan parah, panas dingin, dan sungguh tak karuan. Apalagi ketika akhirnya Levian keluar dari kamar mandi. Selain kepalanya, tubuh Levian juga masih agak basah. Levian yang hanya melilit pinggang ke lutut menggunakan handuk putih, tampak begitu bersemringah. Levian terlihat sangat bahagia hanya karena istri mudanya mulai mau mengikuti kemauannya. “Aku malu, Mas!” “Malu kenapa? Sudah jangan ada yang ditutup-tutupi! Semuanya, dari ujung kepala hingga ujung kaki kamu itu punyaku!” “Mas, ih!” Dini nekat memunggungi Levian yang jadi full senyum mengawasinya dari ujung kepala hingga ujung kaki. “Kok bisa sepas ini, ya?” semangat Levian sambil mendekap pinggang Dini menggunakan kedua tangan. “Jangan bilang, selama ini, Mas berfantasy, sambil bayangin aku pakai koleksi lingerie itu!” cibir Dini yang perlahan merasakan perubahan suhu tubuh Levian. Suhu tubuh sang suami, dirasa Dini menjadi memanas setelah pria itu menyentuhnya. “Semua tebakanmu benar!” lirih Levian seiring dirinya yang membuat bibirnya dan bibir Dini, bertemu kemudian saling bertautan. Karena walau agak ragu, bibir Dini berangsur membalas dengan sangat lembut. Tak lama kemudian tanpa mengakhiri pertemuan bibir maupun l i da h mereka, kedua tangan Levian mengangkat pinggang Dini dan membuat istrinya itu menghadap kepadanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD