5. Terpaksa Berbohong

1752 Words
Sang ayah, Sebastian Johnson, dengan mata terbuka lebar dan wajah memerah, berusaha menguasai diri. "Apa maksudmu dengan akta pernikahan itu, Veronica?" Veronica mengulas senyum tipis, "Aku sudah menikah hari ini. Jadi, pernikahan dengan John tidak lagi diperlukan." Charlotte berdiri, menunjuk Veronica dengan jari gemetar, mencoba menahan emosinya yang hampir meledak, "Kau tidak bisa menikah begitu saja! Ini pasti hanya akal-akalanmu untuk mempertahankan jabatanmu!" Veronica berusaha tetap tenang dengan menunjukkan senyum penuh kemenangan. Dia selalu merasa bahagia setiap kali melihat raut wajah ibu sambungnya yang tampak panik dan marah itu. "Ini bukan akal-akalan. Ini pernikahan sah dan legal. Aku sudah menikah dengan Theo Scott, pria yang aku pilih sendiri." Sophie tertawa sinis, "Theo Scott? Siapa itu? Pasti pria rendahan yang kau pungut dari jalanan." Veronica menatap tajam pada Sophie, "Theo Scott adalah pria yang jujur dan pekerja keras. Berbeda dengan pria-pria b*rengsek yang kau pilih untuk bersenang-senang di atas ranjang." Sebastian menatap Veronica dengan marah, "Kau pikir dengan menikahi pria sembarangan kau bisa mendapatkan kendali atas perusahaan ini? Kau tidak bisa menikahi pria sembarangan, Vero! Tidak ada yang bisa dilakukan pecundang itu untuk perusahaan kita. Dia tidak memiliki uang atau pun koneksi." Veronica menatap ayahnya dengan tajam, "Aku sudah menikah, Dad. Itu memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Mommy-ku dalam surat wasiatnya. Sekarang, kendali perusahaan sepenuhnya ada di tanganku. Pernikahan adalah pernikahan. Pekerjaan adalah pekerjaan." Charlotte mencibir, "Kami akan melihat apakah pernikahan itu sah di mata hukum. Kau tidak akan lolos begitu saja, Vero." Veronica tersenyum tenang, "Silakan saja periksa. Tapi aku yakin kau akan menemukan semuanya sesuai dengan hukum. Dan untukmu, Sophie, sebaiknya kau mulai mencari tempat baru untuk tinggal. Karena aku tidak akan mentolerir pengkhianatan lagi di rumah ini. Aku tidak ingin seorang wanita perebut terus berada di rumah Mommy-ku ini. Kalian sungguh tidak layak tinggal di sini. Lebih baik, mulai sekarang kalian berdua segera mengemasi barang-barang kalian," katanya dengan senyuman mengejek. Sophie tampak terkejut dan marah, "Kau tidak bisa mengusirku dan Mommy-ku! Daddy tidak akan membiarkan itu terjadi!" Sebastian, dengan suara rendah tapi penuh amarah, berkata, "Kita akan lihat, Vero. Jangan berpikir kau sudah memenangkan pertarungan ini." Veronica mengangguk, "Tentu saja, Dad. Kita lihat saja siapa yang akhirnya akan menang. Dan aku rasa, bukan hanya mereka berdua yang harus angkat kaki dari rumah ini. Tapi kau juga, Dad!" Sebuah tamparan keras mendarat di pipinya yang mulus. Membuat Veronica menatap tajam ayahnya dengan tatapan membunuh. Veronica menyunggingkan senyum miring seraya memegang pipinya yang terasa perih karena tamparan sang ayah. Bahkan air matanya mulai menggenang. Tidak! Dia tidak boleh menangis, dia tidak bisa terlihat lemah di depan para manusia berhati iblis itu, tekadnya. "Kau tidak layak aku panggil Daddy, Tuan Sebastian!" ucapnya dengan rahang mengetat, lalu kembali meninggalkan kediaman keluarganya itu. *** Di sisi lain, Theo sedang di apartemennya, merenung atas kejadian hari ini. Dia memegang kartu debit dari Veronica dan memandangnya dalam-dalam. "Apa yang sebenarnya aku lakukan?" gumamnya pelan. Namun, dia tahu satu hal, dia tidak bisa menyia-nyiakan kesempatan ini. Hanya ini kesempatan untuk bisa selalu berada dekat dengan Veronica. Di saat bersamaan, ponselnya berbunyi. Theo melihat layar dan melihat nama Veronica muncul. Dia segera menjawab, "Halo, My Wife." Veronica tersenyum mendengar panggilan Theo untuknya, lalu dengan suara tegas berkata, "Theo, besok pagi aku ingin kau menemui pengacaraku. Kita harus mengatur semua dokumen kontrak pernikahan kita." Theo tersenyum kecil, "Tentu, Baby. Aku akan ada di sana. Ke mana aku harus pergi?" Veronica melanjutkan, "Aku akan mengirimkan lokasinya besok pagi. Dan Theo, terima kasih. Aku tahu ini tidak mudah, tapi aku benar-benar berterima kasih atas bantuanmu." Theo merasa hangat mendengar itu, "Aku akan melakukan yang terbaik, Vero. Kita akan melewati ini bersama. Aku tidak akan membuatmu menghadapi ya sendirian." Veronica tersenyum dari seberang telepon, "Terima kasih banyak, Theo. Sampai jumpa besok." "Berhentilah mengucapkan terima kasih. Aku senang bisa membantumu. Itu artinya, aku ada kesempatan untuk bisa mengenal dan lebih dekat denganmu, Vero." Veronica menutup telepon dan menarik napas panjang, mencoba meredakan rasa gugup yang menyelimuti hatinya setelah mendengar perkataan Theo. Kemudian dia mengirim pesan pada pria itu. Me : Maaf, Theo. Ponselku kehabisan daya. Sampai jumpa besok. Theo tersenyum membaca pesan itu. Namun, rasa gelisah masih memenuhi hatinya, dia tahu bahwa hidupnya akan berubah drastis, tapi dia siap menghadapi tantangan ini. Dengan tekad yang kuat, dia bersiap untuk hari esok, karena dia tahu bahwa perasaan yang dia miliki untuk Veronica bisa menjadi kunci untuk memenangkan hatinya dan, mungkin, akan menjadi masa depan yang lebih baik. *** Keesokan paginya, di kantor pengacara, Veronica dan Theo duduk bersama dengan pengacara mereka, Tuan Smith. Veronica menjelaskan situasinya dan tujuan pernikahan kontrak mereka. Tuan Smith mendengarkan dengan seksama dan mulai mempersiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan. "Baiklah," kata Tuan Smith, "aku akan mempersiapkan kontrak ini agar mencakup semua aspek yang telah kita bicarakan. Tuan Scott, kau harus memahami bahwa ini adalah pernikahan kontrak dan tidak melibatkan perasaan pribadi." Theo mengangguk, "Aku mengerti, Tuan Smith." Veronica menambahkan, "Dan Theo, aku berharap kau bisa menjaga rahasia ini. Tidak ada yang boleh tahu tentang perjanjian kita." Theo tersenyum tipis, "Tentu, Vero. Aku akan menjaga rahasia ini." Tuan Smith menyelesaikan dokumen dan menyerahkannya kepada mereka untuk ditandatangani. Setelah semua formalitas selesai, Veronica dan Theo keluar dari kantor pengacara dengan perasaan lega. "Sekarang kita resmi bekerja sama," kata Veronica sambil tersenyum. Theo menatapnya dengan penuh keyakinan, "Ya, Vero. Kita akan menghadapi semuanya bersama. Tapi ... aku tidak bisa berjanji untuk tidak memiliki perasaan spesial padamu. Apa kau keberatan?" Wanita itu tertegun sejenak sebelum akhirnya mengangguk kecil. "Kita tidak bisa melarang orang lain untuk menyukai kita, bukan? Dan, kita tidak akan tahu bagaimana perasaan kita di masa depan. Jadi, kita jalani saja seperti air yang mengalir," katanya tersenyum manis. Theo tersenyum karena Veronica sudah mulai memberikan lampu hijau. "Aku akan berusaha melindungimu sebaik mungkin dari keluargamu, Vero." Veronica mengangguk, "Baiklah, mari kita mulai dengan menghadapi keluargaku. Aku yakin mereka tidak akan tinggal diam setelah mengetahui pernikahan kita." Theo menggenggam tangan Veronica dengan lembut, "Aku siap, Vero. Mari kita hadapi ini bersama-sama." Dengan semangat baru dan tekad yang kuat, Veronica dan Theo bersiap untuk menghadapi segala tantangan yang ada di depan mereka. Theo tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah, tetapi dengan cinta yang besar yang dia miliki untuk Veronica, dia yakin bisa mencapai tujuan mereka, dan mungkin menemukan cinta sejati di tengah-tengah perjuangan mereka. *** Theo termenung di dalam kantornya, menatap sebuah kotak cincin berwarna navy di atas meja. Kotak itu terbuka, memperlihatkan sebuah cincin elegan dengan berlian yang berkilauan. Dia tersenyum tipis, membayangkan reaksi Veronica saat menerima cincin itu. Tiba-tiba, pintu kantornya diketuk, dan Mario, asisten pribadi sekaligus sekretarisnya, masuk dengan membawa segelas kopi. Dia meletakkannya di atas meja Theo dengan penuh perhatian. "Selamat pagi, Bos," sapa Mario ceria. Akan tetapi, ekspresi wajahnya berubah khawatir ketika melihat Theo termenung. "Ada apa, Bos? Kenapa pagi-pagi sudah melamun seperti ini?" Theo mengangkat pandangannya dari kotak cincin dan menatap Mario. Dia menghela napas panjang sebelum akhirnya tersenyum. "Mario, kau tidak akan percaya apa yang terjadi padaku." Mario mengernyit penasaran, "Apa yang terjadi, Bos? Apakah ada masalah besar?" Theo tersenyum, "Tidak, bukan masalah besar. Justru, ini sesuatu yang sudah aku impikan selama lima tahun terakhir." Dia mengambil kotak cincin itu, lalu menunjukkannya pada Mario. "Aku sudah menikah." Mata Mario terbuka sempurna, "Apa? Kau sudah menikah, Bos? Sejak kapan? Dan dengan siapa?" Theo tersenyum lebar, "Kemarin. Aku menikahi wanita itu." Mario terkejut mendengar nama itu. "Wanita itu? Maksudmu wanita yang selalu kau cari keberadaannya lima tahun terakhir? Wanita yang memberikanmu mantel wol lima tahun lalu?" Senyum Theo semakin melebar, lalu mengangguk kecil. "Woah, ini sungguh luar biasa, Bos. Lalu, apa yang kau katakan saat memberitahunya bahwa kau mencarinya selama lima tahun terakhir?" tanya Mario penuh penasaran. Theo menghela napas panjang sebelum menjawabnya, "Aku tidak memberitahunya, Mario." "Apa?" Mario mengernyit heran, "kenapa?" "Dia bukanlah gadis acak. Dia adalah Veronica Johnson," jawab Theo dengan raut wajahnya yang mulai serius. Mario meneruskan, "Pewaris Johnson Construction dan putri dari ...." "Paulina Johnson," tukas Theo. "Dan dia berpikir keluargaku telah membunuh ibunya. Sejujurnya, aku tidak bisa menyalahkannya." "Tapi, pamanmu yang mengejar ibunya. Saat itu kau belum resmi menjadi CEO, kau masih mempelajari tentang S&W Company." "Ya, itu benar. Tapi darah keluarga Schwarz dan keluarga William mengalir di tubuhku, dan itu tidak bisa mengubah faktanya. Jadi, aku tidak menginginkan dia mengetahui siapa aku sebenarnya. Setidaknya untuk saat ini. Yang dia tahu sekarang, aku adalah Theo Scott. Bukan Theo Schwarz." "Tapi, bagaimana kau mengubah identitasmu saat akan menikahinya, Bos? Kemarin kau tidak memintaku untuk melakukannya." "Aku meminta Katy melakukannya kemarin. Bagaimana mungkin aku memintamu mengerjakan di saat kau sedang cuti. Kau tahu aku selalu profesional, Mario." Mario menghela napas panjangnya. "Okay, baiklah. Tapi aku harus mengatakan bahwa ini bukanlah ide yang bagus, Bos. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana jika sampai dia mengetahui identitasmu yang sebenarnya dari orang lain." Theo kembali menghela napas panjang seraya mengusap kasar wajahnya. "Dia berasa di pikiranku selama ini. Aku sangat menyukainya. Aku ingin memiliki kesempatan untuk lebih mengenalnya dan berada dekat dengannya, tapi aku tidak bisa melakukan itu semua, jika dia tahu siapa aku. Sebelum dia mengetahui bahwa aku adalah Theo Schwarz, aku perlu menunjukkan kepadanya seperti apa aku sebenarnya," sungutnya penuh emosional. "Maaf, Bos. Aku hanya terlalu khawatir," ucap Mario menundukkan kepalanya saat melihat raut wajah Theo yang tampak sedikit marah. Theo mengangguk, "Ya, aku tahu ini terdengar gila, tapi itu kenyataannya. Sekarang, ini memang hanya pernikahan kontrak untuk membantunya mendapatkan kendali atas perusahaannya. Tapi, aku yakin, cepat atau lambat, aku bisa membuatnya jatuh cinta padaku." Mario tersenyum lebar, "Bos, kau adalah pria yang luar biasa. Aku yakin, dengan sikapmu ini, dia akan menyadari betapa beruntungnya dia memiliki suami sepertimu." Theo tertawa kecil, "Terima kasih, Mario. Aku hanya berharap dia bisa melihat ketulusanku. Sekarang, mari kita siapkan semua yang perlu kita lakukan hari ini. Kita harus siap menghadapi segala kemungkinan." Mario mengangguk dengan semangat, "Tentu, Bos. Aku akan memastikan semua berjalan lancar." Theo tersenyum penuh keyakinan, "Baiklah, mari kita mulai meeting hari ini." Ponsel Theo tiba-tiba berdering, mengusik percakapan mereka. Dia melihat layar ponselnya dan mendapati nama Veronica muncul. Wajahnya langsung sumringah, menampakkan senyum yang cerah saat menjawab panggilan itu. "Halo, Veronica," sapanya hangat. "Halo, Theo," suara Veronica terdengar di seberang telepon. "Di mana kau sekarang?" Theo tersenyum dan menjawab, "Aku ... aku sedang berada di lokasi konstruksi tempat kita bertemu kemarin, sedang menjual burger dan minuman untuk membayar sewa." Mario yang mendengar itu tertawa kecil. Namun, seketika dia mencoba menahan tawanya saat mendapat lirikan sinis dari Theo. "Benarkah? Tapi, kenapa terdengar sepi sekali?" Pertanyaan yang keluar dari bibir manis istri kontraknya itu berhasil membuat suara Theo tercekat di tenggorokan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD