10

1139 Words
Sean mengulurkan tangannya ke arah Pinka untuk membantu gadis itu berdiri dan menarik tubuh Pinka untuk berdiri di belakang Sean. Sean menatap laki -laki yang tadi memaki keras Pinka hingga ketakutan. "Ada masalah apa kamu dengan gadis ini," tanya Sean lembut. Lelaki itu tertawa sinis dan menatap tak suka pada Sean. "Siapa kamu? Kenapa akmu peduli denagn p*****r itu? Dia itu p*****r!!" teriak lelaki itu tak lain Fatih denagn suara keras dan lantang. "Siapapun dia, dan apapun profesinya, bukan kamu yang emnentukan dia baik atau buruk di mata kamu!! Paham!!" ucap Sean dengan tegas dan tatapannya begitu tajam ke arah bola mata Fatih. Tak ada rasa takut sedikitpun dari diri Sean untuk membela Pinka. "Hah!! Apa dia sudah memberikanmu kepuasan?!! Sampai kau membelanya!!" tawa Fatih makin keras dan sengaja bersuara lantang untuk mempermalukan Pinka di depan umum. Bug!! Bruk ... Fatih terjatuh karena pukulan telak Sean yang membuat tubuhnya terhuyung tak seimbang dan jatuh. Sean memukul lelaki yang ada di hadapannya dengan keras. Muak rasanya melihat lelaki sombong yang hanya bisa menjatuh mental permepuan dan tidak hanya itu saja. Baru saja Sean juga di bawa -bawa dalam masalahnya. "b******k!!" ucap Fatih keras lalu berdiri dan akan membalas pukulan Sean tadi. Tapi, Sean sudah siap menangkis beberapa pukulan brutal yang di lakukan oleh Fatih, hingga Fatih sendiri kelelahan. "Sudah puas? Dasar bodoh!! Kau sama saja emmpermalukan dirimu sendiri!!" ucap Sean tegas dan akan meninggalkan Fatih yang masih mengepalkan erat kepalan tangannya. Tenaganya sudah habis, tapi emosinya masih ingin menjatuhkan Sean dengan pikulan dari tangannya sendiri. Sean menggandengan tangan Pinka untuk kembali ke meja makannya dan melupakan kejadian buruk ini. "Asal kau tahu!! Ayahnya sudah membawa kabur uangku sebanyak satu milyar!!" ucap Fatih lantang. Sean membalikan tubuhnya dan menatap tajam ke arah Fatih. "Apa maksudmu!! Ceritakan masalahmu padanya. Silahkan berteriak keras, biar orang tahu, kalau kamu tidak malu!1" ucap Sean menantang Fatih. "Ha .. Ha .. Ha ... Baiklah!! Aku tidak malu mengungkap semuanya. Wanita itu memang p*****r!! Aku membayarnya sbenayak satu milyar pada laki -laki tua yang mengaku Ayahnya bernama Samuel!! Dia berjanji mengantarkan nak gadisnya tadi malam dan ternyata? Lelaki tua bangka itu menipuku!! Tak ada gadis yang datang ke kamarku!! Malahan, p*****r itu ada bersama kamu!! Aku ingin uangku kembali!! Untuk apa kau membayar gadis satu milyar jika tidak perawan lagi!! b*****t!!" umpat Fatih kesal. Sean melirik ke arah Pinka yang menggelengkan kepalanya denagn cepat. "Pinka tidak tahu soal itu, Kak," bisik Pinka lirih. Pinka malah baru tahu, jika dirinya di jual oleh Ayahnya sendiri. Pantas tadi malam Ayahnya bilang ingin mengajaknya ke Hotel Amarilis dan bilang kalau Ayahnya memiliki voucher gratis menginap di hotel ini. Ternyata bohong!! Sean menatap Pinka dengan lekat. Tak ada kebohongan di mata Pinka. Sebagai aparat kepolisian, intelejen dan penyidik, Sean tahu, gestur tubuh dan kontak mata yang berbohong dan yang tidak. "Terus mau kamu apa? Perkarakan kejadian ini? Hemm?" tanya Sean pada Fatih. "Jelas. Aku ingin ke kafe Lupi dan mengobrak abrik kafe itu sampai ayah gadis itu mengembalikan uanagku!!" ucap Fatih berapi -api. "Berapa nomor kamar kamu?" tanya Sean menyelidiki. "Tujuh tujuh lima. Kenapa? Kamu mau bayar hutang ayah gadis itu!!" ucap Fatih dengan sombong. "Akan kuantarkan gadis ini ke kmarmu nanti. Kamu bisa pakai dia sesuai kesepaktan," ucap Sean santai. "Apa?! Uang satu milyar itu untuk membayar keperawanannya bukan untuk sekedar esek -esek saja!!" ucap Fatih marah. "Terus? Kamu mau tagih apa lagi? Kalau kamu tidak mau berarti kamu yang menggagalkannya kan?" ucap Sean tetap tenang dan emnjawab denagn ekpala dingin. "Kau sudah memakainya!! Pasti keperawanannya juga sudah kau renggut!!" ucap Fatih kesal. "Aku memang memakainya. Bahkan gratis tanpa biaya, karena dia istriku!! Wajar kan, kalau keperawanannya ku renggut!! Kamu saja yang bodoh, mau di bodohi oleh ayah dari istriku ini," ucap Sean setengah tertawa mengejek kebodohan Fatih yag mudah sekali tertipu. "b******k!!" ucap Fatih lalu pergi dari resturant itu dan mendapat sorakan ejekan dari banyak orang yang sejak tadi menontonnya. Pinka menunduk malu. Lihat semua orang menatap dirinya tak suka karena ia memang di anggap p*****r. Ucapan Fatih sempat membuat banayk orang percaya tapi pernyataan Sean baru saja mematahkan smeua pimikian buruk itu. "Semua yang ada di sini. Saya minta maaf kalau sudah membuat kekacauan di pagi hari ini membuat sarapan pagi kalia tak nayman dan etrganggu karena insiden salah paham. Gadis yang ada di sampingku adalah istriku, lelaki tadi speertinya salah orang. Mana ada p*****r memakai pakaian secantik ini dan berias diri se -elegan ini," ucap Sean terus membla Pinka sambil menggenggam tangan Pinka dengan sangat erat sekali. Untuk memastikan ucapannya adalah benar di depan khalayak umum, Sean pun mengecup pipi Pinka dengan lembut lalu membawa Pinka perhi dari tempat itu untuk mencari tempat sarapan lain. Rasanya sudah tak nyaman makan di sana dan Sean menyewa kendaraan dari hotel amarilis untuk mencari tempat makan lain. "Ada tempat makan lain yang enak?" tanya Sean pada Pinka yang sejak tadi terdiam. Pikiran Pinka tertuju pada dua hal. Ayahnya yang menipu lelaki tadi dan Sean yang menganggapnay sebagai istri. "Ehh ... Tadi tanya apa? Maaf kalau lagi gak fokus," ucap Pinka yang tersadar dari lamunannya. "Mau makan dimana? Ada rekomendasi tempat enak?" tanya Sean pelan. Pinka menggelengkan kepalanya pelan. "Maaf Kak. Pinka tak pernah keluar dari kafe. Jadi tidak pernah tahu dunia luar," ucap Pinka dengan polos dan jujur. "Ohhh ya? Terus kamu ngapain aja di Kafe selama dua puluh empat jam?" tanay Sean penasaran dan sangat serius ingin tahu. "Ekhemmm ... Cuma jadi Purel saja, tidak lebih. Kalau pagi sampai siang, Pinka istirahat di kamar Pinka di lantai atas Kafe Lupi, dan mulai sore, Pinka mulai melayani tamu yang datang," ucap Pinka jujur. "Ohhh ... Banyak gadis seusia kmau yang bekerja disana? Sebagai Purel saja? Atau memang menjadi wanita panggilan?" tanya Sean makin penasaran dengan kehidupan malam. "Banyak. Mereka yang dari luar kota tinggal di lantai atas dan emmiliki kamar snediri seperti Pinka. Rata -rata mereka buka tarif malam per jam. Kebetulan, Pinka tidak seperti itu dan Pinka hanya bekerja menjadi purel saja. Makanya Pinka kaget, saat tahu, Ayah tega menjual Pinka denagn harga mahal sekali," ucap Pinka liirh. "Terus? Kamu nyesel gak melayani laki -laki tadi? Atau merasa berdosa telah emmbawa kabur uang orang lain?" tanya Sean mulai terlihat sinis. Sean pikir pekerjaan seperti Pinka itu memang di sengaja dan sudah ada jaringannya. Bisa jadi mereka sudah saling komunikasi. Pinkan menatap Sean tak percaya. Kata -katanya begitu sinis dan menyakitkan hati. "Kok Kak Sean bisa berpikir begitu? Pinka tidak tahu soal ini. Ayah ada dimana juga, Pinka tidak tahu. Berhenti!! Pinka turun disini saja. Pinka benci sama orang yang tidak pernah percaya dan sellau menganggap Pinka orang yang tidak baik. Kak Sean dan lelaki tadi sama saja!! Pinka pikir Kak Sean itu baik karena sudah membela Pinka di depan orang banyak!! Tapi ternyata Pinka salah!!" ucap Pinka penuh emosi dan bersiap membuka pintu mobil yang di kendarai oleh Sean.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD