3

1111 Words
Samuel menatap punggung lelaki itu hingga tak terlihat lagi, tubuhnya seolah menghilang di balik deretan mobil yang sedang parkir di pinggir jalan. "Paman? Hello? Ini pesenan anda, dan ini minuman khusus Pinka," ucap Budi, pemilik angkringan yang diam -diam menyukai Pinka. Tapi, jelas Pinka tidak akan mungkin mau dengan Budi, si penjual angkringan. Cukup mengagumi saja dan selalu mendoakan yang terbik untuk Pinka. "Heh!! Ngagetin aja. Mana sini, aku harus cepat -cepat bicara dengan Pinka agar tidak terlambat datang ke hotel. Satu milyar ini, banyak sekali, dan aku kaya," ucap Samuel dengan hati senang terpuaskan. Samuel bisa membayar hutang kepada Madam Rose dan sisanya bisa untuk berfoya -foya, setidaknya setelah ini Pinka masih bisa ia jual dengan harga tinggi pada lelaki hidung belang. Samuel pergi ke tempat temannya untuk meminta obat perangsang yang akan ia campurkan pada minuman yang akan Pinka minum. Samuel tidak mau di buat malu dnegan sikap Pinka yang etntunya akan berontak bila tahu ia akn di jual. Lebih baik, bersikap licik sedikit etrhadap anak gadisnya tidak apa demi memuluskan rencananya. "Kamu yakin, obat ini mujarab Lex?" tanya Samuel yang emncampurkan obat berupa serbuk itu ke dalam minuma teh manis Pinka. "Kita bersahabt lam. Kau tidak punya uang pun aku bantu, ada aku bersikap kurang ajar padamu? Atau aku mengkhianati kamu? Kau sudah gila Samuel!!" ucap Alex tak terima. "Bukan itu Lex. Aku harus pastikan obat ini bisa bertahan lama, paling tidak dua puluh empat jam," pinta Samuel pada Alex. "Sebenearnya untuk siap obat ini? Hah? Kau ingin tidur dengan p*****r dengan durasi lama?" ejek Alex pada Samuel yang menduda sudah sangat lama. Alex pikir, Samuel sedangn ingin gituan dengan wanita PL anak buah bawaannya. "Ini tambahkan dosisnya. Di jamin servicenya memuaskan. Kamu tidak akan bisa lupa malam ini," bisik Alex melemparkan satu bungkus serbuk obat perangsang. Samuel menangkap bungkusan obat itu dan tersenyum puas. "Ini untuk anakku, Pinka," jawabnya denagn senyum smirk. Alex melotot dan duduk tegak saat Samuel bilang nama Pinka di depannya. "Pinka? Kau jual anakmu sendiri, Sam? Kau sudah gila?! Dia anakmu!!" ucap Alex dengan suara keras dan lantang mengingatkan. Alex tak percaya dengan apa yang di lakukan Samuel terhadap anaknya. Bisa -bisanya ia menjual anak gadisnya itu. "Ssuutttt ... Diam kamu Lex. Hanya kamu yang tahu soal ini. AKu terpaksa Lex, jika tidak begini bagaimana aku emmbayar hutang pada Madam Rose, gajiku selalu habis untuk keperluan hidup," ucap Samuel masih menumpahkan bungkus serbuk kedua ke adalam es teh manis Pinka dan di aduk dengan sendok. "Gila. Ku pikir kau sayang dengan Pinka. Kenapa tidak untukku saja. Ku jadikan istri kelima, ku penuhi hidupnya akamu tak usah risau," ucap Alex dengan wajah serius. Siapa yang tidak mau dengan Pinka, masih segelan, body sintal dan seksi, wajah cantik alami seperti barbie, makanya di kenal sebagai Pinka Barbie. "Aku sayang dengan Pinka. Tapi aku tidak punya pilihan lain soal ini, Lex. Ada lelaki yang mau membayarnya satu milyar dan itu tak akan ku sia -siakan. Kulihat lelaki itu baik, alim dan tidak terlihat seperti lelaki hidung belang," ucap Samuel mengingat laki -laki yang menyebut namanya Fatih itu. Alex memutar kedua bola matanya malas dan tersenyum mengejek pada Samuel. "Mana ada lelaki yang pakai perempuan adalah lelaki baik. Dimana -mana dia berani membayar wanita itu karena dia tidak baik. Alim, baik itu cuma kedok, intinya dia haus seks!! Kamu lupa, Regina pernah di tiduri oleh customer dari madam Rose yang di pukuli denagn ikat pinggang, karena lelaki itu punya kelainan seks? Kamu tidak takut, kalau Pinka akan mengalami hal yang sama?" tanya Alex mengingatkan dan Samuel mengangguk kecil sambil bergidik ngeri mengingat cerita Regina yang datang -datang dengan wajah dan tubuh babak belur membiru alalu menenagis histeris karena tubuhnya sakit semua. "Kamu jangan menakuti aku, Lex. Aku tidak berpikir jauh kesana. Hah!! Bikin aku bimbang saja ingin mneyerahkan putriku pada lelaki itu!!" umpat Samuel dengan kesal. "Kau tunggu saja di depan kamarnya. Kalau ada teriakan histeris maka kau harus cepat cari bantuan," ucap Alex memberikan solusi. "Iya kalau perkiraanmu benar, Lex. Kalau aku malah mendengar desahan nikmat, apa tidak tegang sendiri," ucap Samuel terkekeh. Alex tertawa keras dan emlempar bantal sofa pada Samuel. "Pikiranmu begitu saja Sam!! Cari istrilah untuk mengurusmu di masa tua, untuk memuaskanmu di ranjang. Kau juga butuh pelayanan seks bukan? Bohong kalau bilang, kau tidak menginginkan itu. Aku istri empat saja masih etrasa kurang," ucap Alex tertawa keras. "Kau itu hiperseks Alex!! Makanya aku tak akan berikan putriku padamu, bisa -bisa jadi b***k seks setiap hari," ejek Samuel tertawa lagi. "Tapi Pinka bersamaku aman Sam. Aku hanya hiperseks tapi tidak kelainna seks. AKu pastikan anakmu puas dengan pelayananku di ranjang," goda Alex pada Sam. "Hah!! bicara denganmu tidak akan tuntas. Aku ingin kembali menemui Pinka dan memeerikan ini lalu mengantarkan putriku ke hotel tempat pertemuan itu. Terima kasih sudah bantu aku, Lex," ucap Samuel pada Alex, sahabatnya. "Sama -sama Sam. Maaf aku hanya bercanda soal Pinka. Semoga setelah ini Pinka mendapat orang baik. Jangan kau jual lagi, kasihan Pinka," ucap Alex menasehati. Kedua sahabat itu adalah orang baik, karena keadaan menuntut mereka hidup dan bekerja mengais rejeki di lingkaran dunia hitam. Tidak saling mengganggu dan tidak saling mengkhianati. Mungkin satu per satu dari mereka akan mencari kehidupan yang lebih bai dengan usaha yang lebih halal sehingga lebih bekah. *** "Minum ini Pinka. Biasakan minum dulu sebelum makan. Maafkan Ayah soal tadi. Kamu mau memaafkan Ayah kan? Gimana kalau besok kita ke makam Ibu? Kau rindu pada ibumu kan?" tanay Samuel, Ayah Pinka dnegan lembut. Pinka hanya menatap makanan dan minuman itu dengan rasa ingin sekali. Perutnya memang lapar dan tenggorokannya kering ingin sekali minum agar hilang rasa hausnya. Samuel menatap Pinka yang masih menyandarkan tubuhnya di dinding kayu dan sesekali kedua matanya memandang jauh ke arah luar jendela. Pinka ingin bebas dari sini, dan mencari kehidupan yang lebih baik di bandingkan harus menjadi w************n versi orang banyak yang memandangnya. Rasanya hina di pandang seperti ini. Tangan Samuel mengusap air mata yang masih membasahi pipi mulus putrinya. "Kenapa kamu diam saja Pinka? Apa kamu tidak mau memaafkan Ayahmu?" tanya Samuel pada Pinka dengan penasaran. "Tidak ada alasan bagi seorang anak tidak memaafkan kesalahan Ayahnya dan begitu sebaliknya. Pinka mau cari kerjaan lain, Ayah," pinta Pinka tiba -tiba hingga membuat Samuel hanya bisa mengulum senyum. "Kau ingin pergi dari sini?" tanya Samuel lembut sambil merapikan rambut Pinka yang kusut. Pinka mengagguk kecil dengan tatapan sendu ke arah Samuel. "Kita pergi setelah ini. Tapi, minum dan makan dulu, biar kamu bertenaga. Aku kembali, makanan dan minuman ini harus habis," titah Samule pada putrinya. Ada rasa tak tega telah berbuat licik pada putrinya sendiri. Tapi, mau bagaimana lagi. Nasi sudah menjadi bubur dan keadaan yang mendesak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD