Bab 9. Permainan

1125 Words
"Dia belum sembuh sepenuhnya, Mrs. Walt. Tolong, jangan memberinya pernikahan saat ini!" Di dalam mobil yang membawanya kembali ke mansionnya, Beverly sibuk memijat pelipisnya untuk meredakan rasa pusing pada kepalanya karena ucapan Eric padanya. Ia tahu kalau ia tidak seharusnya memaksa Jillian, tapi jika ia tidak menikahkan Jillian dengan Nick sekarang— saat Jillian benar-benar sembuh, wanita itu tidak mungkin akan bersedia menikahi putra bungsunya. "Aku harus berbicara pada Adam, agar dia segera mendesak Jhon dan juga Nick," gumamnya. *** "Apa yang kau lakukan?!" bentak Jhon, pada Jillian yang tengah termangu menatap dirinya. Siang ini, Adam menghubungi Jhon dan memintanya untuk menjenguk Jillian sekaligus menasehati putrinya itu agar bersedia menerima perjodohannya dengan Nick. Namun, ketika Jhon tiba di vila ini beberapa saat yang lalu— ia justru mendapati Jillian dalam keadaan yang sangat mengenaskan. Putrinya itu berada di atas kursi roda, tatapannya kosong. Tetapi Jhon tahu bahwa seperti inilah Jillian. Di rumah mereka Jillian juga tidak terlalu banyak bicara dan selalu tampak tertekan. Hubungan Jillian dan Laura memang tidak begitu baik, dan Jhon juga tidak pernah memberikan kasih sayang yang sepantasnya pada putrinya ini. Sekarang, kondisi Jillian lebih buruk lagi. Entah apa yang sedang dimainkan oleh putrinya ini. Padahal sebelumnya Jillian sempat menolak untuk dijodohkan pada Mike, lalu mengapa sekarang putrinya ini justru bertingkah seakan dunianya menjadi hancur setelah Mike menghilang? "Tuan Bernard, tolong jaga intonasi suara Anda." Eric mencoba mengingatkan Jhon akan kondisi Jillian, namun pria paruh baya itu malah mendengus gusar. Membuat ia merasa kasihan pada Jillian. Jhon sama sekali tidak ingin menanggapi ucapan pria yang tengah berdiri di belakang putrinya itu. Ia hanya terus menatap Jillian dengan wajah gemas. "Jill, ketika Ayah memintamu untuk menikah dengan Mike— bukankah Ayah sudah menjelaskan padamu kalau Ayah melakukannya demi keluarga kita? Sekarang Mike telah pergi, Adam dan Beverly juga telah bersedia untuk menikahkanmu dengan putra bungsunya, Nick. Dia adalah Pimpinan dari bisnis keluarganya, dengan menikahinya kau juga akan membantu bisnis Ayah. Tetapi mengapa kau ... menjadi seperti ini?!" gerutu Jhon. "Tuan Bernard." Jhon mengangkat tangannya, memberi isyarat agar Eric tidak terus mencampuri urusannya dengan putrinya. Tingkah Jhon itu membuat hati Eric menjadi geram, ketegasannya sebagai pria juga seakan dipertanyakan jika ia tidak bisa melindungi pasiennya sendiri. "Anda tidak akan menyelesaikan masalah dengan memaksanya, Tuan Bernard. Seharusnya Anda bisa melihat sendiri jika kondisi Nyonya Jill tidak sedang baik-baik saja," imbuh Eric, mengabaikan isyarat yang diberikan Jhon padanya. Jhon mengalihkan pandangannya pada pria itu, menatap Eric dengan tajam dan raut wajah yang menunjukkan ia merasa sangat terganggu dengan campur tangan pria itu. "Kau hanya seseorang yang disewa untuk menyembuhkannya," lontarnya pada Eric sembari menunjuk Jillian. Lelah mendengar pertikaian yang terjadi antara Ayahnya dan Eric, Jillian akhirnya membuka mulutnya. "Sampai kapan Ayah ingin melakukan hal ini padaku?" suaranya terdengar bergetar, menggambarkan kemarahan yang ia rasakan di dalam hatinya. Sebelum ia mengenal Mike, Jillian mungkin akan terus mematuhi keinginan Ayahnya. Tapi sekarang, ia sudah merasa sangat lelah. Ia lelah selalu ditekan oleh Ayahnya dan juga Ibu tirinya. Ia juga lelah karena terus-menerus merindukan Mike. Ia, benar-benar merasa sangat lelah pada takdir yang tidak pernah berpihak padanya. Ibu yang menyayanginya meninggal karena sakit saat Jillian masih berusia lima tahun. Sejak saat itu ia diambil oleh Ayahnya. Alih-alih mendapatkan kasih sayang, Jillian justru selalu diperlakukan layaknya barang yang tidak berguna. Pakaian yang dibelikan untuknya hanya pakaian murah, dan ia baru mendapatkan gantinya setelah pakaian yang ia pakai tidak lagi layak untuk digunakan. Dan Laura, Ibu tirinya itu hanya selalu bersikap baik padanya di hadapan Kakeknya. Di belakang Kakek Bernard, Laura terkadang memperlakukan Jillian layaknya seorang pelayan. "Hal ini? Apa maksudmu?" Jhon melemparkan pandangannya pada putrinya dengan kedua alis yang saling bertautan. "Aku pikir Ayah sudah mengerti apa yang aku bicarakan," lontar Jillian datar, bahkan tatapan matanya yang selalu tampak kosong— kini menyiratkan amarah yang selalu tertahan belasan tahun ini. Di belakang Jillian, Eric tentu saja terkejut mendengar emosi dalam nada suara Jillian. Ia tidak pernah menduga jika wanita ini yang sejak kemarin selalu terlihat depresi dan seolah tidak menyadari lingkungan sekitarnya ternyata memiliki kesadaran penuh. Jillian sama sekali tidak sakit, mentalnya tidak terganggu. Dia hanya membiarkan kesedihannya tetap bertahan, lalu sengaja mengurung dirinya di dalam sangkar traumanya sendiri. Jillian sehat, wanita ini baik-baik saja! "Jadi kini kau menyesal telah membantu Ayahmu sendiri?! Apa kau tidak sadar tanpa Ayah kau tidak akan pernah hadir di dunia ini?! Jika Ayah tidak mengambilmu setelah kepergian Ibumu, bukankah kau hanya akan menjadi pengemis di luar sana?!" teriak Jhon dengan tubuh bergetar karena emosi. "Lalu apa yang Ayah inginkan? Haruskah aku mengembalikan nyawaku ini pada Ayah terlebih dahulu baru Ayah akan merasa puas?" lirih Jillian. "Jillian Bernard ...!" hardik Jhon. Jillian menggeleng pelan, "Namaku Jillian Rose, sampai kapanpun aku tidak mungkin akan menjadi Bernard bagi Ayah." Jhon mengepalkan kedua tangannya dengan keras hingga buku-buku tangannya terlihat memutih. Pria itu juga tampak seakan hampir meledak dalam kemarahannya. Dan Eric yang menyaksikan apa yang Jhon lakukan itu, segera maju ke hadapan Jillian. Bersikap siaga jika Jhon ingin melukai putrinya itu. "Kau ... tidak peduli apapun yang sedang kau mainkan sekarang, kau tetap harus menikah dengan Nick Walt!" pungkas Jhon, ia kemudian pergi meninggalkan vila dengan wajah menghitam usai berteriak pada Jillian. Eric segera memerintahkan perawat wanita yang bertugas bersamanya untuk merawat Jillian agar menutup pintu vila dan tidak lagi membiarkan seorangpun masuk ke dalam vila. Baginya, Jillian sudah cukup merasakan tekanan hari ini, dan Eric tidak ingin lagi menambahkan kesedihan pada wanita cantik ini. Sepeninggal sang perawat wanita, Eric membalikkan tubuhnya menghadap Jillian. Dan seperti sebelumnya, wanita itu kini sedang menatap keluar jendela dengan tatapan kosong. Ia tidak tahu apa yang Jillian harapkan dari perbuatannya itu, dan mengapa Jillian sengaja membiarkan orang lain menganggap bahwa dirinya sudah gila? Meski banyak pertanyaan berkecamuk di dalam batin Eric, ia sama sekali tidak ingin mengganggu Jillian. Ia membebaskan Jillian untuk melakukan apapun yang ingin wanita itu lakukan. "Nyonya Walt, apakah Anda ingin agar aku memindahkan kursi roda Anda ke samping jendela?" Jillian hanya diam, tanpa melepaskan pandangannya dari pesisir pantai. Seakan mengerti, Eric pun melangkah ke belakang wanita itu dan mulai mendorong kursi roda Jillian. Membawa wanita itu ke tempat di mana Jillian bisa lebih leluasa mengamati pesisir pantai. "Aku tidak mengerti mengapa Anda sampai berbuat sejauh ini," celetuknya. "Tapi mendengar apa yang Anda katakan tadi kepada Ayah Anda, aku pikir Anda sudah tidak lagi memerlukan bantuanku," imbuhnya. Sesaat, suasana menjadi hening. Namun Eric tidak lagi mengatakan apapun, hanya menemani Jillian yang kembali membisu. "Tetaplah di sini," akhirnya Jillian membuka mulutnya. "Jangan biarkan mereka sampai menyadari jika aku baik-baik saja," ujarnya sambil mendongak dan menatap ke wajah Eric. Eric tertegun, di matanya Jillian tampak cantik dengan netranya yang menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Setelah ia mampu mengatasi rasa terkejutnya, Eric pun menyunggingkan senyum tipis di bibirnya. "Sesuai perintah Anda, Nyonya Walt."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD