Sergei tiba dirumahku sehari setelah kakak. Pria itu nampak bingung, dan sedikit banyak juga bersyukur. Entahlah perpaduan semua ekspresi diwajahnya melebur jadi satu hingga aku sendiri tak bisa dengan baik mendeskripsikan apa yang sesungguhnya dia rasakan. “Si bodoh ini. Kakakmu tidak melakukan sesuatu yang menyulitkanmu kan ?” pertanyaan itu adalah kalimat pembuka baginya saat menatap kakakku yang terlihat baik-baik saja mengunyah sarapannya. Dia menatap Sergei dengan mata yang nyalak. Aku tersenyum pada keduanya. “Kak Sergei duduk ikutlah sarapan dengan kami terlalu pagi bagi kalian untuk terlibat perkelahian. Isi dulu tenagamu karena kurasa kau kelelahan.” Balasku yang dianggukan olehnya sebagai tanda persetujuan. Kemudian menatap kakakku balik dengan pandangan meremehkan. “Begitula