Petya

2720 Words
Blitz kamera menerpa seluruh tubuhnya. Berbagai pose, bermacam ekspresi sukses perempuan itu lakukan tanpa cela. Detik berikutnya sang photografer berseru senang. Sebab hasil foto yang dia dapatkan lebih dari yang dia harapkan. "Kerja bagus Petya." Yang dipuji mengangguk senang. Pekerjaannya memang selalu memabukan. Dan lagi tubuhnya yang sempurna sangat elok untuk dia perlihatkan dengan penuh percaya diri. Tema pemotretan memang baru pertama kali dia lakoni. Tema dewasa yang tentu saja menantang, pun sepadan dengan sallary yang dia dapatkan. "Thank's.." Sedetik kemudian asistennya mendekat sembari menutup tubuhnya dengan jaket bulu tebal. Tentu saja, setelah berjam jam memamerkan tubuhnya yang hanya berbungkus bikini. Petya sangat kedinginan sekarang. Tapi sekali lagi professionalitas membuatnya bisa menahan semua itu. "Mau kopi ?" Sang asisten menawarkan kopi, dan langsung saja kopi itu berpindah tangan. Dia menyeruputnya dengan nikmat. Sampai kemudian suara dering telepon. Nama yang tertera disana Aghta. Nama yang lama tak dia jumpai sejak perempuan itu terjun dalam dunia bisnis dan sukses menikah dengan putra penguasa bisnis di Living Well. "Halo.." Petya menjawab sambungan telepon dari sebrang sana. Suara perempuan itu masih tegas dan kharismatik persis seperti yang dia kenal. "Apa keuntungan yang bisa kudapatkan ?" Petya sedikit mengerutkan alis, hingga kemudian dia tersenyim sumringah. "Oke. Setuju." "Ada hal bagus Nona Petya ?" "Aku dikontrak oleh perusahaan temanku. Kurasa ini adalah awal keemasan dalam perjalanan karirku." "Benarkah ? Tapi kurasa bukan cuma itu." "Your b***h! Selalu saja kau bisa membaca diriku." "Lalu apa bagian terbaiknya ?" "Investornya Sir Kharald pria eksotik tampan dan kaya." "Ah.. kau beruntung sekali Nona Petya."   *** Sepekan berada dirumah orangtuaku. Beban di pundakku bisa sedikit menguap. Aku kembali pada rutinitas. Melanjutkan project yang sempat tertunda. Selepas menghubungi Petya aku menghela napas lega, seperti yang kuduga satu hal yang bisa memancing perempuan itu hanyalah pria. Berbeda dengan Roselind yang dingin pada pria, Petya berbeda. Dia tipikal wanita yang senang dengan perhatian para pria padanya. Dia adalah bintang kampus saat kami kuliah dulu. Roselind terkenal dalam bidang olahraga dan aku dibidang akademik. Kami trio yang cukup menggemparkan pada masanya. Meski begitu yang paling menikmati popularitas adalah Petya. Dan berhubung ini proyek yang mencari perhatian publik. Tentu saja aku akan menggunakan Petya yang notabene memiliki aura bintang dan haus akan atensi semua orang. Mungkin aku harus menghubungi Roselind juga supaya bisa melakukan reuni kecil-kecilan.   "Bu Direktur, Sir Kharald ada diluar. Dia bilang ingin bertemu." Leivh membuatku sedikit tersentak dari lamunanku. Aku menatapnya lurus kemudian mengangguk. Pemuda itu dengan cekatan paham maksudku kemudian mempersilahkan sang subjek untuk masuk dalam ruanganku.   "Selamat datang Sir. Mari duduk." Aku mempersilahkan pria itu duduk di sofa tamu. Beberapa menit kemudian Leivh datang dengan nampan berisi kopi dan beberapa kudapan manis sebagai cemilan pengisi ruang pembicaraan kami. Aku kemudian memberi isyarat pada Leivh untuk meninggalkan kami berdua. Sebab dari yang aku pelajari. Sosok Sir Kharald tidak suka ada orang ketiga dalam pembicaraan yang bersifat rahasia dan penting. Khususnya soal bisnis.   "Jadi hari ini kau akan mempertemukanku dengan bintang iklanmu ?" Aku mengangguk. Seperti biasa pula laki-laki itu selalu to the point. Dan jujur dia bisa memudahkanku mencapai sebuah kesepakatan tanpa harus berbelit-belit. Dia benar-benar rekan bisnis yang sempurna meskipun kebanyakan mencap nya sebagai kolega paling sulit ditaklukan.   "Betul sekali, dia sedang dalam perjalanan. Mohon maafkan dia." Aku khawatir keterlambatan Petya akan berpengaruh besar pada penilaian Sir Kharald padanya. Dia sangat konsisten dan tepat waktu.   "Tidak perlu khawatir, aku sengaja datang lebih awal dari perjanjian kita." Iya benar, dia datang terlalu awal. Masih ada dua puluh menit sebelum tujuan utama pertemuan dikemukakan. Dan dalam situasi ini aku merasa canggung dan bingung. Pembicaraan soal bisnis dengannya sudah usai beberapa waktu lalu. Aku hampir tak bisa memikirkan topik yang sesuai sebagai pengisi waktu.   "Apa kau tegang karena aku ?" Apa ? Apa raut wajahku bisa semudah itu terbaca ? Padahal biasanya aku dengan kuatnya memasang wajah stoic dan orang-orang akan berpikir lebih dahulu untuk menebak apa yang aku rasakan dan pikirkan.   "Tidak Sir, saat ini kita berada dalam posisi yang sama." Dia menarik seulas senyum dalam wajahnya. Pria itu sedang mencelaku atau puas dengan ujaranku ?   "Kudengar beberapa hari lagi kau berulang tahun." Aku sempat terkejut, dan memutar otakku untuk mengingat hari apa, tanggal berapa, saat ini untuk bisa menyesuaikan obrolan dengannya. Dan ya, benar. Pria itu tahu tentang ulang tahunku. Bagaimana bisa ? Kurasa aku belum pernah membicarakan soal itu tentangnya.   "Ah.. benar.." Aku sedikit bergumam padanya. Ini baru pertama kali terjadi. Seorang investor yang berusaha menjalin kedekatan denganku. Meski aku tahu bila biasanya akhir dari keramah tamahan ini harus sedikit diwaspadai.   "Kurasa ini sedikit awal. Tapi kuharap bisa berguna." Pria itu mengulurkan sebuah kotak kecil padaku. Kotak tersebut telah terbungkus rapi dengan sampul merah. Aku menerimanya dengan canggung. Dan pria itu tersenyum kembali.   "Kau sangat ramah. Kupikir kau membenciku." Aku melihat bagaimana pria itu bereaksi. Namun tidak ada yang terjadi selain sunggingan senyumnya.   "Ya aku membencimu karena kau bisa tegas pada pekerjaan tapi tidak dalam hal pribadi. Aku pikir kau sangat bodoh hingga membiarkan begitu saja suamimu bersenang-senang dengan perempuan lain." Kupikir dia cukup blak blakan sekarang.   "Ah.."   "Kau musuh yang seharusnya kubenci. Tapi aku tak bisa. Ini memusingkan."   "?"   "Aghta my lovely Bestieee.." Selepas perkataan Sir Kharald yang menggantung, Petya datang dengan kehebohannya membuat kami yang berada diruangan terkejut karena fokus obrolan kami cukup serius beberapa detik lalu. Terutama Sir Kharald, dia menatap Petya dengan pandangan cukup sinis. Seperti pandangannya padaku dipertemuan pertama kami.   "Oopss.. apa aku baru saja melakukan kesalahan ?" Sir Kharald tidak berkomentar, dia hanya menghela napasnya saja. Seolah menyerahkan jawaban terbaik padaku.   "Aku harap kedepannya kamu bisa membedakan setiap situasi Petya, aku tidak masalah dengan tindakanmu. Tapi kurasa itu kurang bisa diterima oleh Sir Kharald." Sediplomatis mungkin aku berujar, meskipun tentu saja dalam lubuk hati terdalam aku merada tak enak pada Petya yang notabene adalah sahabatku. Tapi kurasa Petya tidak akan keberatan dengan teguran dariku. Toh, dia sudah hafal perangaiku. Terbukti kemudian dia membungkuk pada kami secara otomatis. Aku merasa lega sekaligus bangga.   "Mohon maafkan ketidaksopanan saya, saya harap tindakan saya tidak akan mempengaruhi kerjasama yang akan terjalin kedepannya."   "Tidak masalah, kurasa aku memang harus mulai membiasakan diri dengan orang-orang terdekat Miss Aghta." Sir kharald memang tenang, namun pembawaannya yang kaku membuatku tersindir dengan kata-katanya. Apa dia sejenis manusia dengan kepribadian ganda ?   Aku bedehem sesaat dan mulai mengajak Petya untuk bergabung dalam obrolanku dengan Sir Kharald. Tentang kontrak, tentang keuangan, juga tentang pakaian yang akan digunakan dalam media promosi.   "Karena waktu yang terbatas dan rancangan kami yang cukup banyak akan lebih baik jika kita mempromosikan yang terbaik. Sisanya kita gunakan media lain untuk penjualan seperti fashion show dan melakukan pelelangan disana."   "Maksudmu kau hanya akan memproduksi yang paling bagus dan mengesampingkan karya lain yang sudah susah payah dibuat karyawanmu ?"   "Tidak bukan seperti itu, produk fashion yang akan kami pasarkan melalui fashion show tidaklah berbentuk pemasaran secara massal. Namun kami berupaya memamerkan hasil kerja keras kami dengan memproduksi hanya beberapa macam saja. Untuk yang menggunakan media promosi iklan kami akan memproduksinya dengan cukup banyak. Modelnya sendiri adalah jenis busana simple yang bisa digunakan sehari-hari namun tentu saja tetap modis."   "Kau ingin membuang-buang uangku."   "Tidak Sir, aku yakin strategi marketing kami dapat dipertanggungjawbkan."   "Berapa banyak yang bisa kau janjikan sebagai keuntungan."   "Tujuh puluh persen, ah tidak sembilan puluh persen."   "Kemana perginya sepuluh persen lagi ?"   "Sepuluh persennya lagi adalah situasi dan kondisi yang harus kita waspadai."   Sir Kharald tersenyum puas. Seolah terkesan padaku sebagai rekan bisnis. Dengan jaminan setinggi itu, Sir Kharald berlalu begitu saja, menyisakan aku dan Petya dalam ruangan. Petya nampak sedikit menahan napas ketika pria berkulit eksotik tersebut benar-benar menghilang dari pandangan.   "Apa dia Sir Kharald yang banyak dibicarakan itu ?" Petya kembali pada dirinya yang biasa. Aku menanggapinya dengan senyum.   "Ya."   "Seksi sekali. Hey.. bagaimana caramu bersikap begitu dingin pada pria hot macam dia ? Kau jadi munafik karena suamimu ya ?"   Perangai Petya sungguh tak bisa dikontrol. Dia selalu blak blakan dan tidak tahu situasi. Jika aku tak mengenalnya mungkin sudah kubungkam mulutnya itu. Tapi karena dia sahabatku aku sudah tak heran dengan tingkah negatifnya.   "Kau tidak keberatan kan jika aku memangsanya ?"   Alisku sedikit tertaut. Aku sudah tahu bagaimana kisah cintanya sejauh ini. Jika dia melakukannya dengan Sir Kharald itu bukanlah sebuah ide bagus. Dia tak mau relasi yang sudah terjalin hancur lebur gara-gara Petya menggodanya.   "Lakukan semaumu. Tapi tolong tahan hingga proyeknya selesai."   "Siap Ma'am."     ***   Sir Kharald adalah target yang sudah dia damba. Petya tak pernah sedikitpun membuang waktu untuk melepaskan pria itu dari sisinya. Meskipun jelas jelas Sir Kharald berusaha menghindar darinya. Tapi justru karena itulah Petya merasa dia tertantang untuk menaklukan hatinya. Kala itu Petya dengan baik pasang telinga. Dia duduk disamping Sir Kharald. Kedua kakinya yang panjang tersilang dengan tangan yang sibuk dengan ponselnya dan tangan yang lain memegang sebatang rokok. Sesekali Petya menghisap rokok miliknya dengan gaya bak perokok profesional sembari sesekali melirik kearah Sir Kharald. Memberi senyum menggoda pula tanpa sekalipun merasa malu. Sir Kharald menghembuskan napas jengkel. Sebetulnya dia memang sangat membutuhkan rokok saat ini. Namun dia masih bisa menempatkan diri sesuai dengan kondisi, tidak seperti perempuan ini. Sir Kharald bisa menilai dalam sekali pertemuan mereka saat meeting, jika perempuan ini adalah jenis perempuan murahan. Dia menyesal mengiyakan rekomentasi dari Aghta padanya. Dia pikir perempuan ini memiliki karakter yang tak berbeda jauh, karena mereka bersahabat. Nyatanya tidak. Penampilannya saat ini pun sudah membuktikan jika penilaiannya benar. Rok super pendek dengan atasan kemeja yang sengaja dua kancing atasnya tak dikancingkan. Seolah memang dibuat seperti itu untuk menggodanya. Hanya perempuan murahan yang berani berpenampilan seperti itu. Dan jujur dirinya sudah malas meladeni tipikal perempuan seperti itu. “Selamat malam Sir Kharald..” perempuan itu kembali berusaha memancing atensinya. Kali ini upayanya adalah mengajak bicara. Mungkin merasa jika godaan tanpa kata tadi tak memberi hasil sepadan. Sir Kharald hanya sedikit melirik kearahnya sebentar, sebelum menjawab “Selamat malam..” dengan cueknya. Dia tak perlu berbasa basi lebih banyak pada perempuan itu. Karena nantinya pasti hanya akan merepotkan. “Jemputanku belum juga datang.” Katanya lagi dengan nada jengkel yang dibuat-buat. Sir Kharald tak merasa perlu berkomentar tentang itu. Sebab itu bukan urusannya. Jadi dirinya hanya diam. Dia justru lebih tertarik melirik arloji yang terpasang dia tangan kirinya. Pukul sembilan. Tapi sosok yang dia tunggu tak jua menampakan batang hidung. “Tidakkah kau akan mengantarku ? seperti manner seorang pria gentleman ?” tanyanya lagi secara tiba-tiba karena merasa tak mendapat respon yang diharapkan. “Untuk apa ?” “Jika seorang gadis menyinggung soal jemputannya seharusnya sebagai seorang pria kau menawarkan tumpangan padanya. Apa kau tidak tahu soal itu ?” Sir Kharald hanya menyunggingkan senyum mengejek. Mendengar perempuan itu mengoceh soal manner membuatnya terlihat lucu. Manner siapa yang sedang dia kritik ? Perempuan itu terlihat sangat kesal karena ekspresi bosan yang Sir Kharald berikan padanya. Mungkin dia tak terbiasa dengan pria yang tak memandangnya penuh nafsu seperti biasanya. “Mungkin, tapi aku yakin aku tak perlu berbuat sesuatu yang tak ingin kulakukan. Lagipula kita tak memiliki hubungan yang mewajibkanku mengantarkanmu pulang.”  Belum sempat Petya menimpali jawaban Sir Kharald yang tajam, sosok Aghta terlihat melewati keduanya. Dia tak begitu memperhatikan sekitar dan hanya berfokus pada ponselnya. Diikuti sekretaris pribadinya. Ekor mata Petya melihat ada ketidakberesan karena setelah Aghta berlalu didepannya Sir Kharald juga berdiri dan mengambil langkah menjauh darinya. Pria itu tak melakukan apa-apa selain berjalan menuju basement. Sangat aneh. Petya bisa mencium adanya kejanggalan. Kenapa usahanya bisa begitu tak bernilai namun ketika Aghta melewati mereka tanpa menyapa. Sir Kharald bisa langsung begitu fokus pada sosoknya ? Petya menggigit jarinya. Kesal dengan situasi yang kini tak berpihak padanya. *** “Sudah kubilang jangan menungguku. Tindakanmu bisa membuat oranglain salah paham.” Aku berkomentar pada sosok Leivh yang mengekor dibelakangku seperti seorang anak ayam. Dia tertawa dengan apa yang kukatakan seolah peringatan seriusku hanya omong kosong. Pemuda itu hanya mengedikan bahu tak peduli. “Jika Bu Direktur kubiarkan. Nanti anda malah akan stress lagi.” Saat itu aku baru saja membawa langkahku, suasana kantor seperti biasa sudah sepi. Dan entah mengapa aku sudah mulai terbiasa dengan kehadiran Leivh disisiku. Pria itu cerewet dan selalu punya banyak hal untuk dikatakan. Dia memang teman yang sempurna untuk menghilangkan penat. Juga lawan bicara yang menarik. “Kenapa kau yakin sekali ?” “Karena Bu Direktur membutuhkan teman bicara seperti saya.” Baru saja kupikirkan dia mengatakan apa yang aku sembunyikan. Pintar sekali. Seolah dirinya mampu membaca apa yang tersembunyi. Sangat pandai membaca pikiran. Diam-diam aku tersenyum kecil. “Percaya dirimu tinggi ya.” Leivh tersenyum pula, sepertinya senyumku tertular padanya. Apa benar ? entahlah aku mengabaikannya dulu untuk sementara. Aku dan dia kini berdiri di lift. Aku memencet angka satu. Lantai dasar yang akan mengantarkanku ke tempat peristirahatan meski sebelum itu aku perlu mengemudi. “Bu Direktur pulang sendiri ?” Aku melirik pada Leivh yang mengalihkan padangannya. Dia sedikit tersipu. Mungkin tak menyangka jika mulutnnya mengatakan soal perkara pulang seperti ini. “Kenapa tidak ?” Aku malah membalasnya dengan tanya yang sudah pasti. Tentu saja aku akan pulang sendiri. Sebelumnya aku sudah terlalu banyak merepotkan Sir Boris. Aku tak ingin melakukannya lagi. pria itu sudah terlalu banyak berbuat baik padaku. Aku tak mau membebankannya lagi dengan menyuruhnya menjemputku. Jika dipikir usianya sekarang memang sudah seharusnya dipergunakan untuk istirahat. “Biarkan aku yang mengantar ya.” Tergesa-gesa, Leivh berkata. Dia kemudian menyembunyikan wajahnya dengan sebelah tangan. Aku bisa melihat telinganya memerah. Dia sepertinya sedang bersikeras mendapatkan kesan baik dariku. Meski artinya dia harus mengatakan sesuatu yang bisa menyebabkan kesalahpahaman seperti sekarang. “Tidak perlu. Pulang saja.” “Tapi saya khawatir, anda sudah bekerja sejak pagi. Tubuh anda mungkin sudah kelelahan.” “Leivh, biar kupertegas. Kau bersamaku saat ini hanya berkewajiban sebatas menjadi sekretaris pribadiku saja. Urusan kesehatan dan pulangku itu diluar kewajibanmu. Kumohon mengertilah.” Aku menjawabnya dengan tegas. Aku sudah cukup lelah dengan skandal yang dibuat suamiku. Aku tak ingin menambahnya dengan kedekatanku sekarang dengan Leivh. Meski kami tak memiliki hubungan yang dekat seperti Grigorii dan gundiknya. Namun apa yang orang lain lihat dan simpulkan tidak akan bisa sesuai dengan kenyataanya. Karena itu daripada harus menyebabkan kesalahpahaman aku lebih memilih menjaga batas teritoriku. Dengan begitu aku tak perlu berurusan dengan mulut manusia yang bisa dengan mudah berkoar tanpa tahu kebenaran. “Baiklah Bu Direktur, maaf saya sudah bersikap kurang ajar pada anda.” Nada suara pemuda itu melemah, penolakan dariku sepertinya membuat mentalnya sedikit down. Tapi setidaknya dengan begitu dia akan tahu batasan dan tak akan berani melampaui itu. Denting lift membuat kami menoleh kearah yang sama. Begitu terbuka aku segera mengambil langkahku lebar-lebar. Begitupun Leivh yang sudah berdiri agak jauh meski dia masih mengikutiku. Aku segera menyibukan diri dengan ponselku. Namun meski begitu, aku bisa melihat adanya eksistensi lain disebrang sana. Sir Kharald dan Petya sedang duduk ditempat yang sama. Aku tak begitu ambil pusing. Itu bukan urusanku. Seperti yang dia katakan sebelumnya dia sudah bertekad menjadikan Sir Kharald target dan tidak mustahil baginya menaklukan pria itu. Aku tak menyapa mereka dan memilih mengabaikan. Ketika aku berhasil mencapai basement sosok Leivh sudah menghilang dari belakangku. Aku bernapas lega. Pria itu ternyata menurut pada perkataanku. Setidaknya kecemasanku akan timbulnya isu tak sedap bisa teratasi sedikit. Aku menarik pintu mobil setelah membuka kuncinya, Namun sebelum aku memasukinya yang aku takjubkan adalah adanya eksistensi lain yang mencoba menghentikan diriku memasuki mobil. Dia Sir Kharald. Aku mengerjapkan mataku sebelum sadar sepenuhnya. Pria itu tak berkata apapun. Aku yang sudah mencerna situasi kemudian menutup pintu mobilku. Berdiri menghadapnya dengan tanda tanya. “Apa ada sesuatu yang anda butuhkan ?” Pria itu terkesiap, matanya yang serius berubah menjadi ekspresi kebingungan. Dia menggaruk belakang lehernya kemudian berdehem. “Maafkan aku, tapi ada beberapa hal yang ingin aku tanyakan.” “Ini sudah cukup malam bagi kita untuk membicarakan soal bisnis Sir, apa sangat mendesak sampai tidak bisa menundanya hingga besok ?” “Itu karena aku tak bisa menunggunya..” Aku tak bisa mendengar bisikan yang dia ujarkan, pria itu terlihat aneh hari ini. Dia banyak melakukan hal yang diluar kebiasaannya. Tidak seperti sosoknya diawal kami bertemu. “Apa ?” “Maaf, jika aku menganggumu. Kurasa ya, mungkin kita bisa membicarakannya besok. Selamat malam.” Pria itu meninggalkanku tanpa penjelasan yang bisa aku mengerti. Tapi aku tak mau ambil pusing. Aku kembali menarik pintu mobilku dan masuk kedalamnya. Kemudian mengemudikannya segera. Aku butuh tempat tidur sekarang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD