Chapter 30

2359 Words
"Oh, akhirnya kalian sudah kembali." sambut Hill Yustard di meja makan, tersenyum ramah pada Yuna dan Zapar yang pulang ke rumahnya. Walau Hill menunjukkan keramahtamahan, Yuna maupun Zapar masih tidak bisa melupakan kejadian di puncak pohon, sungguh, mereka berdua masih terkejut, itulah alasan mengapa mereka kembali dengan wajah muram. "Lupakan saja segala hal yang telah terjadi, kalian tidak perlu memikirkannya. Jadi, mari kita lanjutkan makan-makannya lagi, Yuna, Zapar?" "Emm.. Hill," ucap Yuna dengan melirik ke samping, tidak berani melihat muka Hill. "Bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?" "Mengenai?" balas Hill dengan cepat, menatap lekat-lekat wajah Yuna yang terlihat gugup, oh, dia mulai mengerti gerak-gerik gadis di depannya. "Apakah kalian tidak nyaman bersamaku? Dan ingin pergi meninggalkanku? Bukankah kita bertiga akan mencari Raiga bersama-sama? Kurasa kita sudah berjanji akan hal ini, kan?" kata Hill Yustard dengan menghembuskan napasnya, dia jadi agak sedih jika Yuna dan Zapar pergi meninggalkannya. "Itulah mengapa kubilang tidak ingin merepotkanmu lagi, Hill," sambung Yuna dengan nada yang gelisah. "Kupikir, sebaiknya kau tidak perlu membahayakan dirimu sendiri untuk mencari sahabat kami, lagi pula, selama ini, kau sudah sangat baik pada kami, dengan memperbolehkan kami tinggal di rumahmu dan menyantap makanan buatanmu, kami benar-benar berterima kasih padamu. Jadi, kupikir, kau tidak usah meninggalkan Desa Kronic--rumah barumu--hanya untuk mencari keberadaan orang asing yang bahkan tidak kau kenal sama sekali." Mendengar perkataan Yuna, entah mengapa, hati Hill Yustard terasa tercabik-cabik, dia sangat tersentak, ini bukanlah yang dia inginkan. Padahal Hill sudah membayangkan bagaimana serunya berpetualang bersama Yuna dan Zapar--teman barunya--untuk mencari sahabat mereka berdua, tapi mengapa berakhir seperti ini? Hill jadi sangat sedih, bahkan mereka pun sepertinya memutuskan untuk pergi meninggalkan rumahnya untuk lanjut melakukan pencarian tanpa dirinya. "Tidak boleh!" Hill reflek berdiri dari kursi makannya dan menggebrak meja, sampai piring-piring di atas meja terguncang sesaat. "Kalian tidak boleh pergi dari rumah ini! Kecuali jika kalian mengizinkanku untuk ikut!" Gigi-gigi Hill Yustard sampai bergelemetuk saking jengkelnya dan di hatinya, dia sedang berharap agar mereka mengizinkannya untuk ikut melakukan pencarian. Karena lelaki elf itu sudah lama ingin menjelajahi dunia, namun selalu terhalang oleh sesuatu, seperti tidak ada kawan, persediaan makanan, atau ongkos. Tapi dengan mereka, Hill bisa mengelilingi dunia Rebula tanpa memikirkan hal yang sepele, karena bersama mereka, dia bahagia. Zapar langsung memajukkan langkahnya untuk mendekati Hill yang sedang berapi-api, kemudian, malaikat berambut merah itu mencengkeram pundak lelaki elf dengan kedua tangannya. "Kawan! Jangan buat sahabatku mengulangi ucapannya, dia sudah mengatakannya dengan jelas, kan? Jadi, kumohon padamu, mengertilah! Dan juga, walau kami pergi meninggalkanmu, bukan berarti kita tidak bisa bertemu lagi! Aku yakin! Suatu saat, kita pasti akan berjumpa lagi!" Seketika, air mata mengalir dari kelopak mata Hill Yustard, menetes-netes hingga membasahi makanan yang tersaji di meja. Bibir lelaki elf itu bergetar, napasnya sampai terisak, saking sedihnya. "Ak-Aku... Aku tidak ingin kalian meninggalkanku seperti ayahku, ibuku, dan adik perempuanku! Cukup mereka saja yang meninggalkanku! Kalian... Jangan! Tapi mengapa? Kupikir kita akan terus bersama, aku sangat senang melihat kalian menyantap makananku dengan lahap, saat mengobrol di gua juga, bahkan... Saat bertarung melawan kalian! Itu semua, sangat menyenangkan!" Yuna terperanjat, dia tidak percaya Hill menangis tersedu-sedu di depannya, sementara Zapar hanya terdiam memandang hal itu. Perlahan-lahan, cengkeraman dari tangan Zapar di pundak Hill jadi melemas dan akhirnya terlepas. "Yun," kata Zapar dengan nada yang sangat dingin. "Mari kita lanjutkan perjalanan." Tanpa permisi, Zapar langsung membalikkan badannya, memunggungi Hill Yustard, lalu berjalan menuju pintu keluar, untuk meninggalkan lelaki elf yang sedang menangis di belakangnya. Yuna terkejut saat Zapar dengan hening melewatinya begitu saja, keluar dari rumah Hill Yustard, setelah dia mengatakan itu semua. Karena tidak mau ditinggal oleh sahabatnya, Yuna pun berencana memutarkan tubuhnya untuk keluar dari rumah tersebut. Namun, Hill Yustard langsung berlari menghampiri Yuna, dan kemudian, memeluk tubuh gadis itu dari belakang lalu membisikkan sesuatu,"Hati-hati dalam perjalanan dan tolong sampaikan salamku untuk Raiga, Yuna." Awalnya Yuna kaget saat Hill Yustard tiba-tiba memeluknya, tapi setelah mendengar kata-kata tersebut, dia tersenyum manis. "Jaga dirimu juga, Hill." Setelah mengucapkan pesan perpisahan, Yuna pun pamit dengan sopan pada Hill Yustard, sementara Zapar sedang menunggu keluarnya gadis malaikat itu dari pintu depan. "Ayo, Yun! Kita tinggalkan saja dia!" perintah Zapar dengan nada yang arogan pada Yuna, tanpa menatap wajah Hill Yustard. Mendengar itu, Yuna jadi penasaran pada sikap Zapar yang tiba-tiba jadi dingin begitu pada Hill Yustard, makanya, sebelum benar-benar pergi, gadis itu bertanya pada sahabatnya, "Mengapa kau tidak mengucapkan kata perpisahan pada Hill, Zapar?" "Aku tidak perlu melakukan hal bodoh seperti itu! Sudahlah! Ayo cepat! Yun!" sentak Zapar dengan mendecih pada Yuna. Lalu, mereka berdua pun, secara bersamaan mengaktifkan sayapnya masing-masing. Zapar dengan sayap merahnya, terlihat sangat jantan. Sementara Yuna dengan sayap putihnya, terlihat sangat suci. Dan mereka akhirnya mengepakkan sayapnya dan terbang meninggalkan Hill Yustard. "Hey Zapar!" Di atas awan, Yuna pun akhirnya mencoba untuk bertanya lagi pada Zapar karena perasaannya masih belum puas pada jawaban yang sahabatnya berikan. "Mengapa kau tidak mengucapkan kata-kata perpisahan pada Hill? Dan juga, ada apa dengan sikapmu yang tiba-tiba dingin begitu? Apa kau tidak suka melihat Hill menangis di depanmu?" "BODOH!" Untuk pertama kalinya, dalam hidup Yuna, ada seseorang yang membentaknya dengan sebutan 'bodoh', ia sampai terbelalak. Zapar yang terbang sedikit di depan Yuna, menolehkan pandangannya kepada gadis malaikat itu, dan tak sangka, ternyata wajah lelaki ceroboh itu kini sedang dibanjiri oleh air matanya sendiri. "KAU LIHAT!?MANA MUNGKIN AKU MENUNJUKKAN WAJAH BODOHKU YANG SEPERTI INI PADANYA! AKU TIDAK INGIN DIA MELIHATNYA!Itulah mengapa aku bersikap dingin padanya!" Melihat Zapar sedang berteriak-teriak dengan air mata yang membasahi wajahnya, membuat Yuna terkikik, "Ya ampun, jadi dari tadi kau menahannya? Sungguh, kau konyol sekali, Zapar!" Ternyata Zapar sama sekali tidak membenci Hill Yustard, dia bersikap dingin karena sedang menahan air matanya yang memberontak ingin keluar. Namun, saat Yuna sedang tertawa renyah di langit, seluruh tubuhnya tiba-tiba bercahaya, bukan hanya dirinya saja, Zapar pun mengalami hal yang sama. Membuat gelak tawa Yuna dan tangisan Zapar berhenti seketika karena saat ini mereka terkejut dengan fenomena aneh pada tubuhnya sekarang. "Tubuhku bercahaya! Yun! Tubuhmu juga! Ada apa ini? Kawan!" Zapar merentangan kedua lengannya di hadapannya, menyaksikan cahaya terang yang menyelimuti seluruh tubuhnya. "Aku juga tidak tahu! Tapi ini sangat keren! Cahaya ini membuat tubuhku jadi bersinar seperti sosok malaikat elit! Kyaa!" Yuna malah kegirangan melihat seluruh tubuhnya bersinar, dia sampai memeluk badannya sendiri saking gembiranya. Dan secara mengejutkan, sosok Zapar dan Yuna yang sedang terbang mengepakkan sayapnya masing-masing di atas awan jadi menghilang tertelan oleh cahaya itu, mereka lenyap dari dunia Rebula. *** Sementara itu, di Surga. "Hah.. Hah... Hah...," Napas Melios terengah-engah, dia terbaring di tanah, di depan rumah Yuna, bersama Norman dan Rey yang juga sedang melakukan hal yang sama, napas mereka berdua pun kembang-kempis. Mereka bertiga sama-sama terlentang di permukaan tanah, dengan keringat yang membasahi tubuh, serta kulit yang penuh dengan luka, setelah melakukan pertarungan sengit yang berakhir tanpa pemenang, karena ketiga belah pihak, sama-sama ambruk ke tanah. "Woi... bangsat...Aku... masih... belum... kalah!" Rey bersuara dengan napas tersengal-sengal, dia masih mempertahankan intonasi tajamnya pada lawannya. "Kau.. kira... aku... siapa?" balas Norman, dengan mulut engap-engapan, wajah tampannya sudah penuh dengan luka dan debu. "Kumohon... jangan... berkelahi." sahut Melios dengan bibir yang bergetar, dan pakaian yang compang-camping, karena dia telah berusaha melerai perkelahian antara Rey dengan Norman, walau pada akhirnya, dia pun ikut terkena pukulan dan hajaran sampai tubuhnya terluka. "HEY! KALIAN!" Tiba-tiba sebuah suara kakek-kakek terdengar dari kejauhan, ternyata itu berasal dari rumah Zelila Yuna Birikawa. Seorang kakek muncul dari sana dan melangkah menghampiri tiga bocah yang terkapar di jalan depan rumahnya. "ASTAGA NAGA! APA-APAAN KALIAN!? SAMPAI BABAK BELUR BEGITU!? KUPIKIR SUARA BUM! BUM! BUM! TADI HANYALAH ORANG ISENG YANG MEMAINKAN DRUM! TAPI TERNYATA! ITU SUARA PERKELAHIAN KALIAN! DASAR BOCAH-BOCAH BODOH! DAN KAU--REY!? MENGAPA KAU JUGA IKUT-IKUTAN!?" Melios terkejut, Norman tercengang, sementara Rey hanya mendecih, melihat kedatangan kakek tersebut yang kini memarahi mereka bertiga. Lalu, mereka pun diperintahkan untuk masuk ke dalam rumah sang kakek, yang merupakan tempat tinggal Yuna. Karena rumahnya sangat sempit dan jelek, membuat Norman sedikit jijik, dan dia terpaksa masuk ke rumah itu karena si kakek menyuruhnya. Mereka bertiga pun disuruh duduk di kursi kayu yang sudah rusak, sedangkan sang kakek masuk ke kamarnya untuk mencari sesuatu, dia melakukan hal itu dengan mulut yang masih mengomel, sampai akhirnya dia kembali dengan membawa sebuah wadah kotak yang berisi obat-obatan. Si kakek meletakkan wadah tersebut dengan kasar ke meja kayu di depan mereka, membuat Melios, Rey, dan Norman bergidik ketakutan. "Dasar g****k kalian! Berani-beraninya berkelahi di depan rumah orang! Dan kau juga Rey! Seharusnya kau bilang pada kakek jika sedang punya masalah dengan temanmu! Bukannya malah berkelahi!" Rey hanya menundukkan kepalanya, tidak membalas perkataan si kakek. Kemudian, si kakek yang memiliki kumis dan janggut putih tebal, mengambil sebuah botol berwarna merah, "Rentangkan tangan kalian di depanku! Cepat!" sentak si kakek pada Melios, Rey, dan Norman. Buru-buru, mereka langsung menuruti apa yang diperintahkan si kakek. Saat ketiga bocah itu sudah merentangkan tangannya, si kakek memijit-mijit pergelangan tangan mereka secara bergantian, lalu dia pun meneteskan cairan dari dalam botol yang digenggamnya pada luka-luka yang ada di tubuh Melios, Rey, dan Norman. Kemudian, setelah melakukan itu semua, secara lembut, si kakek mengusap-usap rambut mereka bertiga. "Jangan lakukan hal yang bodoh pada masa mudamu, nak! Kau akan menyesal jika terus melakukannya! Sekarang! Coba sebutkan nama kalian! Aku ingin dengar suara kalian!" Mendengar perintah itu, Melios langsung berseru, "Aku Guntara Melios Locky!" Norman pun ikut berteriak, "Aku Norman Bravery!" Sedangkan Rey hanya memasang wajah jengkel sambil bilang, "Kakek sudah tahu namaku, kan!?" "KAU JUGA! BODOH!" Rey kaget mendengar bentakan dari si kakek, lalu dengan terpaksa, dia pun ikut meneriaki nama lengkapnya, "Aku COSMO REY LEONARD!" Dan suara Rey lebih nyaring dari Melios dan Norman, membuat Si Kakek tersenyum melihatnya. Setelah mendengar teriakan-teriakan itu, si kakek berdiri tegak di hadapan mereka, menunjukkan dadanya yang gagah, walau sudah tua. "Karena kalian bertiga telah berkelahi di depan rumahku tanpa izin! Maka, aku sebagai sang pemilik rumah, menghukum kalian!" Bola mata Melios membesar karena kaget, "Kakek! Sebenarnya aku tidak berkelahi! Aku hanya melerai mereka berdua yang berkelahi di depanku!" "TAPI KAU JUGA IKUT MEMUKUL MEREKA DAN TERKENA HAJARAN JUGA, KAN!?" Dengan gugup, Melios menganggukkan kepalanya. "ITU TANDANYA KAU JUGA TERLIBAT DALAM PERKELAHIAN! DASAR g****k!" "Anu! Kakek! Saya juga sebenarnya tidak ada niatan untuk berkelahi, orang itu yang memulai duluan!" Norman menunjuk ke arah Rey dengan kesal. "Seharusnya hanya dia yang terkena hukuman!" "TAPI KAU JUGA IKUT MEMUKULNYA DAN TERKENA HAJARAN JUGA, KAN!?" Si kakek mengulangi ucapannya dengan intonasi yang tinggi, lalu Norman dengan gemetar, juga, menganggukkan kepalanya. "ITU TANDANYA KAU JUGA IKUT BERKELAHI! DASAR BODOH!" Kemudian, perhatian si kakek dialihkan ke Rey, merasa dipandangi, bocah berandal itu berkata, "Mengapa kau jadi memandangiku, Kek!?" "KUKIRA KAU JUGA AKAN BERTERIAK SEPERTI DUA BOCAH ITU!" Mendengar itu, Rey hanya mengangkat bahunya. "Aku bukan pengecut seperti mereka! Aku terima hukumanmu! Kek!" jawab Rey dengan tegas, membuat Melios dan Norman tersentak melihatnya, sementara si kakek tertawa mendengarnya. Dan akhirnya, mereka pun menjalani hukuman yang diberikan oleh si kakek, yaitu memijati punggung, tangan, dan kaki orang tua itu secara bergantian. Malang sekali nasib mereka. *** Di dunia Iblis. "Alexis, sudah cukup," pinta Jasper pada lelaki botak yang telah menghajar Raiga hingga membuat malaikat itu terpental menabrak tembok sampai retak. "Kau sudah melukainya, jadi, jangan memukulinya lagi, kau paham?" "Tapi, Jasper! Dia menghinaku!" Alexis memberontak dengan kepala botaknya yang memerah, saking kesalnya. "Alexisssss~ sudah-sudah, tenanglah," Esmeralda, gadis mungil yang tubuhnya sudah utuh, bersuara dari belakang Raiga. "Orang yang menghinamu ini, sudah ada di dekatku, jadi, kau tidak perlu menghajarnya lagi. Tenang saja! Jika dia menghinamu lagi, aku akan mengoyaknya sampai hancur, hihihi~" Raiga merinding seketika mendengar suara Esmeralda yang ada di belakangnya, ia pun melirik sedikit ke punggungnya, dan ternyata benar, gadis berambut merah muda itu, yang sebelumnya hancur lebur, telah kembali utuh seperti semula. "Jadi, kalian benar-benar abadi, ya?" Mendengar itu, Esmeralda tersenyum imut, "Tentu saja! Kami, Para Iblis Nirvana, adalah makhluk abadi! Hihihi!" Esmeralda mengatakan itu sambil mengusap-usap leher Raiga dengan lembut. "Apa hanya Nirvana saja yang abadi?" Raiga bertanya lagi agar rasa penasarannya terjawab, walau saat ini dia sedang ngeri lehernya disentuh oleh Esmeralda. "Tepat sekali," Kini yang bersuara adalah Marcello, lelaki tinggi berambut klimis yang angkuh. "Para Iblis selain kami, hanyalah gumpalan daging yang bakal membusuk!" Miroslava terkikik-kikik mendengar ucapan Marcello yang terkesan kejam, sampai menyebut iblis selain mereka hanyalah gumpalan daging, itu sangat lucu bagi wanita yang tubuhnya sangat menggoda itu. "Seperti biasanya, kata-katamu sangat sadis, Sayang," Lalu, Miroslava, menatap Raiga. "Meskipun begitu, Marcello sangat lembut jika berhadapan dengan Alexis, lho." "Jangan mengatakan hal yang tidak perlu! Miroslava!" bentak Marcello, tidak suka pada Miroslava yang membeberkan hal memalukan itu pada Raiga. "Hehehehe!" Jasper menyeringai mendengar ucapan rekan-rekannya, kemudian, dia memperhatikan Raiga dengan intens. "Bagaimana? Apa kau tertarik untuk bergabung bersama kami, di Nirvana, Kuruga Raiga Bolton?" "Hah?" Raiga menaikan alisnya. "Bergabung bersama kalian?" Secara mengejutkan, bola mata Raiga berubah warna dari hitam legam menjadi biru sempurna, kemudian, dia mengaktifkan sayap birunya yang gemerlap, khas Malaikat Pendendam. "Oho? Sepertinya kau membangkitkan kekuatan penuhmu, ya? Sang Malaikat Pendendam sudah bangun rupanya? Hehehe!" Jasper menyeringai bahagia menyaksikan Raiga yang berubah. Esmeralda langsung melompat ke teman-temannya, menjauhi Raiga yang auranya sudah berbeda. "Hiiii! Kuruga Raiga Bolton jadi terlihat mengerikan! Aku takuuuut!" jerit Esmeralda mengadu pada kawan-kawanya, tapi, seketika dia menyunggingkan senyumannya. "Ups, bercanda. Hihihi~" "Wah, wah, wah, aku harus menyiapkan diri untuk dirusak oleh bocah itu, uhhhh! Aku sudah tidak sabar! Kemarilah, Sayang!" Miroslava menjilati bibirnya sendiri sambil memandangi Raiga dengan penuh nafsu. "Hm! Kau pikir kau bisa mengalahkan kami yang merupakan Iblis-Iblis kuat di dunia ini? Jangan bodoh, melawan Esmeralda saja, sepertinya kau tak akan mampu!" ucap Marcello dengan kasar pada Raiga sambil menekan kaca matanya. "Cih," Alexis, Sang Iblis Pendiam, mendecih pada Raiga, dia punya kebencian yang besar pada malaikat tersebut. "Hancurlah kau." Raiga hanya tersenyum santai melihat Jasper, Esmeralda, Miroslava, Marcello, dan Alexis yang sedang berdiri di hadapannya dengan mengatakan hal-hal yang meremehkannya. Kemudian, bocah itu mengepakkan sayap birunya, dan terbang melesat ke arah para Iblis Nirvana. Namun, Tiba-tiba seluruh tubuh Raiga bersinar dan menghilang dari hadapan para iblis tersebut, membuat mereka semua terkejut. Akhirnya, sama dengan Yuna dan Zapar, Raiga lenyap dari dunia Iblis. Lalu, timbulah sebuah pertanyaan besar di sini, sebenarnya, cahaya apa itu? Sampai membuat Raiga, Yuna, Zapar menghilang? SEASON 3 TAMAT!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD