Chapter 6

1283 Words
Raiga tidak pernah tahu kalau ada seseorang yang sedang mengintipnya di balik pohon, sementara Yuna mendapatkan ide saat melihat sang pemilik buaya sedang berbincang-bincang dengan pengunjung lain, dan Zapar hari ini merasakan rasa sakit di daerah selangkangannya karena batang miliknya telah digigit oleh seekor anjing liar. *** "Permisi," Seseorang mengetuk pintu rumah Raiga, Felis yang notabanenya adalah Ibunya Raiga langsung segera membuka pintu mendengar suara pemuda di luar rumahnya, dia pikir itu pasti penagih utang, makanya Felis tegang ketika melihat wajah sang tamu. "Maaf Tante, jika saya menganggu, apa Raiga ada di dalam?" ucap laki-laki pendek berambut pirang itu dengan sopan pada Felis. Mendengar hal itu, Felis mencoba mengingat-ingat kemana perginya si b******k itu, ah maksudnya, Raiga anak kesayangannya. Dan setelah memakan waktu dua puluh menit, dia akhirnya ingat kalau peliharaannya telah pergi ke bumi, ah maksudnya, Raiga anak kesayangannya. "Raiga sedang menjalankan tugas dari sekolah untuk turun ke Bumi, apakah kau temannya Raiga?" Pemuda itu canggung saat Felis menebak dia temannya Raiga, entahlah, lelaki pirang itu kurang tahu apakah Raiga menganggapnya teman atau tidak. "Se-sepertinya begitu, mungkin aku temannya Raiga," mendengar jawaban bocah itu membuat Felis merasa aneh. "Aku tidak mengerti kenapa kau mengatakan hal itu dengan gagap, tapi syukurlah, aku kira Raiga tidak punya teman, soalnya dia sama sekali tidak pernah menceritakan apa-apa tentang teman-temannya, dia itu memang anak nakal, hahaha!" Felis mencoba mencairkan suasana dengan tertawa kecil, si pirang hanya tersenyum kaku. "Ngomong-ngomong, ada urusan apa kau kemari dan siapa namamu?" tanya Felis dengan sedikit tersenyum. "Aku kemari untuk memberikan buku Raiga yang tertinggal di sekolah kemarin," Pemuda itu memberikan buku cokelat milik Raiga yang dia bawa pada Felis. "Dan namaku Guntara Melios Locky, salam kenal, Tante." Felis meraih buku itu lalu kembali menatap Melios dengan ramah. "Wah, jadi begitu, maaf merepotkanmu, Raiga memang sering lupa soal ini, dan terima kasih ya telah membawakan buku ini, Melios." kata Felis dengan lembut. Kemudian, Melios dipersilakan untuk masuk dan duduk di ruang tamu rumah Raiga, Felis langsung ke dapur, menyiapkan minuman untuk Melios. Melios yang sendirian di ruang tamu hanya bisa memandang foto-foto yang tertempel di dinding, banyak sekali moment-moment lucu yang dipotret di sana, contohnya saat Raiga kecil memakan es krim sampai bibirnya belepotan, atau ketika Raiga pertama kali masuk SD dan yang lainnya. Melios sempat berpikir, apakah Raiga sakit hati karena ucapannya ketika dia menghalangi si rambut perak untuk pergi ke bumi. Aku benar-benar kelewatan. Maafkan aku, Raiga. *** Di tengah hutan, Raiga tidur-tiduran di bawah pohon yang rindang, tapi dia tidak sadar kalau ada seseorang yang sedang mengintip di balik pohon tersebut, dan penampilan dari si pengintip benar-benar mengerikan, rambutnya gimbal panjang, matanya merah menusuk, bibirnya hitam kering, giginya tajam seperti drakula, kulitnya hitam mencekam, telanjang d**a seperti Tarzan, dan dedaunan yang menutupi area intimnya adalah tumbuhan kaktus yang tajam, bahkan bulu kakinya sangat panjang disertai buku-buku tangan dan kaki yang tajam setajam jarum. "Hehehehe, kau akan mati, Malaikat Raiga," Pria berkulit hitam itu membawa sebuah tongkat kayu yang sangat runcing, dia perlahan-lahan mendekati tempat Raiga tidur. "Akan kubunuh kau Raiga, heheheh!" Pria berambut gimbal itu sudah sangat dekat dengan tubuh Raiga yang sedang tertidur di rerumputan, lengannya mengangkat tongkat itu di atas d**a Raiga, tinggal menunggu waktu yang tepat untuk menusukkan benda tajam itu ke tubuh Si Malaikat. Kedua mata Raiga langsung terbuka, bukannya kaget atau berteriak, Malaikat berambut perak itu malah tertawa terbahak-bahak. "Apa kau mau membunuhku, hah?" kata Raiga di sela-sela tawanya. Pria bermata merah itu langsung melotot tidak percaya melihat Malaikat yang akan dia bunuh sama sekali tidak ketakutan, padahal tongkat itu masih dia angkat, dia bisa saja melakukan pembunuhan sadis detik ini juga "Ya! Aku akan membunuhmu, Malaikat Raiga! Kau tidak akan bisa lagi kembali ke Surga!" ucap pria berambut gimbal itu dengan mata yang membara, Mendengarnya Raiga hanya tersenyum jahat. "Lakukanlah sekarang," Raiga menantang pria itu dengan senyuman mengejek. "Ayo?" Pria itu tidak terima dia diremehkan seperti itu, jadi dia langsung menurunkan tongkat itu secepat kilat ke d**a Raiga. Tiba-tiba yang dia tusuk bukan Raiga, melainkan tanah berumput. "Dia menghilang?" Pria gimbal itu kaget. "Kemana perginya Malaikat itu?" "Aku di sini, Argo!" Rupanya Raiga kini sedang bergelantungan di dahan pohon dengan memasang wajah santai. "Ada apa, Argo? Kenapa mukamu jadi terkejut begitu?" Argo, si pria gimbal berkulit hitam itu langsung mendongakkan kepalanya, memandang Raiga yang sedang bermain-main di batang pohon. Argo kelihatan sangat marah. "Trik tipuan lagi," Argo menggeram, dia mematahkan tongkat itu dengan amarah yang membara. "Kau akan kubunuh dengan tanganku sendiri, Malaikat Raiga!" "Hah?" Raiga tersenyum miring. "Bisakah kau berteriak lebih keras lagi? Aku tidak bisa mendengar teriakanmu, Wahai Malaikat Argo." "Grrr! Jangan berani-beraninya kau menyebutku dengan nama sialan itu, Malaikat Raiga!" Karena sudah tidak tahan diejek oleh Raiga, Argo langsung memanjat pohon itu dengan cepat seperti seekor monyet, tapi, Bruk! Dia jatuh lagi. Raiga terus bergelantungan di dahan pohon seperti koala disertai senyuman mengejek saat melihat Argo jatuh. "Maafkan aku, Argo, aku tidak tahu kalau kau tidak bisa memanjat pohon, pffft!" Argo benar-benar malu sekarang, harga dirinya telah diinjak-injak oleh Raiga, dia juga marah pada dirinya sendiri karena tidak bisa memanjat. "Sial! Sial! Sial! Akan kubalas suatu saat nanti, Malaikat sialan!" Kemudian Argo langsung berlari, meninggalkan Raiga sendirian di atas pohon. Padahal sebenarnya Argo menangis malu di semak-semak karena diejek oleh Raiga. "Dasar Malaikat aneh," ucap Raiga dengan duduk santai di batang pohon sambil matanya kembali sayu. Dia menguap lebar "Kurasa tidur di sini lumayan juga, aku harap tidak ada lagi pengganggu sekonyol Argo yang datang ke sini, aku ingin istirahat sebentar saja." *** Di tempat penangkaran buaya, Yuna sedang bersujud di hadapan sang pemilik buaya agar pria itu meminjamkan hewan yang diinginkannya walau dia sudah ditolak berkali-kali. Yuna benar-benar bersemangat dalam melakukannya. "Aku mohon pak! Aku sangat membutuhkan kuda itu untuk mencari teman-temanku yang lain, pak! Jadi kumohon, pinjamkanlah kuda gagah itu padaku, pak!" Yuna bahkan menjadi sorotan wartawan karena melakukan hal konyol di tempat itu, berpasang-pasang mata memandang gadis malaikat tersebut dengan tatapan kagum. "Aku minta maaf karena tidak bisa meminjamkan kuda itu padamu," ucap bapak pemilik buaya itu dengan berjongkok, mencoba membangunkan Yuna yang sedari tadi bersujud padanya. "Jadi aku juga memohon padamu untuk tidak bersujud padaku, kau tahu, para pengunjung bisa salah paham atas hal ini, Yuna." Mendengar hal itu membuat Yuna mendapatkan ide lain agar dia bisa mendapatkan kuda itu dengan cepat. Yuna tersenyum tipis. "AKU MOHON PAK! JANGAN MELAKUKANNYA DI TEMPAT INI! AKU MASIH GADIS PAK! AKU TAKUT ORANG LAIN BISA MELIHAT KITA PAK!" Sang pemilik buaya langsung terbelalak mendengar teriakan Yuna, para pengunjung ikut terkejut, semua orang mendadak menatap tajam pada pria itu, bahkan semua wartawan membantingkan kamera dan speaker yang mereka bawa. "TANGKAP PRIA p*****l ITU!" Lalu sebuah teriakkan memandu semua orang untuk menghabisi bapak pemilik tempat wisata ini, Yuna tersenyum kecil memandang pria tua itu diangkat oleh ratusan orang untuk di lemparkan ke kandang buaya dengan kejam. "Hihihi, maafkan aku karena telah melakukan hal indah itu padamu, pak," bisik Yuna. "Sebagai seorang malaikat aku  merasa berdosa sekali, tapi apa boleh buat?" Yuna langsung buru-buru menghampiri kuda putih yang sedang diikat di dekat pagar kandang buaya, kemudian dia melepaskan ikatan itu dan menunggangi kuda tersebut dengan hati-hati. "Sampai jumpa, para manusia." Pada akhirnya, Yuna berhasil keluar dari tempat itu dengan selamat. *** "AUUUWWW!!!" Zapar menjerit kesakitan saat k*********a digigit oleh anjing liar. GRAUK! "WAAAAAAUWWWWW!!" Sebuah kunyahan berhasil membuat Zapar kembali ke surga, ah tidak, maksudnya Zapar benar-benar kesakitan atas hal itu. Anjing itu melepaskan gigitannya ketika kaki Zapar menendang b****g hewan buas tersebut. Akhirnya Zapar masih bisa terselamatkan. Zapar langsung bangun terduduk, ingin melihat keadaan bagian intimnya sekarang. Ekspresi sedih campur kaget langsung terpasang di wajah Zapar. "Sepertinya aku sudah tidak bisa menikah, kawan." Air mata kekonyolan memenuhi pipi Zapar. BERSAMBUNG ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD