Chapter 22

1487 Words
Setelah menjatuhkan diri ke lubang para pendosa, alih-alih lenyap dan mati, Raiga, Yuna, dan Zapar malah terlempar ke dunia lain. Raiga tersesat ke dunia para iblis, sedangkan Yuna dan Zapar teralihkan ke dunia para elf. Sebenarnya, yang wajib masuk ke lubang para pendosa hanya Raiga saja, tapi karena Yuna dan Zapar khawatir pada sahabatnya, akhirnya mereka pun ikut masuk ke sana. Tapi sayang sekali, walaupun masuk ke dalam lubang yang sama, tempat pendaratan mereka terpisah, cuma Yuna dan Zapar saja yang masih bersama, sementara Raiga, seorang diri. Di langit yang cerah , tampak wujud Raiga yang sedang melayang santai dengan mengepak-ngepakkan kedua sayap birunya, lelaki itu terlihat lesu, jelas dari matanya yang agak sayu, tapi memang begitulah rupa-nya. Kibasan sayapnya semakin kencang, ketika posisinya tidak terlalu jauh dengan kota yang ditujunya, dia pun menyunggingkan senyuman kecil. Awalnya ia bingung akan mendarat dimana, karena dia tidak mungkin turun ke tempat yang diduduki banyak orang, itu bakal mengundang perhatian, dan Raiga sangat membenci hal itu, apalagi situasinya sekarang sedang berada di tempat yang sangat asing. Kemudian Raiga mencari tempat yang sepi untuk mendarat, dan akhirnya ia menemukan lokasi yang cocok. "Huhhhh...," Raiga menghela napas ketika pendaratannya mulus, kini dia sedang berada di atap sebuah gedung yang tua, alasan mengapa ia memilih tempat ini karena di sini, tidak ada satu pun orang yang berlalu-lalang, hanya ada suara serangga dibarengi cuitan burung-burung gagak, dan sepertinya toko-toko di sekitar gedung ini pun telah bangkrut, terlihat dari penampilan tokonya yang usang dan penuh jaring laba-laba. "Bagus, sepertinya ini akan menjadi tempat tinggalku untuk sementara, baiklah, karena suara keramaian kota tidak terlalu jauh, mungkin sisanya aku akan jalan kaki ke sana." Kedua sayap birunya dinonaktifkan lalu Raiga lompat dari atap menuju tanah dengan gaya yang santai. Saat kedua kakinya sudah menapakki tanah yang keras, lelaki rambut perak itu melangkah meninggalkan gedung tua yang ada di belakangnya untuk pergi ke kota yang ada di hadapannya. Setelah Raiga keluar dari gang sempit yang bau, ia disambut dengan kebisingan suara orang-orang yang lewat, dan kedua matanya membelalak saat melihat gedung-gedung pencakar langit yang berdiri di hadapannya, sungguh, jika dibandingkan dengan kota yang ada di Surga, tempat ini lebih gila. Mengapa bisa disebut gila? Karena jelas, di sini, gedung-gedungnya benar-benar menembus langit, dan suasana kotanya pun terasa unik, ia bisa melihat banyak makhluk aneh berkulit merah, biru, kuning, hijau dan mereka semua memiliki sepasang tanduk di kepalanya, berlalu-lalang dengan mengenakan pakaian kantor yang formal, kadang juga Raiga menemukan remaja dan anak-anak yang ikut berjalan di antara orang-orang berkantor itu, tapi kulitnya berwarna-warni, tidak seperti malaikat atau pun manusia. Sekilas, sebuah pertanyaan besar tiba-tiba muncul di dalam kepala Raiga, sebenarnya, mereka itu apa? Tanduknya, warna kulitnya, logat bicaranya, benar-benar aneh. Tak sadar telah berdiri mengagumi kota ini selama lima menit di tengah trotoar jalanan, dan kehadirannya cukup mengganggu orang-orang yang mau lewat. Raiga pun segera bergerak mengikuti arus orang-orang yang ada di sekitarnya, untuk berjalan bersama mereka. Tanpa tujuan, tanpa rencana, Raiga melangkah hanya ingin mencari tahu sesuatu, yaitu mengapa banyak hal yang aneh di kota ini. Bruk! Tidak sengaja, Raiga menabrak punggung orang yang sedang berjalan di depannya, alhasil, pemuda itu cepat-cepat menyadarkan diri dari lamunannya dan menatap punggung orang tersebut. Mereka berdua sama-sama menghentikkan langkah kakinya, membuat orang lain yang berjalan di belakang mereka meminggir. "Apa kau punya urusan denganku, Anak Muda?" Punggung orang yang tak sengaja ditabrak oleh Raiga ternyata adalah punggung seorang lelaki berusia tiga puluhan. Warna kulit dari lelaki paruh baya itu merah darah, matanya memancarkan aura mengintimidasi, dan dua tanduk kambing yang tertanam di kepalanya mulai menyala terang. "Ah, maaf," ucap Raiga dengan suara yang begitu pelan, membuat lelaki berkulit merah itu tak bisa mendengarnya, karena suara si malaikat pendendam tertimpa oleh suara riuh orang-orang yang lewat di sekitar mereka. "Apa kau mengatakan sesuatu? Aku tak bisa mendengarnya, coba kencangkan suaramu, Anak Muda." "Baiklah, aku akan melakukannya, jadi intinya, MAAF, TELAH MENABRAK PUNGGUNGMU, PAK!" teriak Raiga dengan lantang, menuruti permintaan orang yang ada di depannya. "Bagaimana? Apa suaraku masih tidak bisa didengar?" Lelaki berkulit merah itu kaget, dan dia pun mencengkram dan menarik kerah kaos Raiga untuk mendekatkan wajah pemuda itu ke hadapannya. "Dengar ini, Anak Muda," bisik lelaki itu pada Raiga dengan suara yang menindas. "Siang ini aku harus pergi ke kantorku untuk mengerjakan beberapa pekerjaan yang sangat-sangat melelahkan, aku harus datang ke kantorku sekarang juga, jika aku terlambat sedetik saja, aku bisa dipecat. Jika kau punya urusan denganku, cepat katakanlah padaku, jangan sampai karenamu, aku terlambat datang ke kantor. Jika itu terjadi, aku akan membunuhmu." Merasa terancam, Raiga tersenyum tipis mendengar bisikan kecil dari lelaki berkulit merah itu, dan ia pun menampilkan senyumannya dengan jelas ke lawan bicaranya, padahal saat ini, posisi kerah bajunya masih sedang dicengkram oleh orang itu. "Membunuhku?" ulang Raiga dengan santai. "Coba saja kalau bisa." *** Sementara itu, di tempat yang berbeda, Yuna dan Zapar terkejut dengan kedatangan Hill Yustard, seorang pemuda bertelinga runcing yang membawa sebuah pedang panjang di tangan kanannya. Tatapan mata dari pemuda itu sangat mengerikan, membuat Yuna berlindung ke belakang Zapar, karena dia merasa kalau saat ini, nyawanya sedang terancam. "Yun, apakah orang yang kau maksud itu adalah dia?" tanya Zapar dengan nada yang garang. "Ya! Lelaki bertelinga aneh itu, yang keras kepala menyebutku seorang iblis!" jawab Yuna dengan berseru. "Zapar, hati-hati! Dia membawa senjata, kita tidak mungkin menang melawannya!" Bahagia mendengar itu, Zapar langsung menunjukkan seringaian jahatnya pada Hill Yustard, sang lelaki elf. "Bukankah itu akan menjadi lebih menarik, Yun?" kata Zapar dengan napas yang berat. "Melawan orang yang bersenjata, adalah keinginanku, kawan!" SET! Zapar langsung mengaktifkan sayap merahnya dan melesat ke arah Hill Yustard dan kemudian, PRANK! Tinjuan yang diberikan oleh Zapar tertahankan oleh mata pedang milik Hill Yustard, karena malaikat ceroboh itu menggunakan cincin besi di kesepuluh jarinya, membuat benda tersebut saling bentrok dengan senjata yang digenggam lawannya. "Kau juga pasti seorang iblis, yang kelakuannya lebih buruk dari gadis itu!" seru Hill Yustard dengan wajah yang merah, saking marahnya. Zapar dan Hill saling melemparkan pandangan kebencian dalam jarak yang sangat dekat, sampai akhirnya, mereka secara bersamaan meloncat mundur. "Ayolah, kawan!" goda Zapar dengan seringaian yang sangat mengerikan. "Sejujurnya aku tidak keberatan dipanggil 'Iblis' oleh orang sepertimu, tapi aku tidak bisa membiarkanmu melukai Yuna, karena dia adalah sahabatku. Jadi, jika kau sangat memaksa kehendakmu untuk memanggilku seorang iblis, dengan senang hati, aku akan menerimanya, kawan!" Zapar kembali mengepakkan sayapnya untuk menerjang ke posisi Hill Yustard, dan ketika tinjuannya akan ditahan lagi oleh senjata lawannya, dia langsung mengibaskan kedua sayap merahnya untuk menampar tubuh lelaki bertelinga runcing itu. BRAK! Dan tamparan dari kedua sayap merahnya berhasil mengenai badan Hill Yustard, hingga lelaki elf itu tersungkur ke bongkahan salju yang sangat dingin. Pedang yang Hill pegang pun secara tidak sengaja lepas dari genggamannya dan terlempar ke tanah bersalju di depan Yuna. Gadis itu terkesiap memandangi senjata  Hill Yustard yang jatuh tepat ke hadapannya, dan perasaannya mendadak gelisah, apa yang akan dia lakukan sekarang? Apakah mengambil dan melemparkan kembali ke sang pemilik, ataukah memungut dan menggunakannya untuk bertarung melawan sang pemilik? "Ba-Baiklah, aku akan mencobanya!" Keputusannya telah matang, dia akan memilih untuk memungutnya dan menggunakannya untuk bertarung melawan Hill Yustard, karena itulah, Yuna pun menghampiri pedang yang tergeletak di depannya lalu membungkukkan badannya untuk mengambil senjata tajam tersebut, namun, saat tangannya menyentuh pedang itu, sebuah aliran petir muncul dari tubuh senjata tersebut dan menyambar tangan kanan gadis itu sampai agak melepuh. "Argh!" Yuna segera melepaskan kembali sentuhannya pada senjata milik Hill Yustard. "Pedang itu tidak bisa disentuh olehku." Melihat kejadian itu, Zapar langsung menghampiri Yuna dan berteriak, "Apa kau baik-baik saja, Yun!? Ah, tangan kananmu melepuh!" Zapar menggenggam tangan kanan Yuna dan brush! Menenggelamkan pergelangan tangan gadis itu ke gumpalan salju, mungkin maksud Zapar melakukan itu agar rasa panas yang diderita Yuna bisa menghilang jika dimasukkan ke dalam sesuatu yang dingin. Dan asap kecil pun keluar dari gumpalan salju yang menenggelamkan tangan kanan Yuna, rasa panas yang dirasakan gadis itu mulai mereda karena telah tertindih-tindih oleh salju yang dingin. "Uh, terima kasih, Zapar!" "Sebaiknya kau jangan menyentuh benda milik lelaki bertelinga aneh itu, dia pasti memberikan mantra-mantra  jahat pada semua benda miliknya agar orang lain tidak bisa menyentuhnya, kawan!" Yuna menarik kembali tangan kanannya dari gumpalan salju dan menatap Zapar dengan mata yang tajam. "Dengar Zapar, lupakan dulu soal itu, aku punya rencana untukmu agar dapat mengalahkan Hill!" "Hill?" Zapar mengkerutkan alisnya. "Siapa itu?" Yuna menggigit bibir bawahnya dengan gemas. "Lelaki bertelinga panjang dan runcing itu namanya Hill Yustard!" bentak Yuna dengan kesal, sementara Zapar hanya cengengesan mendengarnya. "Jadi, apa kau mau mendengarkan rencanaku, Zapar?" Mengangguk, Zapar setuju pada penawaran itu, dan Yuna pun mulai menjelaskannya dengan sesingkat mungkin. Saat Yuna dan Zapar sedang berdiskusi mengenai sebuah rencana, mereka tidak sadar kalau Hill Yustard telah bangkit dari posisi tersungkurnya dan sekarang, lelaki elf itu sedang berjalan mendekati mereka, untuk mengambil senjatanya yang tergeletak di sana. "Di dunia Rebula ini, kehadiran Iblis seperti kalian, tidak diharapkan! Aku akan membunuh kalian berdua demi kedamaian dunia!" BERSAMBUNG...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD