Bab 13

1236 Words
Liana berdiri di depan pintu gerbang dalam waktu cukup lama. Namun dia tak menyerah sama sekali, dan terus saja setia menunggu sampai pintu gerbang di buka. Benar saja, pintu itu telah terbuka. Seseorang pelayan wanita membukanya dengan pelan. “Silahkan nona ikut saya.” Liana terkejut melihat semua dekorasi yang ada di sekitar rumah Steve. Selain menjadi model dan aktor, pria itu juga pemilik Wilson Company. Kekayaan yang dimiliki begitu luar biasa, sampai dia sendiri tak bisa membayangkannya. Bagaimana Zack bisa mengenal Steve? Setahu Liana, teman Zack adalah orang biasa. Dan Steve terlalu jauh dari jangkauan pria itu. “Apakah Zack ada di dalam?” Langkah kaki pelayan itu berhenti, “Saya tak berhak menjawab. Silahkan anda masuk, Nona.” Begitu pintu terbuka, dekorasi mewah menyegarkan mata Liana. Sungguh indah dan terlihat mahal. “Apa yang kau lakukan disini?” tanya Zack dengan cepat, sambil menuruni anak tangga. Dia tak peduli jika Liana belum duduk. Yang di inginkan gadis itu segera hengkang dari dalam hidupnya. “Zack!” pekik Liana sambil mendekat. “Apakah kau baik-baik saja? Aku senang kau sehat kembali.” “Katakan..., apa maumu?” ujar Zack dengan wajah dingin. Saat sang pelayan pergi, Pria itu langsung menyeret tangan Liana dengan kasar menuju ke pintu keluar. “Aku dan kau sudah tak ada hubungan lagi.” Perkataan itu begitu menyakitkan hati Liana, sampai dia menangis tanpa sadar. Hati Zack merasakan kemarahan yang luar biasa, tapi kebingungan jenis perasaan apa itu. “Kenapa kau seperti ini?” Liana seperti sudah tak tahan lagi dengan sikap Zack. “Aku sangat mencintaimu. Dan kau juga mencintaiku.” Entah kenapa rasa bertahannya mulai kikis. Jika cintanya sepihak saja yang bertahan, dia tak mau lagi melakukan hal seperti itu. “Kalau semua karena Petra, aku minta maaf, Zack.” Gadis tersebut mendongak, menatap wajah Zack yang tak berekspresi sama sekali. Ibaratnya pria itu tampak seperti patung hidup. Melihat reaksi Zack, hati Liana sangat sakit. Kenapa semua terjadi padanya? Apapun akan dilakukan demi Zack. Termasuk membuat Petra membayarnya dengan setimpal. “Bukan karena Petra.” Zack menoleh ke arah lain, bingung harus menghadapi Liana seperti apa karena dia tak pernah dalam situasi seperti itu. “Lalu, karena apa? Apakah cintamu sudah tak ada lagi?” Liana masih berharap banyak pada pria itu. “Aku akan meninggalkan Los Angeles dan pergi ke Prancis.” Zack mengambil nafas panjang dengan berat. “Aku harap kau bisa mengerti.” “Aku bisa ikut denganmu. Kita pergi bersama-sama.” Liana menyentuh tangan Zack agar pria itu mau mengajaknya. “Tidak, karena aku tak mau melibatkanmu lagi, Liana.” Zack tak ingin berurusan terlalu jauh dengan gadis itu. “Sejujurnya kekasihmu sudah mati. Dan aku bukanlah dia.” Nah, berita itu membuat Liana tak bisa lagi membendung tangisnya. “Kau Zack, bukan orang lain!” Dia bahkan menyentuh pipi pria itu. “Jangan berbohong padaku.” Steve dan Justin yang mendengar perdebatan mereka langsung keluar kamar untuk mengintip. “Sayang sekali gadis secantik Liana harus mendapatkan perilaku buruk dari naga kasar,” kata Steve terus mengamati. “Sebetulnya aku ingin menggunakan dia untuk membangkitkan perasaan Zack, tapi karena dia seperti mau bagaiamana lagi.” Justin juga tak bisa memaksa Zack karena takut akan memberontak. “Aku rasa berurusan dengan manusia bumi akan menghalanginya. Keputusan Zack ada benarnya.” Mereka berdua pun saling pandang satu sama lain, lalu tersnetak kaget saat mendengar Liana berteriak. “Aku tidak mau! Aku tak mau berpisah denganmu. Aku mencintaimu, Zack!” “Sadarlah... aku bukan Zack. Aku adalah Ares, naga pelindung dari Palnet Aques.” Zack bingung harus menjelaskan apalagi kepada Liana. “Kita tak mungkin bisa bersama karena kita berbeda.” “Aku tidak peduli sama sekali. Kau adalah Zack.” Liana masih bersikeras dengan pilihannya. “Steve...! Justin! Aku tahu kalian mengintip...! Keluar!” teriak Zack cukup keras. Dua pria itu menuruni tangga dengan wajah tanpa rasa bersalah sama sekali. “Dengar, Liana. Aku akan menunjukkan identitas kami sebenarnya. Jika kau sudha tahu, sebaiknya kau menjauh,” pinta Zack dengan serius. “Aku tak yakin,” jawab Liana sangat enggan. Steve langsung angkat suara, “Apakah kau gila? Bagaimana manusia bumi mengetahui kekuatan kita?” “Tapi ini satu-satunya cara agar dia mengerti!” Zack juga tak kalah berteriak. “Diam!” sentak Justin langsung mengeluarkan kekuatan airnya. Liana diam tercekat karena tenggorokannya mendadak kering. Tidak hanya itu, lidahnya juga mati rasa dan kelu. “Apakah kau sudah melihatnya?” tanya Zack kepada Liana. Gadis itu terisak, menangis sambil berteriak dan terus memanggil nama Zack. Dari awal dia sudah curiga, tapi karena sangat mencintai pria itu, Liana tak peduli sama sekali. Dan apa yang dilihat, benar-benar membuatnya semakin yakin kalau zack bukanlah Zack. “Hey... kau membuatnya menangis, Zack.” Steve memberikan tisu kepada Liana. “Justin yang membuatnya menangis,” sangat Zack tak mau disalahkan. “Bisa tidak kalian berhenti bertengkar. Kalian membuat kepalaku pecah.” Justin menyentuh kepalanya yang sakit, lalu duduk di sofa. “Liana, itulah jawabannya. Jadi, apa tanggapanmu.” Gadis itu mengusap seluruh air matanya dengan kasar. “Kenapa Zack pergi meninggalkanku untuk selamanya?” “Salahkan Petra karena dia yang melakukan ini semuanya.” Zack kesal jika mengingat Petra. Ingin rasanya Liana menghukum Petra, tapi dia tak bisa berbuat apa-apa. “Bisakah aku memelukmu untuk terkahir kalinya.” Tanpa pikir panjang, Zack menyetujui permintaan gadis itu. Lagi pula, mereka tak akan bertemu lagi di masa depan. “Hanya sebentar.” Liana langsung menghamburkan tubuhnya ke Zack. “Terimakasih sudah menjadi Zack. Dan terimakasih sudah hidup kembali.” Dia menghirup aroma tubuh pria itu, mengingat segala kenangan yang ada bersamanya. “Aku pergi... jaga dirimu baik-baik.” Liana pamit, melambaikan tangan kepada Zack. Dia iklah menerimanya, menerima kalau pria yang dicintai bukanlah Zack yang asli. Begitu Liana pergi, perasaan aneh muncul di hati Zack. Seperti marah, kesal, dan benci. Dia sendiri juga bingung mendiskripsikannya. “Ada apa denganmu?” tanya Justin karena melihat Zack terbengong cukup lama. "Tidak,” elak Zack berjalan gontai menuju ke lantai atas. Justin terus mengamati punggung pria itu hingga menjauh. Tiba-tiba kalung yang ada dilehernya bercahaya kembali. “Dia membenci sesuatu,” gumam Steve di dengar oleh Justin. Sementara itu, Liana masih terus meneteskan air mata karena kehilangan Zack. Yang dipikiran gadis itu adalah datang ke kantor polisi untuk menemui Petra. Sampai di lokasi, dia turun dengan tergesa-gesa. “Aku ingin bertemu dengan Petra Collin,” kata Liana kepada sang petugas. “Ikuti saya, Nona.” Petugas itu mengantar Liana ke sebuah ruangan. Dia dipersilahkan duduk menghadap ke utara. Ada sekat besi yang menghubungkan antara tersangka dan juga penjenguk. Tidak lama setelah duduk, Petra masuk dalam kondisi yang tidak begitu baik. “Petra...,” panggil Liana dengan nadi dingin. Petra menodngak, tersenyum lembut meski dunianya sudah hancur. “Jelaskan kepadaku.” “Aku mencintaimu, Liana. Sangat malah.” Kata-kata itu seperti bom bagi Liana, dan juga racun secara bersamaan. Cinta yang di rasakan oleh Petra bukanlah cinta, melainkan obesesi ingin memiliki. “Kenapa kau membunuh Zack?” Itulah pertanyaan Liana yang muncul di dalam otaknya. “Karena aku mencintaimu. Aku hanya ingin kau bersamaku.” Petra menatap sayu ke arah Liana. “Aku mencintaimu,” katanya sekali lagi. Liana hanya diam, menatap Petra tanpa ekspresi sama sekali. Rasa hormatnya sudah kikis ketika Petra melakukan kejahatan terhadap Zack yang merupakan temanya sendiri. “Membusuklah di penjara,” ucap Liana sambil berlalu pergi dalam kesedihan yang tiada henti. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD