Karin berbalik ke arah Ryan dan diambilnya gelas berisi air yang ada di atas meja bos nya itu, “Baik! saya akan tetap bekerja di sini, dengan syarat Bapak tidak boleh lagi menyentuh saya, saya nanti akan melaporkan Bapak dengan tuduhan pelecehan!”
Ryan mengusap wajahnya yang basah, “Kamu berani menyiram dan mengancam saya? kamu tidak perlu takut, kalau saya akan menyentuh kamu lagi. Tadi itu, kamu yang menawarkan dirimu untuk saya sentuh, sebagai seorang pria normal melihat wanita menawarkan dirinya, tentu saja saya dengan senang hati menerima tawaran itu!”
Karin membolakan matanya ke atas, ia hendak ke luar dari ruangan Ryan. Ia malas menjawab perkataan bos nya, yang tidak mau salah dan kalah. Namun, kembali namanya dipanggil, dengan alasan bahwa pekerjaan Karin untuk mencatat apa yang didikte kan olehnya belum mulai.
Selama beberapa jam keduanya berkutat dengan pekerjaan, hingga matahari telah tenggelam, keduanya masih bekerja.
Ryan terkekeh, ketika mendengar perut Karin berbunyi dengan nyaring. “Kamu ini, senang sekali membuat saya malu, sebagai bos kamu. Apa kata dunia, kalau mengetahui sekretaris dari perusahaan besar kelaparan. Saya ini bukan seorang diktator, kalau kamu merasa lapar, bilang saja dan pesan makanan secara online. Apa selama ini kamu tinggal di desa tertinggal, sehingga tidak mengetahui kalau ada yang namannya pemesanan makanan secara online?”
Wajah Karin menjadi cemberut, “Saya lupa makan, karena Bapak tidak berhenti menyampaikan apa yang harus saya catat, sehingga saya menjadi enggan untuk menyela Bapak yang sedang menyampaikan materi.”
Ryan menyerahkan ponselnya kepada Karin, “Silakan kamu pesan makan malam untuk kita berdua! kemungkinan kita akan menginap di sini, karena banyak ketertinggalan yang harus kamu ketahui untuk pertemuan penting besok,” kata Ryan, sambil mengedipkan sebelah matanya.
“Saya akan pergi mandi dahulu, nanti kamu juga bisa mandi, kebetulan sekali sepertinya pakaian untuk mantan kekasihku kemungkinan masih ada di lemari pakaian yang ada di ruanganku!”
Karin mengawasi Ryan, sampai menghilang di balik pintu yang ada di ruang kerjanya. Ia merasa heran, dengan mudahnya bos nya itu menyerahkan ponselnya kepada dirinya. “Apa ia tidak takut, kalau aku akan membongkar rahasia yang ada di dalam ponsel ini,” gumam Karin dalam hatinya.
Seakan mendengar apa yang dikatakan Karin dalam hatinya, Ryan membuka pintu ruangan yang tadi dimasukinya, “Jangan coba berpikir bisa membuka file dan data yang ada di dalam ponsel saya! kamu tidak akan berani melakukannya! kalau sampai saya mengetahui kamu melakukannaya, lihat saja nanti, hukuman apa yang akan saya berikan!” Ryan, kemudian menutup kembali pintu tersebut.
“Siapa juga yang mau mencari tahu rahasia dirinya!” gerutu Karin, sambil memesan makan malam untuk mereka berdua. Selesai memesan makanan, Karin pun melanjutkan pekerjaannya, di mana dirinya harus membuat presentasi, sekaligus mempelajari apa yang diminta oleh Ryan.
Tak lama kemudian, Ryan ke luar dari dalam ruangan yang tadi dimasukinya. Wajahnya terlihat segar, dengan rambut yang masih basah.
“Mandilah dahulu kau! saya sudah meletakkan pakaian yang bisa kau gunakan untuk berganti, jangan khawatir saya tidak memberikan pakaian dalam bekas untuk kamu kenakan,” tegur Ryan.
Karin pun beranjak dari duduknya, ia berjalan menuju ke ruangan yang ternyata kamar pribadi Ryan. Benar saja, dilihatnya di atas tempat tidur kecil, untuk satu orang terlihat sebuah kemeja dan celana kain.
Beberapa saat kemudian, Karin ke luar dari dalam ruangan tersebut dan dilihatnya di atas meja yang tadi terdapat tumpukkan dokumen dan laptop Karin, kini telah berganti dengan makanan.
“Kita makan dahulu, baru kemudian melanjutkan pekerjaan kita. Kamu nanti bisa tidur di kamar saya, sementara saya akan tidur di sofa ini! kamu lihat bukan? betapa baik hatinya, saya ini sebenarnya.”
Karin memanyunkan bibirnya, “Iya, Bapak memang baik, kalau ada maunya, tetapi saya tidak mau berdebat dengan Bapak, lebih baik saya makan saja dahulu. Perut saya, sudah tidak tahan lagi minta diisi.”
Ketika keduanya sedang makan, Ryan dengan cepat memalingkan wajahnya ke arah pintu ruang kerjanya, ia merasa tadi ada orang yang membuka pintu dan menutupnya kembali dengan cepat.
Karin yang juga merasakan hal yang sama, melihat ke arah Ryan dengan tatapan bertanya. Ryan meletakkan jarinya di bibir, memberi kode kepada Karin untuk tidak bersuara.
Karin pun menganggukkan kepalanya, ia pun teringat kejadian tadi pagi, “Apa mungkin, orang yang tadi mengintip kami, sebenarnya adalah orang yang sama? apa yang diinginkan oleh orang itu? kenapa banyak yang membenci ibu ku? apa yang sudah dilakukan oleh ibu ku?” tanya Karin dalam hatinya.
Ryan menghubungi petugas keamanan, pak Margono, ia memerintahkan kepadanya untuk mengecek lantai di mana ruangannya berada, karena ia tahu jam pekerjanya yang lain lembur, tidak seperti dengan apa yang dilakukannya dengan Karin pada saat ini.
Karin memperhatikan dalam diam dan dengan raut wajah yang tegang, ia merasa kalau siapapun orang yang berada di balik pintu tadi bermaksud untuk mencelakai dirinya kembali.
“Haruskah aku mengatakan kepada pak Ryan, siapa orangnya yang sudah membawaku naik ke dalam mobil tadi pagi? dan bagaimana dengan ponselku yang hilang? apakah itu juga pekerjaan dari orang suruhan pegawai senior?” tanya Karin pada dirinya sendiri.
Ryan yang sudah selesai mengirimkan pesan kepada pak Margono, melihat raut wajah Karin yang melamun dan terlihat tegang menjadi tersenyum. Ditariknya hidung Karin, “Apa yang kamu pikirkan? tenang saja, tidak akan ada yang berani berbuat jahat kepadamu, di dalam ruangan saya.”
Selesai makan, Ryan melihat rekaman CCTV, melalui komputernya. Apa yang dilihatnya sekilas tadi memang benar adanya, ada seseorang dengan topi, yang menutupi wajahnya, sehingga tidak dapat dikenali membuka pintu ruangannya, kemudian dengan cepat berlalu pergi.
Ryan melihat ke arah Karin yang berdiri di sampingnya, ikut melihat rekaman CCTV itu. “Saya tidak memberikan ijin kepadamu untuk ikut melihat rekaman ini! apakah kamu takut, kalau orang yang tadi itu adalah kekasihmu? barangkali saja, kalian sudah mengadakan janjian untuk kencan,” ejek Ryan, sambil tersenyum sinis ke arah Karin.
Karin menatap galak Ryan, “Kenapa saya harus merasa heran ya, kalau mulut Bapak itu tidak akan pernah berkata yang baik tentang saya. Lebih baik saya pulang dan besok pagi-pagi akan saya serahkan kepada Bapak presentasi yang akan Bapak sampaikan kepada calon klien,” kata Karin, sambil bergerak menjauh dari Ryan.
“Apakah kau tidak melihat sudah jam berapa ini? apakah kau lupa, dengan orang jahat yang memasuki rumah mu? lagipula ini sudah tengah malam, memangnya kamu berani jalan kaki sendirian dan melewati tempat yang gelap?” tegur Ryan.
Karin melihat jam dinding dan benar saja, sekarang sudah pukul 24 malam. Ia lalu berpaling melihat Ryan kembali, “Tetap berada di sini satu ruangan dengan Bapak, sama beresikonya dengan jalan kaki pulang ke rumah saya!”
Ryan tertawa, ia menyandarkan bahunya pada sandaran kursi yang didudukinya, “Setidaknya, dengan tetap berada di sini, kamu tidak akan merasa cemas, apakah ada yang mengikuti, atau apakah ada seseorang yang sudah menanti di atas tempat tidurmu!”
Karin menatap Ryan dengan cemberut, “Kenapa Bapak suka sekali menakuti saya? saya bukan seorang yang penakut, lebih baik saya pulang saja daripada tetap berada di sini, bersama dengan Bapak yang tidak bisa ditebak. Bisa jadi, pada saat saya sedang tidur, Bapak tiba-tiba saja menerkam saya.”
Ryan tersenyum mencemooh, “Terserah kamu saja! jangan salahkan saya, kalau kamu nanti diikuti oleh orang tidak dikenal yang bermaksud jahat kepadamu. Dan jangan lupa, besok pagi-pagi sekali, saya minta laporan lengkap apa yang saya minta.”
Ryan pun kembali menekuni layar komputernya dan ketika beberapa menit kemudian, ia tidak mendengar suara pintu ruang kerjanya dibuka, Ryan pun mendongak dan melihat ke arah Karin yang dilihatnya sedang menguap.
“Kamu sudah mengantuk dan ragu untuk pulang, juga ragu tetap tinggal di sini! buatlah keputusan segera, kalau kamu mau tidur, silakan gunakan kamar saya. tetapi karena itu adalah kamar saya, jika kamu tidur di sana, maka akan saya anggap kamu mengundang dirimu sendiri untuk tidur bersama dengan saya!” kata Ryan, sambil mengedipkan sebelah matanya, menggoda Karin.