Karin menatap ibu Ryan dengan santai, “Maaf bu, saya tidak mengerti sama sekali apa yang ibu maksud itu! karena nama ibu saya bukanlah Rosi?”
“Wajah dan mata kamu itu tidak dapat berbohong! awas saja, kalau dugaan saya terbukti benar, kamu harus angkat kaki dari kantor saya dan jangan coba-coba untuk menggoda anak saya, agar kamu bisa tetap bekerja di sini!”
Ryan yang berada di ruang kerjanya mendengar suara berisik di luar ruangannya. Ia pun beranjak ke luar untuk melihat apa yang terjadi.
“Kenapa ibu masih di sini? ibu tidak bisa mengancam sekretaris ku! aku yang menerimanya langsung untuk bekerja, maka aku juga yang berhak memberhentikannya tanpa ada campur tangan dari orang lain dan itu termasuk ibu!” kata Ryan galak, seraya berjalan mendekati meja Karin.
“Ibu tidak peduli, kalau ia terbukti anak dari wanita yang ibu benci, makai ia harus pergi dari perusahaan ini! kamu memang pimpinan di sini, tetapi ibu dan ayahmu lah yang merintis perusahaan ini!”
Ibu Ryan kemudian pergi meninggalkan tempat tersebut, dengan memberikan tatapan yang galak kepada Karin.
Begitu ibunya sudah tidak terlihat lagi, Ryan menyandarkan badannya pada meja kerja Karin, “Kemejaku kebesaran di badanmu, tapi saya suka dengan dua kancing bagian atas yang kamu buka, sedikit seksi, walau kalah banyak dari mantan kekasihku!”
Ryan memegang dagu Karin dan mengamatinya dengan lekat, “Aku juga heran, ada apa dengan wajahmu? kenapa wajahmu membuat orang menjadi marah? apakah karena wajahmu yang memancarkan aura jahat? ataukah aura yang mengudang orang untuk melakukan hal negatif kepadamu?”
Karin melepaskan pegangan tangan Ryan dari wajahnya, “Wajah saya tidak bermasalah sama sekali, yang ada, ibunya Bapak saja yang aneh. Marah salah tempat, hanya karena wajah saya yang memiliki kemiripan dengan musuh ibu Bapak!"
"Aku tadi seharusnya tidak usah menyela perdebatan mu dengan ibuku, karena kamu memiliki mulut yang tajam dan tentu saja sanggup untuk menandingi ibu ku!”
Karin memutar bola matanya ke atas, “Sekarang ibu Bos sudah pergi, kenapa Bapak masih berdiri di sini? apa Bapak tidak punya kerjaan?”
Ryan mendekatkan wajahnya ke arah Karin, “Kamu melonjak, ya! sudah berani memerintah saya, sepertinya saya bersikap terlalu lemah kepadamu. Baiklah, kamu perlu bekerja keras, saya minta kamu untuk membuat presentasi perusahaan kita semenarik mungkin, untuk diperlihatkan kepada calon klien kita. Datanya dapat kamu ambil dari berkas yang ada di atas mejamu dan juga file kerja yang ada di dalam komputermu. Begitu selesai, kamu dapat membawanya langsung ke ruangan saya, untuk saya periksa!”
Karin melihat ke arah Ryan dengan tatapan tidak percaya, “Maaf Pak! bukannya saya keberatan. Hanya saja, saya baru dua hari bekerja di sini, bagaimana bisa saya langsung membuat presentasi yang baik, sementara manajemen dan hal yang berkaitan dengan perusahaan belum saya kuasai!”
“Kamu mengakunya lulusan terbaik, mempelajari apa yang ada di depan matamu saja tidak bisa! masuk ke ruangan saya dan bawa catatan mu. Saya akan mendiktekan beberapa poin penting dan selebihnya dapat kamu tambahkan, dengan mengambil data yang ada,” sahut Ryan dingin.
Karin pun berdiri dari duduknya dan berjalan mengikuti Ryan, yang sudah lebih dahulu masuk ke dalam ruangannya.
Sesampainya ia di dalam ruang kerja bos nya itu, ia tidak melihat Ryan duduk di depan meja kerjanya. Bos nya itu justru sedang duduk di sofa, dengan kotak obat di tangannya.
“Silakan duduk di dekat saya! kamu tidak perlu takut dan merasa khawatir akan saya terkam, karena tubuhmu tidak menggugah selera saya sama sekali!” perintah Ryan, sambil menunjuk ke arah sofa panjang yang ia duduki.
Karin melangkah mendekati Ryan dan duduk di sampingnya, melalui tatapan matanya, ia bertanya kepada Ryan, tetapi ia tidak mengeluarkan suaranya.
“Saya baru sadar, kalau kakimu memang benar terluka! angkat kakimu dan letakkan di atas paha saya, biar saya bisa mengobati lukamu!” perintah Ryan dengan tegas.
Karin melotot kan matanya ke arah Ryan, “Bapak modus ya! berpura-pura ingin mengobati luka saya, padahal hendak meraba-raba! saya bisa mengobati luka saya sendiri, tidak perlu bantuan Bapak sama sekali!” sahut Karin galak.
“Besok pagi kamu periksakan pendengaran mu ke dokter klinik perusahaan! kamu tidak mendengar ucapan saya tadi, kalau saya tidak akan tertarik dengan tubuh kurus, seperti tiang listrik, yang kalau dipeluk hanya membuat saya berasa memeluk tulang saja. Kamu sama sekali bukanlah wanita yang bisa menerbitkan air liur untuk disergap!”
Wajah Karin menjadi cemberut, dalam hatinya ia menggerutu, “Sialan! enak saja si Ryan ini. Tubuhku yang tidak kurus begini dikatakan tiang listrik!”
Karin tersentak kaget, ketika kakinya diangkat paksa oleh Ryan, lalu diletakkan di atas pahanya.
“Sebagai sekretaris saya, kamu benar-benar membuat malu! mana ada sekretaris dari perusahaan besar, mengenakan stoking yang bolong seperti ini,” tegur Ryan, sambil mengoleskan kapas yang telah diberinya cairan desinfektan.
“Kasihan sekali nasibmu ini! sudah tidak menarik mata, sekarang kau pun akan mempunyai bekas luka, yang tentunya akan menambah jelek penampilanmu!”
Karin yang kesal dengan perkataan Ryan, memukul tangan bos nya yang sedang mengobati luka di kakinya, “Tangan Bapak mengobati luka fisik, tetapi mulut Bapak melukai perasaan saya!”
Ryan menangkap tangan mungil dan halus Karin, yang tadi memukul lengannya, “Kamu punya perasaan? saya pikir wanita dengan mulut tajam, seperti kamu tidak memiliki perasaan!”
Karin berusaha menarik tangannya dari genggaman tangan Ryan, tetapi bos nya itu tidak mau melepaskan genggaman di tangannya. Ia malah melihat ke arah Karin dengan tatapan mata yang bisa melelehkan hati, membuat Karin menelan ludahnya dengan sukar.
“Kenapa Bapak melihat saya seperti itu? hanya membuat saya takut saja!”
Ryan hanya tersenyum mendengarnya, “Aku tidak menyangka, kalau kamu bisa takut juga.” Ia lalu meletakkan tapak tangannya yang besar tepat di atas jantung Karin.
“Kenapa kamu berdebar kencang! jangan pernah jatuh cinta kepadaku! saya dengan jujur akan mengatakan ini kepadamu, saya bukanlah pria yang akan setia pada satu wanita saja! Kamu, sepertinya gadis yang baik dan belum pernah ada pria yang pernah menyentuhmu.”
“Katakan kepada saya dengan jujur, sayalah pria pertama yang mencium dirimu, bukan?” tanya Ryan pelan, dengan tangannya beralih mengusap lembut bibir Karin.
“Pada saat berciuman dengan kekasihmu nanti, kamu bisa membandingkan, siapakah yang lebih hebat dalam mencium mu dan sudah pasti itu adalah aku orangnya!”
Karin mengerjapkan matanya, berusaha mengusir hipnotis yang dilakukan oleh Ryan melalui tatapan mata, sentuhan dan suara beratnya yang terasa membius.
“Bapak terlalu percaya diri dan besar kepala. Bapak bukanlah orang pertama yang mencium saya dan sudah pasti, Bapak kalah dari kekasih saya yang dulu ataupun kekasih saya nantinya.”
“Apakah ini tantangan untuk saya Karin? karena kamu tentu ingat, saya pria yang menyukai tantangan,” sahut Ryan.
Ia lalu melakukan gerakan cepat dan mendadak, dengan mencium Karin begitu dalam, lalu dengan perlahan merebahkannya ke atas sofa panjang.
Selama beberapa saat, Karin terbuai dengan bujuk rayu bibir dan lidah Ryan. Kesadaran menghentak Karin, ketika tangan Ryan dengan nakal membuka kancing kemeja yang dikenakannya.
Memanfaatkan kelengahan Ryan, Karin menendang bagian sensitif milik bos nya itu, sehingga ia dengan cepat beranjak dari atas tubuh Karin, sambil memegang bagian tubuhnya yang tadi ditendang oleh Karin.
“Sialan Karin, kamu menendang sesuatu yang teramat berharga bagiku!” teriak Ryan, sambil meringis kesakitan.
Karin dengan cepat berdiri, lalu berlari ke arah pintu. Sebelum membuka pintu, ia membalikkan badannya melihat ke arah Ryan, “Saya berhenti bekerja! silakan saja Bapak mencari sekretaris, sekaligus pemuas nafsu Bapak, karena yang jelas orang itu bukanlah saya!”
Ryan dengan nada suara dingin berkata, “Silahkan saja kamu berhenti, tetapi kamu harus membayar satu milyar rupiah, atau penjara 10 tahun lamanya, silahkan saja kamu pilih!”