“Istriku, aku menunggumu di pintu surge,”katanya lembut. Rasanya dadaku sangat sesak mendengar ucapan lembutnya, pintu surge? Apakah mungkin dia akan meninggalkanku, ucapan Nita terngiang di telingaku, jangan-jangan benar memang terjadi sesuatu dengan suamiku, meski hingga kini otakku belum mampu mengingatnya, tapi hatiku selalu merasa takut untuk kehilanganya. Aku tidak ingin membuang banyak waktu lagi, tanpa perduli Andrian yang memanggilku heran, langkah kakiku terus berlari, air mataku mengalir, rasanya tak mampu membayangkan bila harus terjadi sesuatu dengannya.
Ckit…
Sialan, mobil siapa itu, kenapa tiba-tiba berhenti di depanku? Apa dia berniat menabrakku? Oh ternyata itu Nita bersama kakakknya yang merupakan kepala editor Maula publisher, temanku itu berjalan menghampiriku, matanya menatapku penuh tanda tanya,”Nit, antarkan aku ke Mizuruky Corporation. Tadi aku melihat suamiku berdiri di depanku mengenakan jubah putih bercahaya, pas mau ku sentuh, tanganku tembus padanya, Nit. Aku takut,”aduku berharap Nita mau mengerti dan bersedia mengantarkanku.
“Nyonya, tadi presdir berada di Maula publisher, sekarang sedang dibawa kerumah sakit, karena presdir pingsan,”sahut kakaknya Nita. Jantungku terasa berhenti berdetak, ya Allah aku belum sempat membuatnya tersenyum semenjak ingatanku hilang, tapi kenapa pria itu seakan tidak bisa menungguku, aku tidak ingin dia meninggal.
“Kakak, bisakah kau antarkan aku kerumah sakit? Aku mohon!”pintaku sedih, bila aku harus bersujud agar kakaknya nita bersedia mengantarkanku menemui suamiku, aku bersedia, sekarang hatiku benar-benar ketakutan.
“Fira, tenanglah! Kak, Evan, pasti mau mengantarkanmu. Iya,’kan, kak?”tanya Nita pada Evan.
“Iya, ayo! Sekarang naiklah!”serunya. Nita segera membimbingku naik kedalam mobil mereka. Sepanjang perjalanan hatiku tidak tenang, air mataku tidak hentinya terus mengalir, entah kenapa tiba-tiba kepalaku mendadak pusing, seakan sebuah ingatan dimana suamiku itu tak sadarkan diri dengan darah menodai jubah putihnya, dan saat itu aku bejanji akan selalu berbuat baik padanya, tapi nyatanya sekarang, dirikulah yang selalu menyakitinya.
“Suamiku maafkan aku,”sesalku dalam hati.
Tak lama kemudian, mobil yang kami naiki berhenti di depan rumah sakit,”Masuklah dulu! Aku akan cari tempat parker yang nyaman,”ucapa kakaknya Nita. Aku mengangguk, setelah itu aku dan Nita segera masuk kedalam, mataku terpaku pada sosok pria yang duduk di depan ruang dokter apa aku juga tidak tau, itu suamiku? Entah kenapa perasaan lega menyerang hatiku, reflek aku berlari menghampirinya tanpa perduli pada temanku yang mentapku heran.
Bruk…
Ku terjang tubuh itu dan kupeluk erat,”Aku pikir tidak akan bisa bertemu denganmu lagi, hiks…hiks… kau boleh marah padaku, asal jangan tinggalkan aku!”pintaku dengan isak tangis yang sulit untuk dihentikan.
Maulana POV
Istriku menangis karena takut kehilangaku? Apakah ini artinya dia tidak ingin aku menyerah untuk tetap hidup? Bukannya telingaku tidak mendengar kabar bahwa istriku memiliki kekasih di kampusnya, hatiku hanya tidak tega saja untuk marah padanya, kugerakkan tanganku untuk membalas pelukannya,”Aku baik-baik saja, sudah! Jangan menagngis lagi. Apa kau kesini bersama pacarmu?”tanyaku sengaja menyebut pacar, berharap istriku mengerti kalau sebenarnya hatiku sering sakit melihatnya bersama pria lain, tersenyum dan bermanja, kalau dia tau hokum mengkhianati pernikahan, entah bagaimana dia akan menghadapinya. Ku rasakan tubuhnya menegang dalam pelukanku saat ku menyebutkan hubungannya dengan pria selain diriku tersebut . perlahan dia mulai menarik dirinya dari dekapanku, wajahnya tertunduk tak berani menatapku, mungkin dia merasa bersalah karena telah mengkhianati pernikahan kita.
“Aku akan memutuskannya, mungkin ingatanku tidak akan pernah kembali. Tapi cintaku tidak pernah berubah, maafkan aku, suamiku,”katanya sambil kembali memelukku. Tidak dapat digambarkan betapa bahagianya hatiku mendengar kalimat itu, mungkin aku harus terus berusaha untuk sembuh, menjalani pengobatan rutin sampai menemukan donor jantung yang tepat untukku.
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara k*********a; yang demikian itu lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan k*********a, an-Nur/24: 30-31.” Dia mengangguk dalam dekapanku, rasanya aku tidak ingin melepaskan tubuh mungil dalam dekapanku ini.
“Aku tidak akan mengkhianatimu lagi, nanti malam kita buat anak, ya?”pintanya yang membuatku ingin tertawa, istriku masih gadis belum pernah kusuntuh, karena setelah tubuhku terbebas dari racun kami mengalami kecelakaan besar.
“Pasti,”jawabku sambil mengeratkan pelukanku.
Normal
Nita menatap sepasang suami istri itu penuh haru, sungguh dia tidak menyangka pada akhirnya sahabatnya itu menuruti kata hatinya bukan pikirannya yang tidak waras itu,”Ehem.”
Maulana melepaskan pelukannya pada Sang istri tercinta, ia tersenyum lembut lalu menarik gadis itu kedalam pangkuannya memeluknya dari belakang hingga membuat istrinya tidak bisa berontak. Fira merengut sebal karena ia merasa malu menjadi bahan tontonan, apa mereka berpikir dirinya ini anak dari pria yang memangkunya itu, matanya melotot tajam pada temannya yang telah menganggu kemesraan mereka, membuat Sang teman terkikik geli,”Akhirnya sahabatku kembali seperti dulu, kau tau? Aku sangat bersukur melihatmu memilih menuruti kata hatimu dari pada otakmu yang tidak diisi itu,”katanya lega. Tapi entah kenapa di telinga Fira ucapan Sahabatnya itu terdengar seperti mengejeknya, otaknya tidak diisi, bukankah itu sangat kurang ajar.
“Siapa yang otaknya tidak diisi?!”tanyanya galak. Nita pura-pura berpikir walau dalam hati ia ingin tertawa melihat sikap sahabatnya yang kembali galak tapi menggemaskan.
“Nit, kalau kak Andrian tanya gimana?”tanya Fira bingung.
“Tingga jawab kau sudah bersuami,”sahut Mualana sambil mengecup singkat pipi putih istrinya. Gadis itu mengangguk, tapi dirinya masih agak takut kalau mantan kekasihnya itu akan marah padanya.
“Nanti, paman bantu,’kan? Karena selama tiga bulan kami pacarana dia itu temperamental, aku bahkan sering kabur kalau mau dicium,”ucapnya mengingat banyak kejadian dimana kekasihnya itu hendak menciumnya.
“kenapa kau tidak mau dicium?”tanya Nita heran.
“Entah, setiap kali kami hampir berciuman, telingaku sering mendengar suara suamiku ceramah, padahal dalam setahun ini suamiku tidak pernah ceramah di depanku,”jawabnya yang juga bingung.
“Itu karena hatimu masih hidup, istriku. Dia bukan suamimu, jadi jika kau berani melakukan itu Allah akan marah padamu, membencimu, sekalipun mungkin suamimu ini tidak akan tega untuk marah padamu,”balas Maulana. Fira mengangguk, ia mengambil tangan Sang suami yang melingkari perutnya, ia memainkan jemari itu sambil tersenyum sendiri.
“Paman, kau sakit apa?”tanyanya sambil memainkan jemari Sang suami. Maulana tersenyum mendengar pertanyaan Sang istri, dia selalu tidak bisa berkata jujur kalau gadis itu bertanya mengenaik kesehatannya.
“Istriku, aku baik-baik saja. Aku akan selalu bersamamu, membuatmu melahirkan 5 atau 10 anak untukku,”jawabnya yang terdengar seperti menggelitik di telinga Firanda. Ia pun mencubit punggung lengan suaminya gemas, tidak bisakah pria itu mengatakan kaliamat intim seperti itu hanya saat mereka berdua saja, tidak perlu di depan umum begi juga.
Firanda POV
Gemerlapan cahapa bintang diteman Sang rembulang, menghangatkan malamku yang terasa sunyi tanpa pria yang ku cinta, berpuisi di malam hari terkadang bisa menghibur juga, mala mini niatku ingin melakukan adegan ranjang bergoyang dengan suamiku, tapi dia justru sibuk bekerja. Enak-enak sudah bersiap, telpon kantornya datang, ada masalah darurat yang mememerlukan suamiku segera datang, huff. Dasar penganggu, mataku mendongak melihat jam dinding yang seakan ikut menertawakanku, malam jum’at harusnya melakukan sunnah rosul malah ditinggal kerja, menjengkelkan.
Clkek….
Terdengar suara pintu dibuka, ku balikkan tubuhku agar mataku dapat melihat siapa gerangan yang sudah membuka pintu kamarku malam-malam begini,”Assalamualaikum.” Suara yang sangat kerindukan, mataku berbinar melihat tubuh suami terbaikku menyembul dari balik pintu, wajahnya nampak sangat lelah, pasti tadi pekerjaan dikantornya sangat berat.
“Walaikummussalam, suamiku,”balasku menyambut kepulangannya dengan senyuman penuh dengan rindu. Bibir seksi yang membuat gemas ingin menciumnya itu tersenyum lembut untukku, segera saja kuterjang tubuhnya.
Greb…
Wah, suamiku yang baik dengan sigap menangkap tubuhku dan memeluknya erat,”Sayangku, kau sudah tidak sabar lagi, ya? Suamimu ini baru saja datang dan sangat lelah. Tapi rasa lelahnya langung hilang karena sambutan hangat dari istri tercintanya,”katanya sambil mencium puncak rambutku, sengaja aku tidak mengenakan kerudung karena kami hanya berdua dalam kamar, baju yang kugunakan pun hanya baju tidur.
“Aku sangat merindukanmu, suamiku,”balasku.
“Baiklah, biarkan suamimu mandi terlebih dulu, ya?”katanya lembut. Aku pun tersenyum lalu melepaskan pelukanku. Pria itu terlihat seperti akan terjatuh kapanpun, kenapa ya? Apakah benar yang dikatakan Nita, suamiku sekarat? Tidak aku tidak boleh berpikir seperti itu.
Shola tumminallal Wa alfa’alamustafa Ahmad syarifil maqom…
Siapa yang mengganti nada deringku? Perasaan nada deringnya bukan itu, segera ku ambil ponsel yang tergeletak di atas meja, tertulis’my love’ yang artinya kak Andrian yang menelponku, entah kenapa hatiku ingin sekali menjawab panggilan telpon tersebut. Tapi tidak enak bila suamiku mendengarnya, lebih baik aku menjawab panggilan telpon ini diluar kamar saja, sambil menunggu suamiku selesai mandi.
Maulana POV
Rasanya sedikit segar setelah mandi, hatiku terasa bahagia melihat istri tercintaku menunggu kepulanganku hingga pukul 23.00 semoga meski ingatannya belum kembali tapi cintanya tidak pernah berubah.
Sst…
Ya Allah, dadaku kembali terasa sangat sakit, tapi mala mini istriku menginginkanku, tak tega rasanya menolak, lebih baik diriku tak perlu mengatakannya. Ku langkahkan kakiku keluar dari kamar mandi, tapi mataku tidak melihat istri kecilku, dimana dia? Bukankah katakanya menunggu ku selesai mandi, mungkin dia keluar sebentar sebaiknya ku cari dirinya.
Rasa sesak pedih dan perih dalam hatiku saat melihat dirinya berdiri di depan pintu sambil menelpon seorang pria yang merupakan kekasihnya, panggilan sangat mesrah yang bahkan jarang dia berikan padaku semenjak dirinya kehilangan ingatannya. Lupakah dia akan janji yang telah diucapkan saat di rumah saki tadi? Ingin ku tegur dia, sebagai manusia biasa hatiku juga rasa kesal dan kecewa, terluka bahkan ingin menampar gadis kecil yang berani berselingkuh di depanku, adakah seorang suami yang bisa bertahan untuk tidak menampar seorang istri yang malam-malam telponan mesrah dengan pacarnya? Tapi diriku masih berusaha untuk mengendalikan emosi, hanya bisa mengepalkan tangan menahan amarah yang meluap dalam hati, tetap tidak tega rasanya untuk melukainya. Tapi, apakah ini suatu pertanda kalau pria itu akan menggantikanku sebagai suaminya nanti setelah kepergianku?
Ku Tarik kembali langkah kakinya untuk masuk kedalam kamar, melangkah tanpa semangat menuju ranjang, mungkin aku pura-pura tidur dengan alasan kelelahan saja, ya Allah ampuni dosa istriku.