episode 3

1073 Words
Tasbih cinta episode 3 Waktu menunjukkan pukul 7.00, seorang gadis bersurai hitam panjang mengurai rambutnya, jemarinya menyisir surai hitam tersebut, bibirnya membentuk sebuah senyuman yang sangat indah. Maulana memandang miris istrinya, penampilan gadis itu jauh dari kata karakter wanita muslimah, kaos yang sangat ketat, celana jins yang juga sangat ketat,”Uhuk…uhuk…” Fira mengalihkan perhatiannya pada seorang pria yang duduk di tepi ranjang sambil memperhatikannya, matanya memandang sendu pria itu selalu saja ada rasa sedih melihat pria terlihat sakit, tapi pikirannya selalu menolak untuk mengakui kalau dia adalah suaminya. Gadis itu melangkahkan kakinya mendekati suaminya,”Paman, kau kenapa?” ia merasa khawatir dengan kondisi pria itu. Maulana tersenyum, ia merasa senang melihat gadis itu mengkhawatirkannya,”Tidak apa, sayang. Mungkin hanya kelelahan.” “Hn, benar juga. Memang sangat merepotkan kalau punya suami sudah tua, sekarang coba pikirkan, usiaku masih 20 tahun, dan kau 33 tahun,” balas Fira tanpa perasaan. “Fira, kalau dulu kau tidak berniat menikah denganku, mungkin 3 tahun yang lalu kita bukan suami istri. Tidak ada gunanya juga kau menyesal, lagi pula apa kau tidak ingat, bagaimana dirimu ingin selalu bercinta denganku?” jawab Maulana, ia bangkit dari tempat duduknya, langkahnya menghampiri almari lalu mengambil jas putih kesukannya. Pria itu mengaikan semacam bross mewah di atara kerah kemejanya, setelah itu menyisir rambutnya hingga terlihat lebih segar dan menawan. Ada perasaan tidak rela melihat pria yang usianya lebih tua darinya itu berdandan begitu menawan, bukankah mereka tidak ada janjian untuk keluar,”Mau kemana kau?” tanyanya penuh curiga. “Aku ada janji dengan seseorang,” jawab Maulana kemudian membalikkan tubuhnya menghadap istrinya. “Pria atau wanita? Kecil atau besar? Janda atau duda? Ibu-ibu atau bapak-bapak?” tanya Fira bertubi-tubi. “Bwahahaha…” Maulana tidak bisa menahan tawanya, ia tahu gadis itu sedang cemburu, sebesar apapun dan sekuat apapun dia menolak hubungan mereka, tetap saja hati terdalam tidak pernah ikhlas kalau dirinya berpenampilan menawan dan pergi tanpa mengajaknya. Fira terkesima melihat Maulana tertawa, terlihat sangat tampan bahkan melebihi Andrian, ia bahkan tidak bisa berkedip tapi kenapa dirinya jarang melihat pria itu tertawa,”Fira…” Maulana tersenyum melihat istrinya bengong bahkan tidak merespon ketika dipanggil. Cup… Fira tersentak ketika merasakan ciuman di pipinya, matanya memperhatikan suaminya yang tersenyum manis, benar-benar tidak rela kalau pria itu harus janjian dengan wanita lain, bagaimana kalau wanita itu menggodanya? Lalu menikahinya? Ia pun menggelengkan kepalanya. “Aku akan ikut kemanapun kau pergi, aku tidak mau kau membuka mulut pada semua orang kalau kita pernah menikah.” Maulana tersenyum sedih mendengar Sang istri tidak ingin ada yang tahu tentang pernikahannya, bukankah seharunya tidak ada masalah kalau semua orang tahu bahwa mereka adalah pasangan suami istri,”Kenapa?” tanyanya. “Karena aku malu punya suami sudah tua,” jawab Fira. Maulana tersenyum pedih mendengarnya,”Baiklah, aku tidak akan pernah mengatakan pada siapapun kalau kita suami istri. Sebelum kau sendiri yang mengatakannya.” Fira tertegun, entah kenapa hatinya terasa sakit mendengarnya, biasanya pria itu akan selalu merayunya dan memanggilnya istri, atau berusaha menunjukkan di depan umum hubungan mereka, apakah pria itu sudah sakit hati? Apakah perkataannya sudah sangat melukai hatinya?. “Paman, aku…” ucapannya terpotong. “Aku pergi.” Maulana melangkahkan kakinya meninggalkan Sang istri, hatinya terlalu sakit untuk tersenyum pada gadis pujaan hatinya tersebut. Fira merasa sangat bersalah pada pria itu, ia pun mengganti bajunya dengan busana muslim, dia akan pergi menemui suaminya dan memintak maaf kepadanya. Di sebuah retoran yang ada di Jakarta, seorang gadis seksi memakai gaun merah duduk di salah satu meja di depannya seorang pria rupawan bermata safir, di meje lain seorang gadis berkerudung biru dengan wajah yang ditutupi serta kaca mata hitam,”Dasar pria genit, beraninya kau kencan di belakangku,” geramnya. “Van, menurutmu, tempat pernikahan yang bagus di mana?” Fira meremas-remas pisau di tangannya, ia bersumpah akan mencabuti bulu pria itu kalau sampai berani menikah lagi… “Untuk ijabnya, di masjid juga bisa. Resepinya di rumah…” Ucapan Maulana terpotong karena suara gebrakan meja. Fira bangkit dari tempat duduknya, ia melangkahkan kakinya menghampiri meja suaminya,”Aku tidak setuju!” Wanita seksi yang duduk di depan Maulana terkejut dengan penolakan gadis itu, ia heran kenapa seorang gadis berhijab bahkan busana muslim yang terlihat anggun dengan gaun mewah bisa bersikap norak. Maulana menahan senyumnya melihat Sang istri yang tidak bisa menahan perasaan cemburunya,”Ehem, kalau aku boleh tahu, kenapa kau melarang acara rsepsinya di rumah?” tanya Maulana pura-pura tidak mengerti. “Iya benar, kenapa?” timpal wanita seksi. “Karena aku tidak mau suamiku menikah dengan wanita lain!” jawab Fira penuh emosi. “Suami? Siapa suamimu?” tanya wanita itu bingung. Fira kesal karena mengira wanita itu pura-pura begok, ia pun memeluk tubuh suaminya dari samping lalu mencium pipi putihnya,”Dia suamiku, aku sangat mencintainya, aku yakin dia juga mencintaiku. Jadi… aku tidak rela dia menikah dengamu, apa lagi di rumah kami,” jelasnya. Wanita itu terkikik, dia tidak menyengka kalau gadis itu sudah salah paham, siapa juga yang ingin menikah dengan kakak tirinya itu, lagi pula calon suaminya jauh lebih baik menurutnya,”Khkhkhk, kakak ipar. Kau kehilangan ingatan, tapi sikap protektive dan manjamu tetap tidak pernah berubah, kau bahkan selalu curiga dan takut kalau suamimu dilirik wanita lain, segeralah ingat kenangan kalian,” balas wanita itu. “Apa kau kenal denganku?” tanya Fira bingung. “Aku Syeren, dulu kita pernah bertemu, tapi karena kau kehilangan ingatanmu jadi sangat wajar kalau kau tidak mengingatku. Baiklah, aku sudah selesai, aku pulang dulu kalian ngobrol saja… dadah…” Syeren melambaik tangan lalu bangkit dari tempat duduknya, ia masih cengar-cengir sambil memandang kakak iparnya. Fira mengalihkan perhatiannya pada Sang suami yang masih duduk dengan tenang, matanya memandang kedua tangannya yang masih melingkar di leher pria itu, ia pun segera melepaskannya lalu duduk di depan suaminya. Bibirnya merengut seperti kertas usang. “Apa kau berniat menikah lagi?” tanyanya penuh selidik. “Aku hanya berniat memiliki satu istri, tapi mungkin aku harus mencari istri yang bisa menerimaku dan melepaskan istri lain yang merasa malu memiliki suami sepertiku,” jawab Maulana getir. “Tidak, aku tidak mau kau menikah lagi. Aku hanya ingin aku satu-satunya yang menjadi istrimu, beri aku waktu lagi sampai ingatanku kembali,” tolak Fira tidak terima. “Selama kau tidak melanggar aturan agama, aku tidak keberatan. Terimakasih telah mengatakan bahwa kau mencintaiku,” balas Maulana. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD