Chapter 7 - Penolakan Lucas

1342 Words
Chapter 7 - Penolakan Lucas “Pokoknya aku tidak suka melihat penampilanmu kali ini!” Lucas merengek saat melihat ibunya pulang dengan rambut pirang dan pakaian rok mini. Jauh dari sosok ibu yang biasa ditampilkannya. “Tapi, aku melakukan ini demi menunjang pekerjaanku, Lex.” “Jangan pernah memanggilku, Alex. Aku tak suka nama itu.” Lucas merengek lagi. Lily menarik napas panjang, guna memperpanjang kesabarannya yang semakin habis. “Alexander Lucas. Namamu Alex.” “Tapi kau memberiku nama Lucas. Aku menyukai nama itu.” “Kenapa?” “Karena Lucas terdengar lebih keren dibandingkan Alex.” Astaga, hanya itu alasan mengapa putranya benci dipanggil Alex. “Lagipula, nama Alex persis seperti nama seorang perundung di dekat rumah kita dulu.” “Apa kau pernah dirundung?” tanya Lily khawatir. “Tentu saja tidak. Tapi temanku Gerry selalu menyerahkan permennya pada anak nakal itu. Aku coba membelanya, tapi tetap saja mereka nakal pada Gerry.” “Jadi karena itu kau benci dipanggil Alex?” “Ya, tentu saja. Jadi mulai sekarang berhenti memanggilku Alex.” Lily tersenyum melihat tingkah polah putranya yang terkadang lucu, “Aku tetap menyukai nama Alex.” Ia bersikeras. Sengaja menggoda putranya. Lucas menatapnya tajam, “Kau memang menyebalkan.” Lily justru tertawa melihat respon Lucas yang telah dia duga sebelumnya. “Baiklah Lucas. Ceritakan padaku apa yang kau lakukan di sekolah hari ini?” “Seseorang bernama Lucas datang ke sekolah hari ini.” “Lucas?” “Temanku.” Lily kebingungan. Karena sepengetahuannya, Lucas tidak pernah punya teman bernama Lucas. “Apa kau ingat, Uncle yang pernah kita temui di bandara saat hari pemakaman Bibi Rose?” “Astaga! Jangan pernah temui dia lagi!” Lily memekik ketakutan. “Kenapa?” Lucas tak mengerti mengapa ibunya melarang bertemu Uncle Lucas. Padahal Lucas sangat menyukai pria itu. “Pokoknya, jangan pernah menemuinya. Kau mengerti?” Lily melarangnya. Sayangnya Lily lupas kalau Lucas mewariskan gen pemberontak dirinya. “Jelaskan dulu alasan mengapa aku tidak boleh menemuinya. Dia pria yang baik. Aku menyukainya.” “Tapi, kau tidak tahu niatnya. Siapa tahu dia mengincarmu untuk menculikmu.” “Mama, kau tahu kemampuanku melarikan diri cukup baik. Kau juga memberiku pelajaran ilmu bela diri. Lagipula aku sangat yakin kalau Uncle Lucas bukan orang jahat.” “Dari mana kau yakin akan hal itu?” tanya Lily skeptis. “Karena namanya mirip dengan namaku. Aku percaya siapa pun orang yang bernama Lucas, bukanlah orang jahat.” Dasar bocah lima tahun, lugu sekali pemikirannya. “Mama cuma khawatir, Luc. Mama takut terjadi sesuatu yang buruk padamu. Lagipula kau belum terlalu mengenalnya. Jadi, tolong dengarkan Mama kali ini. Please? Kau tidak mau membuatku cemas sepanjang hari, ‘kan?” Lucas pun luluh mendengar ucapan ibunya. “Baiklah, Ma. Jika itu keinginanmu. Aku akan berhati-hati jika bertemu dengannya.” Lily tersenyum puas mendengarnya. *** “Luc, ini aneh. Jelas-jelas, kalau Lucas memang sangat mirip denganmu. Lagipula kemampuannya itu, sangat di luar nalar manusia. Bagaimana bisa dia punya otak secemerlang itu di usianya yang baru beranjak lima tahun.” Darren kehabisan akal memikirkan, bagaimana seorang bocah lelaki usia lima tahun melacak keberadaan ibunya dengan sistem komputer yang sangat canggih. “Seseorang pasti mengajarinya!” Darren berkata lagi, penuh keyakinan. Lucas hanya termenung, mengingat pertemuannya lagi dengan Lucas. Si bocah kecil yang menarik perhatiannya. “Apa kau pernah menemui ibunya lagi?” “Entahlah! Aku tak yakin!” “Sepertinya kau harus mencari tahu identitasnya.” “Bagaimana caranya?” “Kau temui saja anak itu lagi. Dan biarkan dia ceritakan asal-usulnya.” “Bukankah ini seperi pemaksaan?” “Ya, lakukan dengan cara yang lebih halus. Sepertinya dia sangat menyukai dirimu. Dia terlihat antusias mengobrol denganmu.” “Sungguh, aku berani bersumpah kalian berdua bak pinang dibelah dua. Aku yakin sekali.” Ucapan Darren kembali membuat keraguan Lucas sebelumnya memudar. Menguatkan kembali keyakinan kalau Lily adalah wanita yang tidur bersamanya malam itu. “Ayo kita temui dia lagi. Bagaimana dengan besok?” “Besok?” “Kita ajak kita berkunjung ke kantor kita dan biarkan dia menjelajahi perusahaan teknologi milik kita. Jika memang dia menyukai coding, aku rasa dia akan sangat antusias dengan ide brilianku.” “Apa kau yakin?” Lucas meragu. Ia takut jika sikapnya membuat bocah itu menarik diri darinya. “Tentu saja!” *** Sesuai rencana, Lucas dan Darren sengaja mengosongkan jadwal mereka siang itu. Keduanya sudah tiba di depan gerbang sekolah untuk menjemput Lucas pulang. Jika mereka berhasil, makan keduanya akan mendapatkan alamat di mana Lucas tinggal saat ini. “Lucas!” Darren melambaikan tangan penuh semangat saat melihat bocah jtu berlari keluar menuju area pekarangan sekolah. Sayangnya Lucas menyambut mereka dingin. “Ada apa?” tanya Lucas, bingung dengan sikap Lucas kecil. Darren dan Lucas serempak bergerak menghampiri Lucas. Lucas memasang kuda-kuda sempurnanya, bersiap menyerang mereka. “Jangan mendekat, atau kupatahkan lengan kalian satu per satu.” Lucas mengancam. “Hei, bro. Ini aku, kau masih ingat ‘kan? Aku Lucas temanmu.” Lucas mencoba merayunya. Sayangnya Lucas tetap pada posisi bertahan. “Apa kalian datang untuk menculikku?” tanya Lucas, tanpa basa-basi. “Kau gila, hah?” Darren berseru. Untungnya Lucas mengingatkannya. “Sorry, maaf. Tadi kata-kataku refleks. Maafkan aku.” Darren segera menyadari kesalahannya. Dia menutup mulutnya rapat-rapat. “Ada apa? Apa aku melakukan kesalahan kemarin hingga membuatmu marah padaku?” Lucas bertanya dengan nada lembut. “Tidak! Hanya saja mamaku melarangku bertemu kalian lagi.” Ucapan Lucas mengejutkan keduanya. Kedua sahabat itu saling memandang, “Lho, apa ada alasannya? Apa aku terlihat seperti orang jahat di matamu?” Lucas kecil menggeleng. “Lalu?” “Entahlah! Pokoknya aku sudah berjanji agar menjauh dari kalian.” “Yah, sayang sekali. Padahal kami ingin mengundangmu pergi ke perusahaan kami.” “Apa benar?” Mata Lucas seketika berbinar-binar mendengar ide brilian tersebut. Tentu saja ia amat ingin pergi ke perusahaan teknologi untuk mengetahui lebih jauh soal teknologi. Karena selama ini hanya ibunya yang mengajarinya soal sistem coding. “Tentu saja. Kurasa kau akan sangat tertarik berkunjung ke perusahaan kami.” Lucas merasa kecewa. Sikapnya yang semula siaga, mendadak menjadi tak berdaya. “Tapi, aku harus bilang mamaku.” “Tentu saja. Kau boleh mengajak mamamu bersamamu.” Memang itu tujuan awal mereka. Mempertemukan Lucas dengan Lily kembai. Lucas kecil menggeleng, “Mama harus bekerja. Sepertinya dia pasti tidak bisa ikut.” “Yah, sayang sekali.” Darren pura-pra bersimpati. “Bagaimana kalau kau pergi sendiri?” “Tidak bisa. Aku dilarang ikut siapa pun kecuai Papa Nathan yang datang menjemputku.” “Baiklah, tidak masalah. Kapan pun kau ingin datang berkunjung, aku pasti siap menerima kehadiranmu di perusahaanku, Bro!” Lucas menghapus kekecewaannya. Senyum Lucas kecil mengembang lebar. “, aku pasti akan merayu Mama agar mengizinkanku pergi denganmu. Sampi jumpa lagi Oom, sepertinya Papa sudah datang menjemputku.” Lucas melambaikan tangan ke arah mereka. Setengah berlari, dia menuju area gerbang sekolah. Di sana seorang lelaki tampan telah menunggunya. Lucas berhambur ke pelukannya yang langsung dibalas oleh senyum lebar lelaki itu. Lucas menatap pemandangan itu dengan tatapan iri. “Apa kau membayangkan lelaki yang mengendong Lucas itu adalah dirimu?” Darren seolah mengetahui isi hatinya. “Jangan bercanda!” sergah Lucas. “Dia bukan putraku. Aku takkan bertindak impulsif dengan mengakuinya sebagai putraku sendiri!” “Yah, siapa yang tahu?” Darren mengangkat bahu, acuh tak acuh. “Sekarang apa rencanamu?” “Ke kantor. Menyusun kembali program yang gagal dipasarkan ke pasaran.” “Dasar maniak program!” celetuk Darren. “Jika, aku tidak maniak. Kau tidak akan sekaya raya ini!” “Tentu saja, kekayaanku tidak sebanding denganmu.” “Salahkan dirimu sendiri kenap terlalu boros membeli hadiah untuk gadis yang menolakmu itu,” sahut Lucas, sengit. “Berhentilaj bicara, Lucas. Atau kubilang ke semua orang kalau keperjakaan Lucas pernah dibeli seorang gadis,” balas Darren, tepat sasaran. “Bereng-sek! Ke mari, kau! Apa aku perlu memberimu satu tinju di mulutmu agar kau berhenti bicara, hah?” Takut dengan ancaman Lucas, Darren pun segera kabur sebelum pukulan keras Lucas mengenai wajahnya yang semakin rupawan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD