Chapter 4 - Gadis Beraroma Lili

1472 Words
Chapter 4 - Gadis Beraroma Lili “Aku menemukannya, Darren.” Lucas berkata tiba-tiba. Darren tersentak, sedikit bingung karena sejujurnya ia tak mengerti siapa yang Lucas temui. “Siapa?” “Gadis beraroma lili.” Saat itu Darren bersumpah ia nyaris tuli ketika mendengar Lucas menyebut sosok itu lagi. “Hei, hati-hati!” Lucas mengomel karena Darren nyaris membuat mereka celaka. “Aku hanya menginjak rem mendadak!” “Untungnya aku mengenakan sabuk pengaman!” omel Lucas lagi. Wajahnya merengut. “Setidaknya benda itu berfungsi dengan baik,” sahut Darren kembali menginjak gas dan mulai mobil mulai berjalan. “Apa kau yakin kalau wanita itu gadis yang membayarmu malam itu? Bukankah kau pikir gadis itu adalah Rose?” “Itu ... “ Lucas semakin tak yakin. Karena dia benar-benar kehilangan jejaknya. Keesokan paginya setelah malam panas dan penuh gairah itu, Lucas mencari gadis itu di seluruh kampus, dan sialnya, ia tak menemukan gadis itu sama sekali. Bahkan tak ada seorang pun mengenalinya. Dia seperti hilang di telan Bumi. Lucas mencari nama gadis yang pindah dari kampus di semester itu, tapi ia mendapatkan kehampaan. Karena tidak ada satupun mahasiswi yang berhenti kuliah atau pindah dari kampusnya. “Lalu siapa namanya?” “Entahlah, sepertinya namanya persis nama bunga.” Lucas memacu otaknya untuk mengingat aroma bunga yang menguar dari tubuh molek wanita itu. “Lily!” Lucas menjentikkan jarinya, merasa antusias setelah mengingat nama gadis yang bersamanya. “Terus di mana dia sekarang?” tanya Darren, ikut penasaran. Lucas menyandarkan tubuhnya di jok mobil. “Malangnya dia karena tak tahu di mana keberadaannya.” Darren tersenyum mengejek sahabat sekaligus bosnya yang sekali lagi kehilangan jejak perempuan itu. “Kau kehilangan mangsamu lagi kali ini, Bro!” Lucas hanya diam. Wajahnya mengeras, rahangnya mengetat, kesal karena ucapan Darren sekali lagi mengusik dirinya. “Ya, sudah. Lupakan saja dia. Toh kau tidak kehilangan apapun. Buktinya kau bisa mendapatka posisimu saat ini berkat uang yang dia berikan, ya ‘kan? Kau bisa membangun bisnismu sendiri tanpa bantuan dari ayahmu yang menjengkelkan itu.” “Berisik!” omel Lucas. Darren hanya menutup mulutnya sambil mengangkat bahunya, tak acuh. Beginilah sifat sahabatnya yang dingin dan tak berperikemanusiaan, tapi Darren peduli padanya. *** “Mau apa kau datang?” Seperti yang ia duga, Lily mendapat sambutan sinis dari ayahnya. “Aku ingin bertemu Rose untuk terakhir kali,” sahut Lily, dingin. “Sudahlah!” Sang ibu berusaha menenangkan suaminya. Anthony pun terpaksa menerima kembali kehadiran putrinya yang telah ia anggap mati sejak lama. Hatinya masih terasa sakit mengingat kelakuan Lily dulu, hamil tanpa tahu siapa ayah dari anak yang dikandungnya. Kemudian sekarang, setelah lima tahun berlalu, putrinya datang bersama cucunya, si anak haram itu. Anthony menatap sinis ke arah cucunya yang rupawan. Perpaduan gen yang sempurna dari kecantikan Lily dan sang ayah, yang entah siapa namanya. Pemakaman berlangsung khidmad, Lily dan Lucas mengikuti upacara dengan perasaan penuh duka. “Pergilah! Dan bawa anak harammu itu jauh-jauh dariku!” Anthony mengusirnya lagi. Kali ini di depan semua tamu yang hadir di pemakaman. Lily menutup telinga putranya, agar bocah laki-laki itu tidak mendengar ucapan kakeknya yang tajam. “Aku akan pergi, setelah aku tahu penyebab mengapa Rose bisa kecelakaan?” “Tentu saja, semua itu bisa terjadi kapan saja dan di mana saja, ‘kan?” Ayahnya berkata tiga oktaf lebih tinggi, nyaris memekakkan telinga. “Aku tak percaya. Aku yakin dia pasti dibunuh!” “Kau gila, hah?” “Aku bersumpah akan mencari tahu penyebab kematiannya!” “Jangan membangkang Lily. Sejak dulu kau memang selalu menjadi anak paling menyusahkan. Seharusnya aku tidak membiarkan Jasmine melahirkanmu dulu. Seharusnya kubiarkan saja, Rose yang hidup. Jadi aku tidak perlu kehilangan dirinya sekarang!” maki Anthony. Ucapannya selalu tajam dan menyakitkan. Lily sudah terbiasa mendengarnya. Melihat kemarahan sang ayah, Lily memutuskan pergi, sebelum suasana semakin mencekam. Putranya menggenggam tangannya, kuat. Lily melirik sekilas ke arahnya, “Apa Kakek selalu berkata setajam itu padamu, Ma?” Lily berusaha menahan laju airmatanya melihat ketegaran putranya. “Tidak. Baru kali ini. Mungkin Kakek sangat terluka karena kehilangan Bibi Rose. Dia sangat menyayangi kami berdua.” Lily berbohong pada putranya. Sayangnya putranya terlalu pintar memahami emosi ibunya, “Aku tahu, Kakek tidak menyukaimu. Tapi aku sangat menyukaimu bahkan rasa sukaku padamu tinggal akan mungkin bisa kau tampung lagi, Ma. Jadi tidak usah bersedih. Ada aku, di sini.” Lucas memang baru berusia lima tahun. Tapi pemikirannya yang dewasa melebihi pikiran anak seusianya. “Kau tidak usah takut, Ma. Karena aku akan menjagamu.” Lucas menggenggam tangannya, erat. Meneguhkan hatinya. *** “Kau akan tinggal di sini? Apa kau yakin?” Nathan bertanya padanya berulang kali, meyakinkan Lily. “Tentu saja. Lagipula aku sudah meninggalkan semuanya di kota itu, menarik berkas Alex dan siap memulai kehidupan baru di kota ini lagi. Lagipula hanya ini satu-satunya cara untuk menemukan penyebab kecelakaan Rose.” “Apa kau yakin kalau kemarian Rose sangat janggal?” “Aku dan Rose hidup di rahim yang sama. Tumbuh besar bersama. Lahir bersama. Meski Rose lahir sedikit lebih awal dibandingkan aku, setidaknya aku terus bersamanya. Sifat kami memang berbeda, tapi kami saling memahami satu sama lain. Dan aku merasa ... “ Lily tak mampu melanjutkan kata-katanya. Emosi telah mengambil alih dirinya. “Aku merasa sangat kehilangan dirinya. Aku merasa bersalah karena di saat terakhirnya aku tidak bersamanya.” Tangis Lily seketika pecah, Nathan menghiburnya. “Sudahlah. Jangan sesali masa lalumu.” “Jika kau memutuskan tinggal di sini, aku sudah siapkan berkas lamaranmu. Jika kau siap, besok datanglah ke kantor Unity Corps. Mereka sedang membutuhkan sekretaris sekarang. Pemilik perusahaan itu adalah Damian, tunangan Rose. Mungkin dengan bekerja di sana, kau bisa menemukan fakta tentangnya, yang kau curigai selama ini.” “Baiklah. Terimakasih banyak atas bantuanmu, Nath. Kau memang selalu selangkah lebih cepat dibandingkan aku.” “Setidaknya kau butuh rencana untuk membalaskan dendammu, ‘kan?“ “Tentu saja. Untung saja aku memilikimu sebagai rekanku. Jaringan kuatmu sangat bisa kuandalkan.” Nathan tersipu malu mendengar pujian sepupunya itu. “Kau juga tidak usah khawatir soal sekolah Alex. Aku sudah mendaftarkannya ke Rainbow Kindergarten. Kujamin sekolah itu adalah sekolah terbaik di kota ini.” “Terimakasih Nathan. Aku tak tahu apa yang akan terjadi padaku tanpa dukungan dan bantuanmu.” “Dengan senang hati, Lily. Jangan sungkan padaku jika kau membutuhkan bantuan apapun.” “Baiklah. Sekali lagi terimakasih Nathan.” Lily memeluk lelaki itu, erat. Menciptakan debaran di jantung lelaki itu. *** Tiga hari kemudian, Lucas akhirnya kembali dari perjalanan bisnisnya. Seperti biasa Darren mengantarnya ke perusahaan miliknya. Unity Cooperation adalah sebuah perusahaan berbasis technology intelligence yang dibangun oleh Lucas yang menjabat sebagai Founder, Owner sekaligus CEO di perusahaan miliknya yang sekarang menjadi perusahaan besar yang mulai diperhitungkan oleh para investor akan prospek masa depannya yang cerah. “Ada berita baru?” “Tidak ada, Tuan Damian.” Setibanya di kantor mereka, sikap Darren berubah seratus delapan puluh derajat dari sebelumnya. Dia bersikap layaknya seorang asisten pribadi sekaligus ornag kepercayaan Lucas yang berganti nama menjadi Damian di perusahaannya ini. Mereka menaiki lift menuju lantai atas, hingga beberapa karyawan memasuki lift. Saat itulah Lucas bersumpah ia mencium aroma lily yang khas itu lagi, menusuk hidung. Melihat ekspresi Lucas yang berubah, Darren segera berbisik, “Ada apa?” “Tidakkah kau mencium aroma lili di lift ini?” Darren mengendus udara, mencoba mencium aroma yang dimaksud sahabatnya. “Aku tidak mencium apapun kecuali aroma pengharum ruangan. Sepertinya mereka mengganti aromanya dengan aroma bunga yang lebih manis.” “Tidak, ini aroma milik gadis itu!” tukas Lucas menelisik setiap wanita yang berada di lift yang sama dengan mereka. Tatapannya menajam. Hampir seorang orang Lucas kenali, hingga ia terpaku pada seorang gadis berkulit putih dengan rambut pirang yang memesona. Ia mengingat rambut hitam panjang milik gadis itu, berarti bukan dia, batin Lucas. Tapi aroma tersebut menguar darinya. Ada apa dengannya? Mengapa dia terus menerus mencium aroma lili yang memabukkan. Pintu lift terbuka, beberapa karyawan keluar. Hingga tersisa mereka bertiga. “Lily?” Lucas menerka-nerka. Seketika gadis itu menegang. Ia melirik ke arah lelaki yang berdiri tepat di belakangnya. Dinding lift yang terbuat dari aluminium memantulkan penampilan lelaki yang berada tepat di belakangnya. Lelaki itu adalah Lucas, lelaki yang sama yang ia temui beberapa hari lalu. Lelaki yang harus ia hindari seumur hidup, jika ia mengharapkan rahasia tentang putra mereka tersimpan rapat. Ting, lift berdenting. Meski bel tiba di lantai yang ia tuju, Lily bergegas keluar dari dalam. Lucas hendak menahannya, namun pintu terlanjur tertutup dan perempuan itu telah menghilang dari balik pintu. “Ada apa?” Sikap aneh Lucas menimbulkan tanda tanya di benak Darren. Tidak pernah sekali pun ia melihat Lucas bertindak impulsif seperti kali ini. “Cari tahu, siapa dia sekarang!” perintah Lucas yang tentu saja Darren segera melaksanakannya tanpa membantah. “Lily, akan kucari tahu siapa kau!” batin Lucas, antusias. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD