Tatapan tajam penuh amarah itu sesaat membuat nyali Jovanka menjadi ciut. Tapi ia berusaha menguasai perasaannya.
“Jelita, aku akan ber…”
“Saya tidak pernah menyangka akan mendapatkan perlakukan kejam seperti ini di malam pertama pernikahan saya, Bu. Jika seandainya saya tahu nasib saya akan seperti ini, saya akan lebih memilih menderita dan menjadi pengemis atau sekalipun untuk mendapatkan uang demi pengobatan ayah saya. Kalian begitu kejam terhadap saya, apa salah saya sehingga harus mendapatkan perlakuan seperti ini?
Saya tahu, suami ibu sama sekali tidak menyukai saya, tapi saya tidak pernah menyangka dia akan menyiksa saya seperti ini. Aw..aww… tubuh saya seperti remuk semua, hiks…hiks…sakit,” Jelita meringis dan kembali terisak, ia ingin bangkit tapi tertahan rasa sakit di bagian bawah tubuhnya.
“Aku mohon kau tenang dulu Jelita, jangan paksakan tubuhmu du…” Jelita dengan kasar menepis tangan Jovanka yang berniat membantunya.
“Oke baik, aku tahu bagaimana perasaanmu dan apa yang kau pikirkan sekarang. Aku minta maaf untuk itu semua. Terserah kau mau mencaciku atau bahkan menghinaku aku akan terima karena aku memang pantas mendapatkannya. Tapi aku minta jangan menyalahkan masa Abi. Dia tidak tidak tahu apa-apa mengenai hal ini, sebenarnya dia hanyalah korban atas perbuatanku, Jelita.”
“Bagiamana dia tidak tahu apa-apa, padahal jelas-jelas dia melakukan semua ini terhadapku!” Jelita meradang.
“ Jelita, sebenarnya aku yang mencampurkan obat perangsang dalam minuman mas Abi sebelum masuk kekamarmu degan harapan dia mau menyentuhmu tanpa ragu, tapi di luar dugaan, hasilnya mas Abi tidak bisa mengontrol nafsu dan menyerangmu secara membabi buta. Aku yang bersalah.” Jovanka terlihat sangat menyesal atas apa yang terjadi.
Jelita hanya terdiam, dalam pikirannya hanya mencari cara agar ia bisa keluar dari tempat itu.
“Jelita, kau tahu. Lukamu ini akan segera pulih dalam waktu dekat. Tidak akan terjadi apa-apa. Malam pertama yang pasangan lain rasakan juga tidak akan jauh berbeda dengan yang kau rasakan sekarang. Mereka juga merasakan sakit, hanya saja yang kau rasakan ini memang sedikit parah karena mas Abi tidak mengontrol nafsunya . Dan ini semua aku yang salah. Aku minta maafkan aku ya.
Kau tidak boleh banyak bergerak dulu . Ini aku bawa obat pereda rasa nyeri. Makan bubur ini dulu dan minum obatnya, ya.” Jovanka dengan penuh perhatian menyiapkan makan untuk Jelita. Ia tidak ingin kehilangan Jelita. Ia harus merebut kepercayaan Jelita lagi.
“Bu, biarkan aku pergi dari sini. Cari wanita lain saja, aku tidak bisa meneruskannya.”
“Deg…!”
yang Jovanka khawatirkan terjadi, Jelita ternyata ingin mengakhiri semuanya setelah rencananya sudah hampir sempurna.
“Jelita, aku tahu kau tidak bisa menerima semua ini begitu saja. Tapi kau juga tidak bisa lari begitu saja setelah pernikahan. Ingat, walau ini hanya pernikahan kontrak, tapi kau dan mas Abi sudah sah menjadi suami istri dan kau tidak bisa meninggalkan mas Abi dan lari darinya. Kau adalah istri dari seseorang dan seorang istri harus patuh dan taat terhadap suaminya.” Jovanka berusaha menjelaskan.
“Tapi aku tidak tahan jika harus di perlakukan seperti ini, Bu. Dia menyiksaku, ibu bisa lihat sendiri bagiamana pak Abi melakukan hal mengerikan itu. Dia sama sekali tidak menghiraukan jeritanku, aku bahkan memohon-mohon untuk berhenti tapi dia sama sekali tidak peduli. Dia terus saja menggerakkan tubuhnya di atas tubuhku, itu sama saja dengan memperkosaku, Bu. Aku bahkan sampai berdarah, Itu tindakan illegal meskipun dilakukan dengan istri sekalipun. Aku tahu, ini sudah menajdi perkara KDRT. Dan ini bisa aku laporkan sebagai tindak kejahatan!” balas Jelita.
Mendengar itu Jovanka mulai panik. ternyata gadis ini terlalu cerdik untuk di remehkan, dia polos tapi tidak bodoh.
“Jelita, dengarkan aku. ini tidak bisa di anggap sebagai tindakan KDRT atau semacamnya karena kau tahu kan, mas Abi melakukannya di bawah pengaruh obat. Kau mempermasalahkan tentang darah ini, kau tahu ini adalah darah perawanmu, Jelita. Aki tidak percaya kau tidak mengetahuinya. Dan itu tidak bisa di jadikan sebagai bukti.
Meskipun kau melaporkannya, kau tidak akan mendapatkan apa yang kau inginkan. Kau hanya akan malu karena telah menceritakan tindakan suamimu sendiri di malam pertama kalian. Ini tidak benar, Jelita.
Begini saja, tenangkan dulu pikiranmu. Biarkan tubuhmu pulih, setelah itu kita bicarakan lagi, oke?” ucap Jovanka memberi solusi. Ia harus memikirkan lagi bagaimana cara membujuk Jelita agar bisa menerima Abizar lagi.
“Bu…” lirih Jelita.
“Apakah pak Abi akan melakukan hal seperti ini lagi padaku?” Jovanka terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Apakah dia jujur saja?
“Jelita, sejak awal perjanjian kita adalah untuk mendapatkan keturunan dari suamiku. Dan sebelum itu tercapai kau akan seterusnya menjadi istri suamiku. Tapi tenang saja, aku janji, kejadian seperti ini tidak akan pernah terjadi lagi. Mas Abi tidak akan melakukannya lagi, kau tahu Jelita, dia itu sebenarnya pria yang sangat lembut. Dia selalu memperlakukanmu dengan sangat baik. Aku bahkan sampai berpikir jika tidak ada lagi ;pria selembut dan sebaik dia di dunia ini selain Mas Abizar, suamiku. Aku mengingkan anak darinya pun karena aku tidak ingin kehilangan dirinya.
Jadi aku minta kau bersabar sebentar lagi ya, kau hanya perlu hamil saja. setelah itu kau bisa bebas dan melakukan apa pun semaumu. Sebagai gantinya kau akan mendapatkan apa pun ya g kau inginkan. Kau mengerti maksudku kan?”
Jelita terpaksa mengangguk, perasaannya sedikit lebih tenang setelah mendengar penjelasan dari Jovanka. Apakah yang di katakannya itu benar? Apakah Abizar seorang pria yang lembut dan baik? Apakah jika dia melakukan itu dengan lembut dirinya akan merasa nyaman?
Jelita kembali merebahkan tubuhnya dan memejamkan mata, mencoba mengusir ketakutan yang masih menggangunya. Lagipula dia juga tidak punya pilihan lain selain bertahan di tempat ini sampai masa kontraknya selesai.
***
Jelita terbangun setelah perutnya terasa keroncongan. Ia melirik jam yang sudah menunjukkan pukul 2 siang. Pantas saja perutnya sangat lapar, ternyata ia tidak menyentuh makanannya dan kembali tidur setelah Jovanka meninggalkan kamar.
Jelita berusaha bangkit dan berjalan tertatih masuk ke kamar mandi, ia senang karena akhirnya ia sudah bisa berjalan walau rasa perihnya masih terasa.
“Aaaakkhhh….!!! Tiba-tiba jelita menjerit histeris, Abizar yang ternyata sudah berada di depan pintu kamar Jelita sejak tadi, mendengar teriakan itu langsung membuka pintu dan masuk ke dalam. Mencari sumber suara yang berasal dari kamar mandi. Karena khawatir, Abizar tanpa berpikir panjang langsung membuka pintu dan melihat apa yang terjadi.