Terkejut

1846 Words
Semua orang yang ada di ruangan itu terkejut bukan kepalang, wajah mereka berubah pucat seketika saat melihat siapa yang berdiri di ambang pintu. Apalagi dengan insiden yang baru saja terjadi, mereka juga tahu jika telah melakukan kesalahan. “Apa yang masih kalian lakukan di ruangan ini? bukankah seharusnya ruangan ini sudah siap?” ucap Abizar dengan wajah serius. Salah satu diantara mereka melangkah maju dengan takut-takut, “Maaf Pak, kami masih berusaha menyelesaikan persiapan ruangan ini, berhubung karena peralatan yang kami pesan baru sampai padi tadi, jadi kami baru bisa bergerak,” ucapnya memberikan penjelasan. Wajah serius Abizar berubah tegang, rahangnya terlihat mengeras menahan emosi yang mulai mencuat. “Kalian sangat tahu kalau hari ini akan ada meeting yang sangat penting, tapi kenapa tidak ada satu pun di antara kalian bisa mengantisipasi kekacauan ini?” suara Abizar terdengar tegas dan penuh penekanan. Terlihat sangat jelas emosi pada wajahnya yang super tampan itu. Wajah yang berubah memerah itu malah terkesan semakin tampan sekaligus menakutkan di mata orang-orang yang ada di ruangan itu, tidak terkecuali Jelita. Abizar memang baik, tapi jika menyangkut konsistensi dalam pekerjaan, hati lembutnya akan berubah menjadi duri tajam yang siap menusuk siapa saja yang melanggar. “Ma..maaf pak..kami akan berusaha menyiapkan ruangan ini tepat waktu, kami berjanji.” Semuanya tertunduk menyadari kesalahan mereka. Seharusnya memang ruangan ini sudah clear dan siap di gunakan. “Sebaiknya memang begitu, karena jika tidak, kalian akan tanggung konsekuensinya,” ucap Abizar sebelum melangkah pergi meninggalkan ruangan itu. Setelah Abizar pergi, mereka kembali sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Jelita mengamati seluruh ruangan yang di sedang di persiapkan. Masih ada beberapa kekurangan. Dengan keahlian desain interior yang dimilikinya, dia bisa mengetahui letak kekurangan ruangan itu. Gadis itu melihat jam tangan yang melingkar di tangannya. Waktunya tidak banyak lagi, dia harus melakukan sesuatu. Jelita segera mengambil taplak meja yang diminta oleh seniornya tadi dan kembali masuk ke dalam ruangan. Dia segera mengatur ulang susunan kursi yang masih tampak belum teratur dengan baik. “Eh Jelita, apa yang kau lakukan?” orang-orang yang ada di sana sempat tertegun melihat betapa sigapnya Jelita bergerak menyusun tatanan ruangan, gadis itu berjalan ke sana kemari dengan cekatan. Melihat semangat Jelita, mereka pun akhirnya mengikutinya. “Pak Damar, layar proyektor itu harusnya lebih di tinggikan sedikit. Letaknya harus disetarakan dengan tinggi badan orang, setidaknya seukuran Pak CEO karena sudah pasti beliau yang akan presentasi nanti. Letakkan lebih tinggi sedikit supaya presentasi bisa dilakukan dengan nyaman,” ucap Jelita seketika. Awalnya mereka lagi-lagi hanya tertegun mendengar arahan tiba-tiba gadis itu, karena selama 2 minggu ini jelita bekerja bersama mereka, gadis itu tidak pernah menunjukkan atensi tertentu. Jelita hanya bekerja sesuai tugasnya bahkan dengan sangat penurut dia membantu tugas karyawan lain yang sedang kesulitan tanpa menunjukkan sesuatu yang bisa menarik perhatian. Tapi sekarang, gadis itu tiba-tiba berubah menjadi seorang ahli. Dengan profesionalnya dia mengambil alih tugas dan mengarahkan mereka, pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh seorang ahli desain interior, dia lakukan dengan mudah. Semuanya pun dengan patuh mengerjakan setiap arahan Jelita sampai ruangan itu benar-benar sempurna dan siap untuk di gunakan dan tentunya tepat waktu. “Wah, kau hebat Jelita, bagaimana bisa kau dengan mudahnya mengetahui kekurangan ruangan ini seperti seorang ahli?” puji salah seorang rekannya. “Ah, ini bukan apa-apa mbak Dila, Tadi itu hanya sedikit syok saja karena tekanan kerja kita. Makanya ide itu muncul begitu saja,” ucapnya merendah. “Oke ya sudah kalau begitu, kerja kita sudah beres. Sebaiknya kita tinggalkan ruangan ini sebelum peserta meeting datang,” ucap Dila memberi instruksi. Semuanya pun mengangguk setuju dan satu persatu mereka meninggalkan ruangan. “Jelita, apa masih ada yang kurang? “Oh tidak mbak, aku hanya ingin memastikannya saja.” “ Kalau begitu aku duluan ya,” ucap Dila saat melihat Jelita masih berdiri mengamati setiapi sudut ruangan. “Iya mbak,” jawab Jelita. Setelah semua rekannya pergi Jelita melangkah kembali ke dalam ruangan, mengamati setiap detail yang sudah mereka kerjakan. Sepertinya sudah beres semuanya, pikir gadis itu. Dia kemudian kembali melihat jam tangannya, waktu tinggal 10 menit lagi sebelum acara di mulai. Dia harus segera meninggalkan ruangan itu sebelum bosnya datang. Akan tetapi pada saat Jelita hendak melangkah meninggalkan ruangan, tiba-tiba saja dia melihat sesuatu. Dia melangkah menghampiri untuk melihatnya lebih jelas, dan ternyata itu sebuah kantong plastik yang terjebak di langit-langi ruangan. Sepertinya mereka melewatkan benda itu. Jelita berusaha menggapai benda itu tapi tinggi tubuhnya kurang, dia bahkan sudah mengambil kursi untuk membatunya menggapai benda itu tapi masih saja kurang. Jelita mulai cemas, benda itu sangat jelas terlihat dari bawah sini dan hal itu sangat tidak elok dipandang. Apa yang harus dia lakukan sekarang? Benda itu harus dihilangkan sebelum orang-orang berdatangan. Dia pun kembali berusaha menggapai benda itu, dia berjinjit di atas kursi, sedikit lagi dia meraihnya tapi gagal. Namun gadis itu tetap berusaha dan tidak kenal menyerah, sampai tidak menyadari kedatangan seseorang. “Yap sedikit lagi kumohon, ayolah..ayolah,” gumannya sambil berusaha menggapai benda itu. Karena Jelita melakukan gerakan berlebih di atas kursi beroda itu, tubuhnya oleng sehingga menyebabkan kursi itu bergerak, tubuh jelita pun melayang jatuh ke lantai. “Akhhh…!!!” lagi-lagi dia merasakan sesuatu yang menahannya sehingga tubuhnya tidak sampai menyetuh lantai atau dia akan merasakan sakit yang luar biasa. Tapi anehnya, tubuhnya tidak merasakan apa-apa. Jelita pun membuka mata dan lagi-lagi wajah tampan itu yang dia lihat. “Ah Pak..?!” dengan cepat Jelita menegakkan tubuhnya sehingga pegangan pria itu pun terlepas. Wajah Jelita memerah karena malu. Ini sudah yang kedua kalinya, pasti bosnya itu akan marah besar. “Maafkan saya pak,” ucapnya kembali meminta maaf. “Kau lagi, kenapa setiap kali melihatmu kau selalu saja nyaris terjatuh?” ucap Abizar dengan wajah dinginnya. “Anu pak, ada sesuatu yang terlewat tadi, jadi saya berusaha memperbaikinya tapi, tidak berhasil.” Dengan polosnya Jelita menjelaskan masalahnya. Abizar melihat benda yang ditunjukkan Jelita, pria itu menggeleng. “Kalian memang kurang teliti. Untung saja tatanan ruangannya bagus. Hendra, selesaikan ini segera sebelum para klien itu datang,” perintah Abizar memberi. Sedangkan Jelita masih terdiam mematung di tempatnya. “Kenapa kau masih di situ?” tegur Abizar kepada Jelita. “I..iya pak, saya permisi.” Dengan cepat Jelita meninggalkan raungan itu. Abizar hanya menggeleng melihat gadis itu sejenak lalu kembali fokus mengamati ruangan itu. Beberapa jam kemudian, Abizar terlihat tersenyum puas setelah kelima investor itu menanda tangani kontrak kerja mereka. “Terima kasih atas kepercayaannya, kami akan melakukan yang terbaik,” ucap Abizar sambil menjabat tangan kelima pria itu. “Iya, kami juga sangat berterima kasih telah menerima kami dengan baik di sini. Ngomong-ngomong tatanan dan dekorasi ruangan ini sangat mengesankan untukku. Apa boleh saya tahu siapa yang bertanggung jawab atas ruangan ini?” ucap salah satu klien. “Oh iya tentu saja. Saya akan memperkenalkan mereka kepada Anda,” ucap Abizar dengan muka berseri. Dalam hati dia merasa bangga dengan hasil kerja para pegawainya. Mereka tentu saja akan di beri bonus setelah ini. “Oh baik, kalau begitu kami permisi dulu,” ucap mereka kemudian meninggalkan ruangan. Hendra kemudian mengikuti langkah orang-orang itu untuk mengantar mereka sampai ke lobi. Abizar terlihat sangat bahagia, senyum di bibirnya tidak pernah hilang. Dia terus menatap map coklat tebal yang ada di tangannya itu dengan tatapan yang berbinar. Sungguh keberhasilan negosiasi yang sangat sukses. Dia tidak menyangka akan mendapatkan kepercayaan kelima investor itu dalam sekali presentasi. Dia benar-benar sangat puas. Jam di tangannya menunjukkan pukul 3 sore, masih ada beberapa jam lagi sebelum waktu pulang tiba. Sebenarnya dia bisa saja pulang cepat, mengingat dia adalah pemilik perusahaan, tapi contoh itu tidak pernah dia tunjukkan kepada para karyawannya. Contoh yang baik akan selalu ditunjukkan oleh pemimpin yang baik. Tidak lama Hendra sekretarisnya datang. “Hendra, kamu panggilkan semua karyawan yang bertugas di ruangan ini untuk menemuiku di sini sekarang.” Perintah Abizar. “Baik pak,” jawab Hendra. Pria itu kemudian menelepon seseorang. Tidak menunggu lama, kelima karyawan itu pun datang, termasuk Jelita. Dengan perasan was-was mereka memasuki ruangan meeting satu persatu. “Duduklah,” ucap Abizar. “Kalian tahu kenapa saya memanggil kalian ke sini?” ucapnya dengan nada serius. Hal itu semakin membuat jantung mereka berdetak tidak karuan. “Tidak pak.” Mereka menjawab hampir bersamaan. Melihat wajah tegang mereka, Abizar akhirnya tidak bisa menahan tawa membuat kelimanya saling pandang. “Kalian itu terlihat sangat tegang, ayolah, saya ini akan memberikan kabar gembira. Selamat, karena kerja keras kalian, saya bisa meyakinkan para investor penting itu untuk bekerja sama dengan perusahaan ini. Dan tentu saja kalian akan mendapatkan gaji 2 kali lipat untuk bulan ini. Sekali lagi selamat ya,” ucap Gio dengan senyum semringah. Awalnya, kelima karyawan itu hanya saling pandang sebelum kegembiraan mereka akhirnya pecah. Mereka pun bersorak dengan sangat gembira mendengar 2 kabar baik itu sekaligus. Abizar hanya ikut tersenyum melihat karyawan mereka bahagia. Seakan kebahagiaannya sudah lengkap saat ini. Abizar pun meninggalkan ruangan itu dan membiarkan kelima karyawannya meluapkan kebahagiaan mereka. Sesampainya di ruangan, Abizar kembali menyelesaikan beberapa pekerjaan yang masih tertinggal sebelum dia kembali ke rumah. Membayangkan senyum indah istrinya membuat hatinya seketika hangat. Apalagi dia pulang dengan membawa kabar bahagia tentang keberhasilannya hari ini. Pastinya senyum indah Jovanka akan semakin berlipat ganda indahnya. Abizar tersenyum sendiri membayangkan hal itu, dia menjadi semakin tidak sabar untuk segera pulang ke rumah, memeluk erat tubuh istrinya dan membisikkan kata cinta di telinga Jovanka. Akhirnya Abizar bisa bernafas lega karena waktu pulang akhirnya tiba, jam segini Jovanka sudah berada di rumah menunggunya pulang. Dengan sedikit tergesa Abizar merapikan meja kerjanya kemudian melangkah meninggalkan ruangannya. Masuk ke dalam lift menuju parkiran. Sang sopir sengaja meninggalkan mobil karena jadwal pulang Anizar tidak menentu supaya Abizar bisa menyetir sendiri saat pulang kantor. Mobil melaju sedikit cepat karena Abizar semakin tidak sabar ingin melihat senyum hangat Jovanka saat tiba di rumah nanti. Kehidupannya selama ini begitu sangat bahagia dan terasa sempurna. Keluarga dan orang-orang di sekitarnya bahkan iri melihat kebahagiaan yang seakan tidak pernah hilang dalam kehidupan keduanya. Mereka selalu tampak mesra di dalam dan di luar rumah bahkan dimana pun mereka berada. Di setiap even atau pesta dan sejenisnya, mereka selalu tampak kompak menghadiri semua acara dan sedikit pun tak pernah terpisahkan. Itulah kenapa mereka dinobatkan menjadi pasangan terharmonis oleh rekan-rekan dan semua kolega bisnis mereka. Cinta mereka bahkan sangat kuat satu sama lain sehingga sebesar apa pun godaan hidup yang mereka hadapi, bisa mereka lalui dengan kebersamaan dalam suka dan duka. Mobil Abizar akhirnya memasuki pekarangan mansion megah dan berhenti tepat di depan pintu utama. Dengan tidak sabar Abizar turun dari mobilnya dan membiarkan pelayan yang memarkirkan mobil mewah itu di garasi bawah tanah mansionnya. Abizar membuka pintu, dan memanggil nama istrinya, “Jovanka..aku pulang..!” tapi tidak seperti biasa, sang istri tidak menjawab panggilannya. Kondisi rumah juga terlihat sepi. “Apa Jovanka belum pulang dari butik?” gumannya sambil terus melangkah menuju kamarnya yang berada lantai 2. Dengan perlahan dia membuka kamar, tapi betapa terkejutnya dia saat melihat kondisi kamar yang sangat berantakan. Pecahan kaca berserakan di lantai dan benda-benda sudah bertebaran di mana-mana. Apa yang telah terjadi? Hati Abizar bagai terbelah saat melihat istrinya terduduk di lantai memunggunginya dengan bahu bergetar. “Jovanka..?!!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD