Bab 11. Cinta segitiga dalam keluarga

1356 Words
"Bianca! Sini, sayang." Christina melambaikan tangannya memanggil Bianca. "Nyonya rumahnya kan kamu, kenapa masih belum masuk?" Bianca hanya tersenyum tipis masih tak percaya. "Nyonya rumah, Oma?" "Iya, kamu kan istri dari cucu Oma, Alex. Dan ini rumahnya, jadi itu artinya kamu Nyonya di rumah ini." Christina merangkul tangan Bianca dengan senangnya, berbeda dengan wanita dewasa di sampingnya yang katanya adalah mommy dari Alex. Dia terlihat datar dan cuek. "Nyonya besar, mohon maaf. Saya boleh bawa Nyonya Bianca dulu? Tuan Alex meminta saya untuk membuat Nyonya semakin cantik." Christina menoleh pada Bianca. "Ouh, kamu benar, Mona. Sana-sana, kamu dandan dulu yang cantik agar Alex semakin klepek-klepek, he he. Oma tunggu di sini, okey!" "Mau bagaimanapun kamu mendandaninya, dia tetap tidak akan berubah, Mona. Jadi untuk apa kamu buang-buang waktu mendandaninya?" Bianca menoleh pada arah suara. Ditatapnya wanita dewasa itu dengan sorot mata tajam Bianca. Tak lama gadis itu pun memutar bola matanya saat teringat sesuatu. "Kenapa aku harus terkejut? Bukannya mulutnya itu sama dengan mulut Kak Alex, wajar dia mommynya, bukan? Mulutnya selalu tajam, setajam silet," ujar Bianca dalam hatinya, lalu tersenyum manis yang diada-adakan pada sang ibu mertua. "He he, Anda benar Nyo-- em, Mommy. Seharusnya Kak Alex tidak perlu repot-repot mendandaniku, bukan? Karena dia itu sudah mencintaiku apa adanya, he he. Tapi mungkin karena dia terlalu mencintaiku, dia ingin membuat orang lain terkejut-kejut melihat kecantikan istrinya yang bak bidadari, he he." Mona kembali melongo melihat sikap konyol sang nyonya. "Ya Tuhan ... ternyata itu memang sifatnya? Tapi lucu sih, jadi nggak kaku dan gak merasa dirinya nyonya. Tidak seperti Nyonya Melinda," gumam Mona dalam hatinya menahan tawa. Christina malah ikut tertawa mendengar ucapan konyol Bianca. "Kamu bisa aja, Bi. Bikin Oma sakit perut, tahu, he he." Sedang Christie lebih memilih pergi dari hadapan mereka. Raut wajah yang selalu saja jutek itu hampir menghilangkan kecantikannya. Siapa yang menyangka jika Alex pun saat ini mendengar ucapan konyol sang istri dari sambungan telepon tersembunyinya dengan penjaga di sana. "Aku terlalu mencintainya? Ck, gadis bodoh itu mulai bertingkah rupanya." Alex beranjak dari duduknya. "Robbi, aku mau pulang. Kamu bisa handle semuanya, bukan?" Sang asisten mengangguk. "Siap, Tuan. Apa perlu saya antar, Tuan?" "Tidak perlu, kamu kerjakan saja semua file itu. Ingat, Robbi, Brian sudah kembali. Jangan sampai Brian bisa mengalahkanku." Sang asisten menatap Alex, lalu mengangguk. "Siap, Tuan. Saya pastikan jika Tuan Brian tidak akan pernah bisa mengalahkan Anda dalam bidang bisnis. Sampai saat ini, Anda paling terbaik." Kening Alex sedikit mengernyit. "Mungkin dalam bidang bisnis, tidak, Robbi. Tapi ...." Alex tidak ingin melanjutkan ucapannya dan memilih langsung pergi meninggalkan sang asisten. Alex mengendarai mobilnya sendiri karena merasa lebih nyaman tanpa sopir. Selama dalam perjalanan, bibir si pria cool itu tak luput dari senyuman penuh artinya. "Apa tadi? Bak bidadari? Mana ada bidadari kurus kering seperti itu?" Lagi-lagi bibir pria cool itu tersenyum mengingat ucapan-ucapan konyol dari Bianca. Namun, sedetik kemudian wajahnya kembali datar tangannya pun mengepal erat teringat ucapan Bianca tentang kenapa Bianca kurus. Terlihat Alex mengambil handphonenya dan menghubungi seseorang dengan serius. Wajah tampan yang manis dengan senyuman tadi langsung pupus dan kembali pada karakter datar. "Apa perkembangannya?" Pria berwajah tampan tersembunyi itu begitu serius mendengarkan penuturan dari lawan jenisnya. "Melinda masih di sana? Biarkan saja dulu, karena aku sudah tidak peduli lagi padanya." Ya, mana mungkin Alex peduli lagi pada Melinda? Wanita yang sudah membuatnya malu di hadapan semua tamu. Untung saja Bianca bersedia menikah dengannya. Bahkan Bianca masih mau menganggapnya suami. Padahal, Alex sudah sering melukainya. "Mona, apa ini sungguhan aku?" Bianca menatap wajahnya yang terlihat begitu cantik setelah Mona berikan beberapa polesan pada wajahnya. "Ck, Mona, kamu pasti bukan manusia biasa bukan? Kamu pasti penyihir, ngaku enggak?" Mata Mona terbelalak mendengar tuduhan Bianca. "Hah? Apa maksud Anda, Nyonya? Saya ini manusia." "Aku tidak percaya!" Bianca meraba-raba wajahnya. "Kamu pasti ibu peri yang mampu membuat wajahku secantik ini, bukan, Mon? Ya Tuhan ... aku sampai tidak mengenali wajahku sendiri." Pada akhirnya Mona pun mengerti arti tuduhan dari sang nyonya. "Huff, huuuh! Kenapa aku lupa jika dia ini memang ajaib," batinnya, "jadi Nyonya suka dengan penampilan ini?" "Suka, sih. Tapi, aku tidak bisa dandan, Mon. Masa iya setiap hari aku harus didandanin sama kamu?" Mona tersenyum lebar mendengar ucapan Bianca. "Nyonya, saya memang bertugas hanya melayani Anda, termasuk bila anda ingin saya dandani setiap hari. Tentunya saya akan sangat senang karena itu artinya pekerjaan saja diterima dengan baik oleh Nyonya. Dengan begitu, Tuan Alex akan terus memperpanjang kontrak kerja saya, he he." Bianca membalikkan badannya, lalu menatap Mona. "Apa maksudmu tadi? Kak Alex gaji kamu hanya untuk melayaniku?" "Iya, Nyonya." Bianca menatap wajahnya di cermin. "Please, Bi. Jangan ke gr-an duluan, jangaaan. Kak Alex itu cintanya sama Kak Melinda, bukan padamu. Kamu hanya pengantin penggantinya saja dan suatu saat semua ini akan di ambil kembali oleh pemiliknya, yaitu Kak Melinda." Mona menatap Bianca dengan sendu. "Tapi, Nyonya. Setahu saya Tuan Alex tidak pernah memanjakan Nyonya Melinda seperti Tuan Alex memanjakan Nyonya sekarang." Bianca masih menatap wajahnya di cermin itu. "Ck, biarin sajalah nantimah. Bukankah kita tidak boleh menyia-nyiakan sesuatu yang kita dapatkan, Mona?" Bianca menghembuskan nafasnya. "Aku tidak peduli jika nanti Kak Melinda datang, yang terpenting sekarang aku bisa menikmati peranku sebagai Nyonya, bukan begitu?" Mona tersenyum lebar melihat Bianca yang begitu apa adanya. "Itu betul, Nyonya. Saya setuju! Sekarang, mari kita turun. Semua orang sudah menunggu Anda di meja makan. Termasuk Tuan Alex." Bianca menarik napasnya, lalu menghembuskannya perlahan. "Hah? Kak Alex juga sudah datang?" Tiba-tiba jantung Bianca berdetak kencang. "Baiklah, ayok, Mon." Bianca berjalan menuruni anak tangga dengan menunduk karena takut jika Alex tetap tak menyukainya. Mona sampai harus merangkul tangan Bianca karena takut kesandung. Sebab, Bianca terus saja menunduk. "Bianca? Apa itu benar Bianca?" Alex menelan salivanya melihat penampilan Bianca yang sangat berbeda. "Mon, mana Biancanya? Kenapa kamu malah bawa orang lain?" ujar Christina membercandai Bianca. Bianca sampai terpaksa mengangkat wajahnya karena sang oma tidak mengenalinya. "Oma, ini Bianca." Christina menatap Bianca dalam beberapa detik, tak lama bibir perempuan paruh baya itu tersenyum lebar sedikit tertawa. "Jadi ini Bianca? Cucu Oma? Istri dari Alex William?" Christina tertawa renyah melihat reaksi Bianca. "He he, kamu cantik sekali, sayang. Oma sampai tidak bisa mengendali kamu." Bianca menoleh pada Mona yang mengangguk. "Oma bisa aja, terima kasih, Oma. Ini semua karena Mona, karena aku tidak bisa dandan, he he." Alex memalingkan wajahnya saat Bianca mulai menoleh dan menatapnya. Bianca pun tidak peduli jika Alex tidak menyukai dandanannya. Sebab, memang sedari awal Alex sudah mengatakan jika bagaimanapun Bianca berdandan gadis itu akan tetap jelek. "Ya sudah, ayok bergabung bersama keluarga suami kamu." Christina membawa Bianca, lalu menyuruhnya duduk di samping Alex. "Oh my God, kalian serasi sekali," ujar Christina saat Bianca duduk di samping Alex. Christie memutar bola matanya begitu malas mendengar ocehan ocehan yang menurutnya tidak berguna itu. Tak lama mobil Brian terdengar memasuki halaman rumah Alex. Dengan cepat Christie bangkit dari duduknya dan menyambut kedatangan sang putra dengan begitu senang. "Oh my boy, akhirnya kamu sudah datang. Kamu pasti lelah, bukan? Duduklah, Mommy ambilkan kamu minum, ya." Bianca menatap tangan Alex mengepal melihat perlakuan sang mommy pada Brian. Bianca tahu saat ini Alex tengah menahan amarahnya karena Christie memperlakukannya tidak adil dari Brian. Entah keberanian dari mana, Bianca meraba dan mengusap punggung tangan Alex. Alex menoleh dan menatap Bianca tanpa sepatah katapun dan hanya bahasa mata mereka yang bicara. Namun, pria itu tahu jika Bianca mengerti pada keadaannya. Alex tersenyum lalu menumpu tangan Bianca dengan tangannya yang sebelah. "Ouh, romantis sekali," ujar Mona di pojokan sana melihat tatapan sang tuan begitu dalam pada sang nyonya. "Aku yakin jika Tuan Alex lebih mencintai Nyonya Bianca daripada Nyonya Melinda. "Bi, kamu Bianca?" Brian menatap lekat-lekat wajah Bianca yang menurutnya begitu luar biasa. "Oh my God, kamu cantik sekali, Bi." Christina dan Christie saling lirik. "Kamu mengenal gadis ini, Boy?" Brian berlari berpindah tempat dan duduk di samping Bianca. "Tentu saja, Moms. Bianca ini gadis paling menarik yang aku temui selama hidupku." "Apa?" Christie begitu terkejut karena nyatanya anak kesayangannya pun menyukai Bianca. Christina pun memegang kepalanya yang tiba-tiba berdenyut. "Ya Tuhan ... apa maksud semua ini? Ku mohon jangan sampai ada cinta segitiga di antara keluarga ini."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD