Tujuh

967 Words
[Susunan diet sehat untuk Tiara gembul] Aku melotot melihat di belakang tulisan terselip kata gembul. [Sarapan dengan mengonsumsi semangkuk sereal di beri taburan kismis dan s**u bebas lemak. Atau, satu buah pisang berukuran kecil dan satu lembar roti dari biji-bijian utuh (whole grain) dengan olesan margarin dan selai. Pilihan sarapan sehat lainnya, oatmeal dicampur kismis dimasak dengan margarin. Untuk minumannya, jus jeruk (250 ml) dan s**u tanpa lemak (120 ml)] [Makan siang dengan roti isi biji-bijian utuh. Akhiri makan siang dengan kentang rebus 200 gram] [Makan malam Capcay tahu dengan sayuran dan paprika, semangkuk nasi merah dan satu cangkir teh lemon sekitar 250 ml] [Camilan yang bisa di konsumsi tiap hari terdiri dari 250 gram yoghurt rendah lemak dicampur buah-buahan. Hindari makanan siap saji yang banyak mengandung lemak dan kalori tinggi. Menerapkan menu diet sehat akan lebih terbantu dengan rutin berolahraga, setidaknya 30 menit per hari, demi menjaga kebugaran tubuh. Demikian jadwal makanan ini. Dan untuk datang ke tempat GYM tepat waktu. Jadwal Gym bisa pukul sembilan pagi atau sore pukul empat sore] Bisa Tiara … biasa aku pagi nasi, siang nasi, malam nasi. Mulai hari ini bahkan aku harus mengurangi nasi. Entah apa perutku bisa menahan lapar. ***** Rasanya baru kemaren aku menjalani program diet dengan dokter Adit, ternyata sudah seminggu saja. Waktu berlalu begitu cepat. Kudengar Bang Bara sudah dua kali mencariku. Tapi Ibu dan Ayah tidak memberi tahukan keberadaanku. Hampir menyerah karena sudah seminggu ini meski aku hanya makan sayuran, tubuhku tidak terlalu banyak mengalami penurunan. Hampir putus asa diri ini rasanya. "Adit, kayaknya aku gak bakal bisa kurus. Aku nyerah," lirihku. "Aduh Tiara! Baru juga seminggu. Targetku kamu kurus dalam tiga bulan." Berarti dalam tiga bulan ini aku tidak akan bertemu siapapun. Termasuk keluargaku. Aku mengontrak di sekitaran tempat tinggal Adit. Setiap pagi dia datang melihat sarapanku, lalu mengajakku berolah raga. Siang harinya, kusibukan untuk membakar lemak tubuh dengan alat-alat yang tersedia yang kubeli secara online. Dan sore hari setelah kepulangan Adit, aku akan melakukan GYM. Tidak perlu keluar rumah, karena semua alat sudah tersedia di kontrakanku. Adit hanya perlu datang untuk melatihku. Ampun, jangan bayangkan bagaimana sispecknya dia memakai pakaian santai. Karena wajahnya semakin terlihat lebih tampan. Aduh, idaman sekali …. "Cepat semangat! Mulai lagi," cetusnya. Entah gerakan apa, katanya untuk mengencangkan perut ,,,, kedua kakiku dia pegang. Kalau tidak salah, sit up namanya. Aku mengalami sedikit kesulitan karena perutku ini lumayan besar. "Dit, aku nyerah … gak bisa gaya ini. Tau sendiri perutku besar," keluhku sambil memanyunkan bibirku. "Sudah jangan bawel! Mau berhasil gak? Go! Cepat! Ayok mulai!" Aku yang akan melakukan, tapi dia yang terlalu bersemangat. "Iya-iya. Berapa kali?" "Lima puluh kali ya?" ucapnya tanpa dosa. "Ha? Yang bener? Lima puluh kali? Capek, Adit! Pegel!" "Ya terserah. Kalau kamu terus berbicara, kapan mulainya?" Dia mulai mengeluarkan nada bicara yang ketus. Kalau sudah begini, tidak ada protes lagi. "Bagus! Terus! Satu! Dua! Tiga! Satu! Dua! Tiga!" ucapnya. "Ya ampun, Dit! Kalau satu dua tiga terus, kapan lima puluhnya?!" protesku. "Kalau sudah kubilang setop!" lontarnya sambil terus memegang kedua kakiku. Ya ampun, sampai lima puluh, betapa lelahnya kubayangkan. **** "Minum ini." Adit memberikan-ku sebotol minuman yang berisi irisan jeruk nipis. Segera aku mengambilnya dan meneguk dengan cepat. "Santai, nanti keselek! Kaya setahun gak minum kamu," ucapnya dengan tawa membuatku tersenyum. "Haus, Dit. Makasih ya." Lagi-lagi Adit mengangguk sambil menampakan sneyum manisnya. 'Ya Allah bisa diabet kalau lihat senyum dia keterusan.' Kali ini ada yang berbeda dari Adit, dia selalu saja menatap wajahku tanpa kedip. Bahkan saat tatapanku bertemu dengan tatapannya dia tidak juga berkedip, malah aku yang langsung mengalihkan pandangan ke arah lain. "Setop menatapku seperti itu, Adit. Kenapa? Ada yang aneh ya?" "Enggak, cantik. Chuby," akunya. Aduh, semakin salah tingkah kalau seperti ini. "Masa? Kan kemaren banyak tato bekas krikil. Masa iya cantik. Dasar penipu!" celetukku sambil berpura-pura memijat kaki. Mendengar ucapan yang terlontar dari mulutku, Adit mengambil sesuatu. Setelah dia kembali, betapa kagetnya ketika dia memberiku sebuah cermin dan mengarahkannya pada wajahku. "Ini aku, Dit?" Seperti tidak percaya, kuraba wajahku mencari krikil-krikil dan bekasnya. Ternyata, semua sudah tidak ada, wajahku tidak lagi buruk rupa. Krikil dan bekasnya sudah bersih. Hanya, pipiku masih terlampau tembam. "Pokoknya kamu lanjutkan pemakaiannya secara teratur untuk mendapat hasil lebih maksimal." "Siap … Dokter." Maklum ketika memakai krimnya pun aku tidak bercermin hanya oles-oles biasa. Takut menatap cermin, takut kalau hasilnya akan mengecewakan. Tapi justru sebaliknya, sangat memuaskan. "Ya udah, aku balik dulu. Jangan lupa, besok bangun pagi, tepat pukul lima," ucapnya lalu mengambil tas dan pergi meninggalkanku. Pukul lima hingga sembilan pagi aku berlari dan senam membakar lemak serta kalori. Betul-betul upaya yang sangat melelahkan. ***** Hari berganti Minggu, Minggu berganti bulan, hanya itu aktifitasku. Tidak menghubungi anak-anak, tidak menghubungi Ibu dan Mbak Milka, Ayah serta Bang Jaya. Mereka semua ingin melihat perubahanku. Yang menyebalkan, mereka tidak mau menemuiku selama program dietku ini. Kata mereka jika setiap hari melihat, tidak menjadi kejutan. Tidak ada telpone dan kabar pun yang kudapatkan. Ya sudahlah. **** "Ra, sekarang sudah dua bulan proses dietmu berlangsung. Coba timbang berat badanmu," ucap Adit setelah kami selesai melakukan GYM seperti biasa. Aku merasa tubuhku sudah terasa ringan, meski aku tidak pernah menimbangnya. Pipiku yang tebal, sedikit terlihat lebih tirus, celanaku juga sudah kebesaran. Apa aku sudah berubah meski perasaan dalam diriku seperti tidak ada perubahan? Sebab Adit tidak pernah memujiku selama ini. Terakhir hanya memuji wajahku. Adit mengambil timbangan badan dan memberikan padaku. "Coba timbang." ucapnya. Aku hanya mengangguk, sedikit berdebar jantungku berada di atas timbangan itu. Kupejamkan mata tidak berani melihat angka. 'Bismillah' "Tiara! Kenapa memejamkan mata? Lihat angka timbanganmu." Suara Adit yang terdengar gembira, membuatku memberanikan diri untuk membuka mata. "Hhhhuuuuaaaaaaa! Aditttttttt!" triaku. Aku menangis sejadinya, tanpa sengaja aku memeluk Adit dengan erat. Dipelukannya itu, aku menangis tersedu-sedu. jangan lupa tap love yah kk biar bisa aku up dengan cepat
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD