Sementara

866 Words
Ternyata bukan debu saja yang mudah hilang bila tertiup angin, tapi perasaan kamu juga. Benua Raga Angkasa Semenjak kejadian pengakuan Rere dikantin, Benua menjadi sering melamun. Benua sangat yakin jika Rere juga suka dengannya. Bodohnya lagi, Benua menganggap ucapan Rere adalah ucapan yang tulus dari hati. Istirahat hari ini ia memutuskan untuk pergi ke kelas Rere, dan mengajak nya makan bersama. "Ben, yok kantin." ucap Alvaro setelah membereskan buku-bukunya. "Duluan aja," "Lo mau kemana?" giliran Mario yang melempar pertanyaan kepada Benua. "Keluar," Setelah mengucapkan kalimat itu Benua langsung bergegas keluar menuju kelas Rere. Benua kini sudah berada di depan pintu. Ia celingukan mencari keberadaan Rere, dan untung saja Rere masih didalam kelas. Aldrin yang keluar dengan penampilan acak-acakan itu menyadari keberadaan Benua. "Nyari siapa Lo?" "Sharena," tegasnya dengan nada dingin. "Reeeee Rere! Tuh dicari suami Lo!" teriak Aldrin dengan sangat kencang. Orang yang diteriaki namanya pun lantas menoleh ke arah sumber suara. Rere menghampiri Aldrin "Apaan sih Lo? Berisik banget." "Noh," mata Aldrin melirik kearah Benua. "Ngapain?" Tanyanya pada Benua. "Saya mau ngomong sama kamu," "Lha emang kita lagi ngapain sekarang?" "Saya mau ngomong sesuatu," Benua tampak meyakinkan Rere. "Buru an." Karin dan Manda yang kepo atas pembicaraan keduanya lantas menghampiri mereka. "Tapi tidak disini," jawab Benua dengan menengok ke arah Manda dan Karin, untuk memberi kode kepada Rere. "Ogah, gue mau istirahat," Rere yang hendak keluar dari kelas, tiba-tiba tangannya dicekal oleh Karin. "Kayaknya dia mau ngomong penting sama Lo, buruan sono turutin. Kan kasian kalau cogan dianggurin." bisiknya tepat ditelinga Rere. "Jijik!" balasnya dengan cepat. "Yaudah, kemana?" Benua langsung menarik tangan Rere tanpa permisi. "Eh, Lo demen banget sih narik narik tangan gue." Tak ada Jawaban, Benua terus menarik tangan Rere. Hingga tibalah mereka berdua di rooftop. Rere memperhatikan tangannya yang memerah akibat cekalan tangan Benua. "Maaf," Rere mendongak, akibat tingginya yang hanya sebahu Benua "Gak papa, buruan lo mau ngomong apa?" "Duduk dulu," Rere dan Benua sudah duduk disebuah sofa usang yang terdapat disana. "Tipe cowok kamu kayak gimana?" Rere menatap Benua dengan tatapan heran "Lo ngajak gue kesini cuma mau nanya gitu?" Rere benar benar tak habis pikir dengan Benua. "Iya," jawabnya enteng. "Lo bener nanya ke gue?" Benua menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. "Hmm, yang kayak Shawn Mendes, Manu Rios, Kalau gak Jefri Nichol deh, kan bule bule gimana gitu. Gak pakek nawar," Rere mengucap kalimat itu dengan senyum senyum membayangkan jika salah satu tipenya diatas menjadi suaminya dimasa depan. Lantaran gemas dengan tingkah laku Rere, Benua lantas mencubit pipi Rere. "Saya kan wajah bule, berati saya tipe kamu juga?" Memang, wajah benua yang tampan dengan blesteran Amerika. "In your dream," setelah mengucapkan itu Rere lantas berdiri untuk segera pergi dari tempat itu. "Bentar," cegah Benua "Astaghfirullah, apa lagi sih?!" Rere mulai nampak kesal dengan Benua. Rere pun kembali duduk. "Ucapan kamu yang kemarin seriusan?" "Yang mana?" "Waktu dikantin kemarin," "Gue kemarin dikantin ngomong banyak, ya gak inget lah. Gimana sih Lo?" Rere sebenarnya tau apa yang dimaksud Benua. Tapi ia pura-pura tidak tahu saja. "Kamu bilang, kalau suka sama saya," tanya Benua polos. Tidak ada jawaban. Namun sedetik kemudian Rere tertawa sangat kencang, sampai sampai ia memegangi perutnya. "Hahahaha." Gue salah nanya? "Kenapa?" Benua bingung sendiri, ia rasa tidak salah memberi pertanyaan. "Lo tuh lucu banget tau gak?" Rere masih terus tertawa. Alis Benua terangkat sebelah, ia masih bingung dengan Rere saat ini. "Lo kok kayak cewek sih? Baperan amat, gue kemaren ngomong suka, soalnya Lo udah baik banget sama gue," jelas Rere. "Ma-makaudnya?" "Ya, gue suka sama Lo hari itu aja. Selebihnya ya gue gak ada rasa," Rere menatap Benua lekat lekat. Jleb! "Sharena," panggil Benua tiba-tiba "Apa?" "Kamu beneran gak inget sama sekali sama saya?" Benua kembali bertanya dengan pertanyaan yang sama seperti saat awal bertemu Rere. "Plis deh Benua, lo udah dua kali tanya gitu ke gue," "Tapi, kalau kamu tau siapa saya sebenarnya, pasti kamu juga suka sama saya," Benua tampak serius membicarakan hal ini. "Lha emang Lo kembarannya Shawn Mendes? Sampai gue bisa suka sama Lo?" "Saya serius Sharena," "Lo tuh sebenernya siapa sih? Kok gue harus banget inget sama Lo?" Benua mengambil nafas panjang, dan berusaha untuk menjelaskan sesuatu kepada Rere. "Saya se-" Teeet..... "Udah bel gue masuk dulu. Besok besok aja jelasinnya" =Sharena= Jam sekolah sudah selesai sepuluh menit yang lalu, dan artinya Sekolah perlahan-lahan mulai sepi. Dikelas X-2 hanya tinggal tersisa tiga orang yaitu Manda, Rere, dan Karin. "Gue nebeng ya Re," ucap Karin. "Iye," "Gue pulang dulu " pamit Manda pada keduanya. Karena sekolah sudah berakhir beberapa menit yang lalu, parkiran sudah mulai sepi. Hanya tinggal sepuluh kendaraan saja. Mereka berdua langsung memasuki mobil putih milik Rere, dengan tujuan utama mengantar Karin terlebih dahulu. Saat perjalanan menuju rumah Karin, tidak ada yang mereka bicarakan sama sekali. Hanya alunan lagu milik Shawn Mendes yang menggema di sana. Mobil milik Rere berhenti tepat di depan rumah bergaya tradisional Jawa yang sangat besar. "Makasih ya Re," "Iya," "Mau mampir gak?" Tawar Karin "Gak usah. Gue langsung balik aja." Rere pun melajukan mobilnya kembali, untuk menuju rumahnya. Rere mulai memasuki pagar rumahnya yang telah usang itu. Setelah masuk kedalam rumahnya, betapa kagetnya ia saat ada seorang cewek yang tengah duduk diantara kedua orang tuanya. "Kak Alice?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD