8 Hendrik House

1292 Words
Setelah pertengkaran yang berakhir dengan pertempuran yang memalukan untuk Sashi gadis itu tidak sudi tidur di ranjang yang sama dengan Jefian, Sashi memilih tidur di sofa lalu dia terbangun sebelum Jefian bangun kemudian segera pergi dari kamar itu. Sementara Jefian bangun karena Juan yang membangunkannya atas perintah Sashi, Jefian begitu lelap tidurnya seakan baru saja bekerja sangat keras, lalu laki-laki itu langsung berangkat bekerja seperti biasanya. Di dalam mobil miliknya saat perjalanan ke kantornya Jefian baru sadar yang terjadi malam tadi dia dan Sashi bertengkar hebat. Saking murka dia pada Sashi sebab ucapannya yang sangat menyakitkan, Jefian memperlakukan Sashi begitu kasar. “Fu*ck!” Jefian mulai ingat semuanya, malam tadi sepertinya keadaan berbalik. Mendadak Jefian memaki dirinya sendiri dia teringat senyuman dan ciuman Sashi yang begitu lembut dan penuh perasaan perlakuan itu mengingatkan dia pada Daniela. Ada tawaan, ada candaan dan sangat membuatnya terlena seperti bukan sedang bersama wanita-wanita bayarannya. Sashi mengusap lembut bibirnya, memuji Jef berbisik di telinganya. “FU*CK! FUUUUUUUCKK!” Jefian memukul lipatan koran yang baru saja di pegang, hatinya sakit mengingat kembali Daniel. “Anda baik-baik saja?” Lirik Juan ke belakang. “Dimana kakek?” Jefian tidak melihat kakek di rumahnya tadi, ruangan makan yang biasa kakek berada seperti biasanya tampak tidak ada. “Kakek pergi pergi mengunjungi kediaman orang tua istri anda. Aku akan mengantarkan anda kesana pukul 10 setelah pertemuan dengan pemilik brand Lienoxi pagi ini selesai.” “Siapa yang menyetujui? Cancel, aku tidak akan ke sana.” Juan langsung mengulurkan ponselnya pada Jefian, “Anda mungkin bisa menyatakannya sendiri pada kakek.” “Sial!” Jefian langsung memaki, itu mustahil untuk di bantah. Jefian semakin muak dengan keadaan ini kehidupannya benar-benar di batasi oleh kakek. Benar-benar kesepakatan yang sangat merugikan untuknya, dia harus cepat-cepat bertindak membuat kesepakatan dengan wanita itu. Pselingkuhan gadis sialan itu adalah hal yang tepat menjadi alasan pernikahan mereka berakhir dan dia bisa kembali terbebas tanpa harus menjalankan kesepakatan bodohnya lagi dengan sang kakek yang selalu ingin mengakhiri hidupnya. Jika bukan karena pengajuan kakek untuk di lakukannya Eutanasia hari itu, Jefian tidak akan berada di posisi sulit ini. Ternyata kakek memanfaatkan semuanya, membuat dia sulit sekarang dengan perjanjian kesepakatan yang sampai hari ini dia tidak sudi membacanya. “Roman sialan!” Jefian memaki adik angkatnya itu, dia terbebas dari perjanjian dengan kakek karena tidak terpilih oleh wanita itu, sekarang dia mungkin sedang berbahagia dan tertawa lepas menikmati liburnya. "Dia akan kembali bulan depan." "Aku tidak peduli!" *** Di tempat lain. Pagi-pagi sekali setelah menyantap sarapan bersama kakek, Sashi di ajak untuk mengunjungi kediaman orang tuanya. Jika boleh memilih Sashi tidak lagi ingin kembali ke tempat terkutuk ini yang kurang lebih sama saja manusianya seperti iblis Jefian. Namun karena keinginan kakek untuk berkunjung melihat keadaan ayah Sashi yang di kabarkan sakit Sashi pun akhirnya menurutinya. Sashi tidak sepenuhnya yakin sang ayah sakit karena itu sering di gunakan ayahnya untuk menghindari orang-orang yang di hutangi ayahnya. Sashi yakin uang yang terakhir kali kakek berikan saat membawa dia pergi dari rumah terkutuk itu pasti sudah habis sebab itu sekarang ayahnya berulah sakit lagi. “Apakah ayah yang mengabari kakek? Dari mana kakek tahu ayah sakit? Maaf ponselku rusak, aku belum menemukan gantinya dan tidak bisa menghubungi rumah.” “Seperti biasa kemarin aku mampir ke sana untuk makan siang tapi restoran ayahmu tutup, seseorang di sebelah restoran mengatakan ayahmu sakit sudah beberapa hari. Kau terlihat tidak percaya.” Kakek tersenyum tipis seakan memahami isi kepala Sashi. “Bukan seperti itu.” “Aku tahu apa yang kau alami sejak kecil, kau tidak perlu menutupinya. Sakit atau tidak itu biarkan menjadi urusannya, kita hanya datang untuk berkunjung saja.” “Apa yang kakek tahu? Dari mana kakek tahu?” Kakek yang menggenggam ujung tongkatnya itu kembali tersenyum. “Mencari sebuh informasi bukan sebuah hal yang sulit untukku, dari umur 10 tahun kau sudah mendapatkan ketidakadilan itu.” Sashi lalu melihat ke arah lain, entahlah rasanya dia tidak mau mencintai hal itu lagi. “Padahal tanpa ayah menikah lagi hidupku sudah bahagia. Tapi aku tidak mungkin bisa melarang itu, ayah butuh seseorang yang bisa melayaninya seperti ibuku sebab itu dia menikah lagi. Tidak aku sangka ayah salah pilih dan semuanya menjadi lebih terpuruk.” “Ya aku tahu semuanya, apa kau ingin membalas mereka?” “Membalas?” Sashi tertawa, “Membuang-buang waktu, melihat kehidupanku yang kakek sudah berikan seperti sekarang saja aku rasa sudah cukur untuk membalas mereka.” Sashi kemudian menundukkan kepalanya dengan mata yang berkaca-kaca, kakek bahkan memberikan kuasa untuknya sebagai pemegang kendali aset yang di wariskan kepada Jefian. Jefian tidak bisa melakukan apapun tanpa izin Sashi. “Kenapa kakek memilihku?” “Memilihmu? Kau merasa di pilih? Kurasa semuanya hanya kebetulan saja.” “Bagaimana jika aku jahat dan melarikan semuanya.” “Itu hakmu. Di siksa ibu tiri dan kedua kakakmu saja kau tidak lari bagaimana mungkin kau lari saat kuberikan segalanya. Kau mungkin lari saat nanti urusanmu dengan Jefian sudah selesai dan aku yakin alasanmu lari bukan karena aku tapi karena Jefian.” Kakek benar-benar seakan bisa membaca pikirannya, 347 hari lagi untuk menghabiskan waktu dalam satu tahun di mana dia bisa membebaskan diri sebagai barang tahanan penebusan hutang lalu hidupnya akan jauh lebih baik lagi. Sashi tidak lagi membalas perkataan kakek dia hanya tersenyum saja lalu kembali menikmati perjalanannya. Kurang dari dua jam berlalu akhirnya mereka tiba di area tempat tinggal ayah Sashi berada, sebuah tempat tinggal kalangan menengah ke bawah yang berada di ujung kota, rumah ini bahkan sudah menjadi jaminan hutang di bank. Mungkin tidak lama lagi rumah ini akan di tarik bank sungguh Sashi tidak lagi mau peduli biarkan saja mereka tinggal kembali di Resto seperti beberapa tahun silam. Di rumah ayah tidak ada yang tahu jika Sashi dan kakek akan mampir, kakek sengaja tidak mengabari itu. Di luar rumah itu terlihat Tesa si kakak keduanya sedah mengintip-intip dari halaman rumah mereka ke rumah di sebelah ayah mereka. Tesa yang mendapati sebuah Limosin berhenti beberapa meter di halaman mereka pun tekejut. “SASHI? SAS-SASHI!”Tesa langsung berlarian dari halaman rumahnya itu segera masuk ke dalam rumah. Tesa berteriak-teriak di dalam rumahnya mengabari ke dagangan Sashi sontak saja membuat semua penghuni rumah yang kebetulan ada di rumah terkejut. Elma sang ibu tiri tampak sedang memoles wajahnya, dia baru saja akan pergi bersama teman-temannya yang ingin memberikan dia pekerjaan. Jela sedang menikmati sarapan mereka, sementara Hendrik sang ayah sibuk dengan ponselnya mungkin mengelabui rekan-rekannya agar mau memberikan dia pinjaman. Bagi Sashi menginjakkan kakinya kembali ke rumah ini seperti menginjakkan luka pada pecahan kaca yang sudah dia tahu ada di hadapannya, sungguh setiap sudut rumah memiliki kenangan yang begitu perih dan menyakitkan. Seperti di halaman ini betapa seringnya Sashi di kunci di luar, tidak peduli hujan deras atau tengah malam. Seperti kursi teras di sana itu, tepat di ujung kursinya mungkin masih ada noda darah bekas kepala Sashi yang dibenturkan di sana karena di anggap bodoh dan tidak berotak hanya karena salah membeli barang. Lalu kaca jendela kamar tepat menghadap ke Jalanan itu, adalah sebuah jendela favorit Sashi di mana dia bisa melihat keluar jendela melepaskan penat dari neraka dalam rumahnya. Di dalam sana Elma dan Hendrik sedang sibuk merapikan beberapa hal yang berantakan sebisanya, sementara Tesa dan Jela sedang mengintip dari celah pintu rumah penampilan Sashi yang begitu berubah, dia seperti gadis bangsawan dari atas hingga ke bawah sangat menawan menggunakan barang-barang ternama. Sampai hari ini ayah, ibu tiri dan kedua saudara tiri Sashi tidak tahu dengan siapa Sashi menikah, Victor tidak memberikan kabar kepada mereka saat pernikahan itu terjadi. Hanya saja Hendrik sudah tahu saat melepaskan Sashi, Victor ingin menjadikan Sashi sebagai seorang istri namun tidak di jelaskan istri siapa. Mereka langsung menebak Sashi di bawa adalah untuk menjadi istri Victor si kakek tua itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD