When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
*** “Kena amuk lagi?” tanya Nicolas, kali ini dengan ekspresi datar namun penuh sindiran, cukup untuk membuat Axel mendengus pelan, menahan jengkel. Tapi percayalah ia lebih kepada menggoda ayahnya. Di samping Nicolas, Catherine menengadah—menatap suaminya lalu beralih ke ayah mertuanya secara bergantian. “Dia kesal karena kalian tak kunjung turun sejak tadi. Semua orang sudah lapar menunggu kalian,” jawab Axel dengan nada datar. Sesekali tatapannya melirik ke tangan putranya yang masih melingkar posesif di pinggang Catherine. Posesif sekali. Melebihi dirinya kepada Clarissa. Ah, refleks saja Axel mendengus dalam hati. ‘Betah sekali tangannya di sana,’ batin Axel, sedikit heran. ‘Tak mungkin dia menyukai Catherine hanya dalam semalam. Sebenarnya apa yang kau rencanakan, Son?’ Batinn