When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
*** Tak tahan dengan tatapan intens suaminya, Catherine mengangkat kedua tangan dan mendorong lembut dáda bidang Nicolas. “Kenapa sih kamu suka dekat-dekat?” protes Catherine. Nicolas menegakkan tubuh, lalu bergerak mundur dan duduk sedikit berjarak darinya. “Memangnya kenapa kalau dekat-dekat? Siapa yang keberatan? Kau?” tanyanya dengan suara dingin. Terlalu dingin. Catherine menelan ludah dengan kasar. Sesekali dia menggigit bibir karena gugup. Bahkan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. “Ya bukan begitu maksudku. Aku hanya kurang nyaman,” jawab Catherine akhirnya. Nicolas mengangguk pelan—sangat pelan. Dia menarik pandangannya dari Catherine, lalu merosotkan tubuh dengan posisi santai dan terkesan malas. Kakinya disilangkan, satu tangan menyandar di sandaran sofa, dan