Pilihan!

689 Words
Khumaira merasa ada yang aneh pada keluarganya. Dia memberanikan diri bertanya ada apa gerangan Aisyah dan Sulaiman bermain ke rumah. "Ada gerangan apa Bude dan Pakde, berkunjung? Di sengaja atau kebetulan mampir?" Aisyah dan Sulaiman tampak diam lalu saling menatap penuh arti. Mereka berdeham sebentar sebelum menyampaikan keinginan Azzam. "Ada sesuatu yang penting, Nduk. Kami sengaja main," jawab Aisyah. Khumaira terdiam menatap Aisyah lalu bergulir menatap Sulaiman. Dia jadi penasaran sendiri. "Ah, Khumaira kurang sopan, maafkan saya," sesal Khumaira. "Tidak apa, Nduk." "Bude sama Pakde, sepertinya penting sekali, ada apa?" "Tentang Azzam, Nduk," sahut Sulaiman. Deg "Ada apa dengan, Kak Azzam?" tanya Khumaira seraya mengukir senyum. "Begini, dua hari yang lalu, Azzam itu terus berkata ingin menikah. Apa menurutmu, Azzam sudah pantas untuk menikah?" terang Aisyah di akhiri pertanyaan. Hati Khumaira merasa tertikam belati karena perkataan Aisyah. Orang yang dia cintai menginginkan pernikahan. Rasanya sakit namun tidak berdarah. Khumaira memaksa senyum dan berbicara normal, "Tentu saja sudah pantas, Bude. Kak Azzam itu sudah sangat pantas untuk membina rumah tangga." Aisyah dan Sulaiman tersenyum mendengar jawaban Khumaira. Mereka saling pandang sekilas lalu kembali tersenyum penuh arti. "Begitukah? Lalu wanita seperti apa yang cocok untuk Azzam?" tanya Sulaiman. Khumaira tersenyum tulus mendengar perkataan Sulaiman. "Wanita Shalehah, berakhlak bagus, sopan, berpendidikan dan taat!" jawab Khumaira tanpa sungkan. "Itu benar, Azzam itu kan lulusan terbaik di Al Azhar Kairo. Lalu, bagaimana dengan perbedaan umur yang jauh?" tandas Aisyah. "Di agama Islam perbedaan umur tidak menjadi masalah. Bahkan Rasulullah dan Khatijah, menikah dengan jarak usia sangat jauh," papar Khumaira. "Tapi, Nak. Calon Azzam itu masih kuliah dan belum lulus," sanggah Aisyah. Khumaira terdiam memikirkan jawaban yang tepat akan pertanyaan Aisyah. "Itu tidak menjadi masalah, Bude. Nanti jika mereka menikah Kak Azzam bisa memberikan kepercayaan serta mendukung sang Istri lalu Istrinya masih bisa menjalankan tugas sebagai Istri dan pelajar!" "Apa begitu? Jadi tidak masalah mereka menikah?" "Benar sekali, lagian jika saling mendukung dan percaya pasti berjalan lancar." "...." "...." "Apa kamu akan setuju dengan calon untuk Azzam?" tanya Sulaiman membuat Khumaira menyengit bingung. "Memang saya mengenal calon, Kak Azzam?" tanya Khumaira balik. "Tentu saja Nduk Khumaira mengenal dengan baik," sahut Aisyah cepat. Khumaira merasa deg-deg kan. Siapa calon pemuda Sholeh itu? "Wah, apa dia anak desa sini, Bude?" tanya Khumaira pada akhirnya. "Iya," jawab Aisyah meruntuhkan hati Khumaira. "Siapa gadis itu, Bude?" tanya Khumaira penasaran. Aisyah menatap Sulaiman lama meminta persetujuan. Dan tentunya sang Suami mengangguk setuju. "Gadis itu... (jeda) Nak, Khumaira!" pungkas Aisyah. "Oo, eh?" Khumaira tersentak mendengar namanya di sebut. Dia langsung menatap Ayah dan Ibunya. Tentunya sang Ibu memberikan usapan di punggung tangan Putrinya. Khumaira masih tercengang akan situasi ini. Perasaannya campur aduk antara senang, sedih, haru dan bersyukur. "Bagaimana, Nak? Apa kamu menerima pinangan, Azzam?" tanya Sulaiman membuat Khumaira tersadar. Maryam menggenggam tangan Ibunya erat, "Saya butuh waktu untuk menjawab, Ibu dan Bapak juga berhak memutuskan." Aisyah mengusap bahu Khumaira lembut lalu berkata, "Apa pun keputusan itu kami terima. Kami berharap kamu setuju akan itu." "Bude, saya ini banyak kekurangan dan tidak terpelajar seperti, Kak Azzam. Saya merasa tidak pantas ___," "Tidak baik merendah begitu, Nduk. Azzam sendiri yang memilih dirimu menjadi calon Istrinya. Azzam juga banyak kekurangannya dan kalian bisa melengkapi satu sama lain. Jangan merendah dan berkecil hati!" nasihat Aisyah memotong perkataan Khumaira. Khumaira menangis mendengar perkataan Aisyah. Sungguh kebahagiaan menyertai hatinya yang rapuh. Maryam merengkuh Khumaira penuh kehangatan sosok Ibu. Dia juga menangis akan situasi ini. "Buk, Pak," panggil Khumaira dengan derai air mata haru. "Nduk, kami setuju dan selebihnya ada padamu!" tegas Sholikhin. Khumaira menghapus air matanya perlahan lalu menatap mereka dengan serius. "Saya menerima dengan syarat!" tegas Khumaira. Aisyah dan Sulaiman tersenyum mendengar perkataan Khumaira. "Apa itu, Nduk?" "Jika Kak Azzam serius ingin menikah dengan saya, saya ingin pernikahan di selenggarakan ba'da Isya dan saya minta mahar surah Ar_Rahman!" tegas Khumaira membuat seisi orang di ruang tamu tercengang akan persyaratan itu. "Apa itu tidak terlalu cepat, Nduk?" tanya Aisyah. "Saya tahu itu terlalu terburu namun saya ingin melihat keseriusan Kak Azzam. Maaf saya terlalu egois," pinta Khumaira terdengar menyesal. "Tidak apa, Nduk itu bagus. Insya Allah, ba'da Shalat duha kami akan memberi kabar." Sulaiman menimpali pembicaraan. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD