Pasar!

963 Words
Azzam dan Khumaira ke pasar naik mobil milik sendiri. Mereka tampak menikmati kebersamaan pertama membeli jajan dan thr untuk keluarga. Khumaira membeli jajan sendiri untuk di isi di apartemen. Cukup banyak dan mereka menaruh di mobil. Kini tinggal membeli baju baru, Khumaira sedikit ngilu di area selatan-Nya karena kegiatan panas tadi malam. "Dek, mau beli apa?" "Gamis, Mas. Mas mau beli apa?" "Kemeja, Dek." "Mas beli pakaian couple, mau?" "Boleh, Dek." Khumaira tersenyum lebar begitu manis dan itu membuat para cowok yang lewat terpesona akan kecantikannya. Azzam tidak suka Istrinya di tatap begitu memuja begitu. Dan kini giliran Khumaira yang sebal melihat para wanita terkagum-kagum akan ketampanannya. Khumaira nekat menggenggam tangan Azzam dan menarik menjauh. Dia melihat baju batik gamis couple warna kuning gading. Mata coklatnya terlihat berbinar menatap pakaian itu. "Mas, itu bagus, bagaimana?" riang Khumaira. Azzam tersenyum tipis melihat keceriaan Istrinya. Lucu dan mengemaskan. "Boleh, ayo beli," setuju Azzam. "Mas," panggil Khumaira lagi. "Iya, Dek." "Apa muat?" tanya Khumaira muram. Azzam menepuk pipi gembul Istrinya penuh sayang. "Adek mungil, pasti muat kelihatan longgar," terang Azzam. "Em, coba Mas pakai batiknya nanti ngga muat," ujar Khumaira polos. "Memang tubuh Mas sebesar apa, Dek?" Azzam pura-pura merajuk. Khumaira jadi tidak enak hati. "Mas kekar, tubuh tinggi. Jadi waswas gitu, Mas. Sudah jangan mengambek, maaf in, Adek," tutur Khumaira seraya memohon. Ingin sekali Azzam mencium bibir Istrinya, Astaghfirullah ingat masih puasa ngga baik berpikir m***m. "Mas sakit, kenapa wajah Mas memerah?" Khumaira menempelkan punggung tangannya ke dahi Azzam. Azzam jadi malu sendiri di tatap intens para pengunjung. Mereka jadi sorotan karena wajah? Berdehem sebentar sebelum memegang pakaian yang hendak mereka beli. "Mas sehat, nah Mas coba dulu," ujar Azzam sembari tersenyum tipis. Dia masuk ke dalam berniat mencoba dan beruntung sekali yang jaga seorang wanita muda. Sehingga membuatnya kesal di tatap memuja begitu. "Mbak, maaf asal masuk. Saya coba boleh?" Azzam berkata bernada ramah. Spontan para penjaga mengaguk cepat. Mereka terus mencuri pandang ke arah Azzam yang tampan maskulin. Azzam memakai pakaian tanpa melepas pakaiannya. Bisa gawat kalau di lepas. Dia risi di tatap begitu oleh mereka, tetapi mau di kata harus bagaimana? Yudha jalan bersama 3 teman sefakultas. Tanpa sengaja dia melihat Khumaira tengah asyik melihat deretan pakaian. "Cie, Khumaira tuh. Samperi gih lalu minta No Wa-nya," goda Imam. "Apa sih, aku tidak mungkin meminta hal tidak masuk akal." "Heleh ... ngentol kamu, Bang. Bilang saja suka sok banget. Sana minta No Wa," cibir Irul. "Ngawur, aku ___" "Mukamu sudah menjawab semua, Yudha. Ayo samperi si cantik," tukas Bram. Yudha mengikuti langkah mereka menuju Khumaira. Dia berdehem sebentar untuk menetralkan rasa gugup. "Assalamu'alaikum, Dik," sapa Yudha. Khumaira menengok ke arah asal suara. Dia tersenyum tulus sembari menjawab salam, "Wa’alaikumussalam, Kak." "Sendiri saja?" tanya Yudha basa-basi. "Tidak, ada Memasku yang menemani," jawab Khumaira terdengar bahagia. Mereka mengira Mamas Khumaira itu Bahri bukan Azzam. Walau belum pernah melihat Bahri tapi sekampus tahu Khumaira punya Kakak kandung ganteng. "Oh, asyik berdua saja. Boleh kami temani?" goda Irul. "Tidak, terima kasih," tolak Khumaira halus. Azzam keluar dengan batik motif abstrak tapi berkelas. "Dek, apa ini kekecilan?" tanya Azzam. Khumaira tersenyum lebar melihat Azzam sangat tampan menggunakan batik itu. Pas dan tubuh Suaminya semakin wah. "Wah, Mas itu pas. Kulit putih Mas cocok sekali," sahut Khumaira penuh ketulusan. Azzam tersenyum mendengar jawaban Khumaira. Tangannya terulur untuk mengusap puncak kepala Istrinya. "Adek pintar sekali memilih batik ini," puji Azzam. "Siapa dulu, Khumaira!" bangga Khumaira. Yudha dan 3 temannya merasa janggal. Mamas Khumaira kenapa seperti bule dan terkesan seperti pasangan? Bukanya Kakak Khumaira berwajah tegas khas pribumi? Lalu siapa pria di depannya ini? "Ehem, Dik Maira boleh minta, No Wa?" si konyol Bram begitu berani. Spontan mata Hazel Azzam menyorot tidak suka. Berani sekali mengatakan itu di depannya. Sabar jangan emosi bulan puasa. "Siapa kamu? Jangan ganggu, Adikku!" peringat Azzam. Bram menciut di tatap mata tajam itu. Dia menyengir kuda sembari terkekeh aneh. "Bang, maaf bukan maksud menggoda. Saya, hanya ___" "Alasan," sela Azzam terdengar dingin. Khumaira mengusap lengan kekar Azzam penuh arti. Dia tidak mau Suaminya marah atau salah paham. "Mas, sabar ingat bulan puasa. Mereka itu senior, Adek di kampus." Khumaira berusaha mencairkan suasana. "Iya, Bang kami senior Khumaira di kampus," imbuh Yudha. Azzam menatap mereka tajam namun perlahan mata itu meneduh kembali saat Khumaira menatapnya penuh harap. Bisa apa dirinya kalau di tatap memohon, Istrinya? "Maaf saya tidak suka Adek saya di ganggu," ujar Azzam. "Tidak apa, Bang. Saya Imam," ucap. Iman. "Saya, Bram," kikuk Bram. "Saya, Irul," sambung Irul. "Saya, Yudha." Yudha terlihat santai. Mereka mengulurkan tangan untuk kenalan. Azzam menerima uluran tangan mereka dan mengenalkan diri dengan ramah. "Azzam." "Dik sekali lagi maafkan Bram yang lancang. Kami pamit dulu," terang Yudha. "Iya tidak apa, Kak. Hati-hati." “Iya, terima kasih.” Azzam dan Khumaira berlalu setelah membayar pakaian tadi. Keduanya saling diam tanpa kata. Sampai dalam mobil keduanya tetap diam. Saat Azzam hendak menghidupkannya mesin mobil Khumaira menahan. Azzam diam melihat Khumaira malah menahan tangannya. Sebenarnya apa yang di inginkan Istrinya? Dia ingin cepat pulang lalu merebahkan diri di ranjang. Kini Azzam menatap Khumaira intimidasi minta penjelasan. Merasa lucu Khumaira tersenyum melihat Suaminya tampak cemburu. Dia sangat bahagia Azzam cemburu padanya. Ia tersenyum manis melihat Suaminya menatap dirinya intimidasi. Khumaira jadi gemas sendiri pada Azzam yang manis. "Mas," panggil Khumaira. "Dalem, Dek," sahut Azzam. "Mas, cemburu?" tanya Khumaira lirih. "Iya," aku Azzam. "Mas, menunduk gih," pinta Khumaira. Azzam menurut untuk menunduk cukup dalam. Maklum Istrinya kecil mungil sementara dirinya jangan di tanya. "Mas, Adek bahagia Mas cemburu. Maaf ya, mereka memang aneh. Mas yakinlah Adek mencintai Mas karena Allah," tutur Khumaira dengan bisikan lembut. Azzam tersenyum tulus mendengar bisikan Istrinya. Sangat senang sampai ingin cepat pulang. Dia raih tangan mungil Istrinya lalu mengecup mesra. Azzam bahagia bisa memiliki Khumaira dalam hidup yang monoton.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD