Poliandri

1152 Words
"Siapa, Ra?" tanya Meisya yang tiba-tiba sudah berada di samping meja dengan Abraar yang tertidur lelap dalam gendongannya. "Enggak tau, nih, anak kecil nyariin Mamanya!" jawab Laura seraya menyerahkan ponsel pada sang pemilik. "Oh," jawab Meisya yang sudah mengetahui siapa yang meneleponnya, Meisya langsung menempelkan ponselnya di telinga seraya kembali duduk di kursinya. "Halo, Sayang," ucap Meisya, Laura dan Celine sekilas berpandangan lalu sama-sama menatap Meisya yang terlihat akrab dengan bocah di seberang telepon itu, berarti benar memang Meisya yang dicarinya. "Dedek Abraar lagi bobo, Sayang. Kalau Papa lagi di rumah, soalnya Mama sama Dedek lagi jalan-jalan sama temen-temen Mama sekarang," sambung Meisya yang sempat terdiam beberapa saat mendengarkan Qinara yang menanyakan dimana Abraar dan Samuel, mendengarkan apa yang Meisya katakan Laura dan Celine kembali saling berpandangan. "Mama kapan pulang? Aku kangen tau," tanya Qinara membuat Meisya tertawa geli mendengarnya padahal baru beberapa hari dia di Jakarta tetapi sudah berulang kali gadis kecil itu meneleponnya. "Besok, Cantik. Besok Mama pulang, nanti kalau udah sampe Surabaya, Mama langsung telpon Qinara, jadi Qinara bisa ke rumah Mama sama Mbak Erni atau sama Ayah, ya," ucap Meisya. "Ayah?" Laura dan Celine mengulangi kata yang sama seperti yang Meisya ucapkan tanpa suara. "Ya udah, telponnya Mama tutup dulu, ya. Nanti Mama telpon lagi," pungkas Meisya. "Iya, Mama. I love you." Lalu terdengar suara telepon terputus, Meisya mengerutkan dahi melihat kedua sahabatnya yang menatap dirinya dengan penuh tanda tanya. "Apa?" tanya Meisya ringan. "Jangan bilang kamu poliandri di Surabaya!" tuduh Laura. "Hah? poliandri?" Celine terpekik spontan dan membuat kedua sahabatnya membulatkan mata padanya. "Enggaklah! Gila kalian, ya!" * Dita Andriyani * "Selamat, ya, Pak. Bapak berhasil memenangkan tender besar ini, nama restoran Bapak pasti akan bertambah besar karena menjadi satu-satunya penyedia makanan di acara besar ini," ujar Sella ketika berjalan bersama Banyu keluar dari gedung milik sebuah stasiun televisi swasta tempat artis ternama yang akan menikah dengan seorang youtuber mengisi sebuah acara. Jadwalnya yang sangat padat membuat sang artis itu meminta Banyu menemuinya di sana, demi tender besar dan kata profesional maka dengan senang hati Banyu mendatanginya bersama Sella dan beberapa pegawai restoran yang membawa beberapa contoh hidangan. Dan dengan sekali cicip saja, calon pengantin fenomenal itu langsung mengiyakan apa yang Banyu tawarkan beserta beberapa menu yang mereka inginkan. "Ini juga berkat kamu, Sella," jawab Banyu membuat Sella tertawa senang, tetapi tawa itu hilang saat merasakan perutnya yang mulai melilit. "Kamu kenapa?" tanya Banyu melihat raut wajah Sella yang berubah. "Aku sakit perut, Pak. Sepertinya aku perlu ke toilet, sebaiknya Bapak ke kantor duluan aja, biar nanti aku pulang naik taksi," ujar Sella. "Enggak, saya tunggu kamu di sini," jawab Banyu, tetapi tidak ada jawaban yang Sella berikan karena Sella yang sudah berjalan cepat untuk mencari toilet. Meninggalkan Sella bukanlah pilihan yang baik, karena rombongan pegawai restoran yang lain sudah pulang terlebih dahulu dan Sella keluar kantor dengan Banyu tadi, jadi mau tidak mau Banyu harus menunggunya. Banyu mengedarkan pandangan ke sekitar lobi tempatnya berdiri sekarang dan melihat sebuah sofa tidak jauh dari meja resepsionis, dengan santai Banyu mendekat dan duduk di sana, baru beberapa menit Banyu duduk ia sedang mengeluarkan ponsel untuk sekedar melihat status w******p sang istri hanya itulah satu-satunya alasan baginya membuka fitur pembaruan status pada aplikasi itu setiap hari. Lelaki itu tersenyum melihat foto Laura yang tengah tersenyum lebar, berdiri di sebelah kanan Meisya yang tengah menggendong buah hatinya dan Celine di arah sebaliknya, foto itu tidak seperti foto biasa, tetapi sebuah foto yang diambil secara profesional. Laura memang telah memberi tahunya tentang rencana foto shoot mereka hari ini. Banyu baru saja berencana membalas status w******p itu dengan ucapan kerinduannya ketika mendengar seseorang memanggilnya. "Mas Banyu, Mas Banyu, 'kan, bener?" Seorang wanita cantik berambut panjang, mengenakan sebuah pakaian kerja rapi berdiri di hadapannya. "Iya bener," jawab Banyu ramah, tanpa basa-basi wanita itu duduk di sebelahnya mengulurkan tangan pada Banyu. Tentu saja demi tata krama Banyu dengan senang hati balas menjabat tangan wanita berkulit hitam manis itu, tetapi tanpa diduga wanita itu lalu mencium pipi kanan dan kiri Banyu seolah mereka adalah teman lama yang baru saja berjumpa. Usaha Banyu untuk menghindar pun percuma karena, gerakan wanita itu yang begitu cepat. "Mas Banyu lupa sama aku?" tanya wanita itu melihat Banyu yang terlihat kebingungan. "Iya, maaf, Anda siapa, ya?" tanya Banyu. "Aku Anggun, Mas." Banyu masih terlihat kebingungan. "Aku mantan tetangga Mas Banyu, ya, emang udah lama banget, sih. Dulu kita masih remaja," jawab wanita itu. "Masa, sih?" tanya Banyu ragu, rasanya dia memang tidak mengingat wanita yang ada di hadapannya ini. "Iya, tapi udah, deh. Enggak perlu dibahas kalau Mas Banyu lupa. Mas Banyu gimana kabarnya? Udah nikah, punya anak berapa? Pasti anak Mas Banyu lucu-lucu, ganteng-ganteng kayak Papanya, iya, 'kan!" cerocos wanita yang bernama Anggun itu, wanita itu bahkan mencubit pipi Banyu saat membicarakan tentang anak Banyu. Banyu merasa tidak nyaman dengan kebersamaannya dengan wanita itu merasa lega karena melihat Sella berjalan dari kejauhan. "Em, iya saya sudah menikah," jawab Banyu singkat. "Oh, udah nikah, ya. Aku pikir belum, maaf, ya. Oh iya, anaknya berapa?" tanya Anggun lagi, Banyu hanya diam tidak menjawab pertanyaan yang membuatnya merasa kurang nyaman itu. "Em ... maaf, Mas. Mas Banyu kurang nyaman sama aku, ya. Aku cuma seneng banget bisa ketemu Mas Banyu lagi." Tiba-tiba Anggun terlihat lebih kalem dan benar-benar anggun sesuai namanya. "Iya, enggak apa-apa," jawab Banyu singkat. "Pak, maaf nunggu lama," ucap Sella begitu berdiri tidak jauh dari Banyu yang masih duduk, walau terlihat tidak sesantai tadi kerena ada Anggun di sampingnya. Sella tersenyum ramah pada Anggun yang menatapnya dengan senyum yang sama, wanita itu berdiri mengikuti Banyu yang langsung berdiri saat Sella menyapanya. "Enggak apa-apa, Sella," jawab Banyu. "Em ... Anggun, saya permisi dulu," pamit Banyu setelah sedikit mengingat-ingat nama wanita yang berdiri tidak jauh darinya. "Eh, Mas. Tunggu!" Anggun memegang lengan Banyu membuat lelaki itu membatalkan langkahnya, Sella yang telah berjalan lebih dahulu beberapa langkah ikut berhenti karenanya. "Aku minta nomer telpon Mas Banyu, ya. Buat menyambung tali silaturahmi kita yang sudah lama terputus," ujar Anggun lembut, membuat Banyu merasa tidak enak hati untuk menolak. "Sella, kasih dia kartu nama restoran," perintah Banyu, Sella hanya mengangguk lalu mengambil sebuah kartu nama yang selalu ada di dalam tasnya, dengan senyum ramah Sella memberikannya pada Anggun yang terlihat tersenyum sempringah. "Terima kasih, Mbak. Mas." Anggun menatap Sella dan Banyu bergantian, ucapan yang hanya dibalas senyum hangat mereka berdua yang langsung meneruskan langkahnya, meninggalkan Anggun yang juga berjalan ke arah lain beberapa detik kemudian. . "Siapa, Pak?" tanya Sella pada Banyu yang berjalan di sampingnya menuju di mana lelaki itu memarkirkan mobilnya. "Ngakunya bernama Anggun, dulu tetangga saya. Tapi saya lupa, sudahlah, enggak penting," jawab Banyu, Sella hanya mengangguk seraya tersenyum mengerti. * Dita Andriyani * (Maaf ya pembaca tersayang, Bab ini enggak terlalu panjang, karena author juga lagi sibuk persiapan lebaran. Author cuma mau ngucapin Taqoballahu minna waminkum, selamat hari raya Idul Fitri bagi pembaca tersayang yang merayakan. Mohon maaf lahir dan batin.)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD