Semejak kejadian di sirkuit balap waktu itu, Aruna dan Brian tidak saling bertegur sapa satu sama lain.
Brian bahkan tidak mengucapkan kata maaf kepada Aruna. Baginya, apa yang dilakukannya memang pantas untuk Aruna dapatkan.
Sejak pertama kali Aruna menginjakkan kakinya di rumahnya, Brian sudah tak menyukai gadis itu. Ia tak ingin kasih sayang kedua orang tuanya terbagi, karena selama ini kasih sayang kedua orang tuanya hanya untuknya.
Daren merasa beberapa hari ini sikap Brian dan Aruna yang berbeda dari biasanya.
“Kalian berdua ini kenapa? sudah 2 minggu ini Papa lihat kalian sama sekali tidak bertegur sapa.”
Daren lalu menatap Aruna. “Apa yang sudah di lakukan Brian padamu, Sayang?” tanyanya curiga.
Setahu Daren sebenci-bencinya Aruna pada Brian dia tetap akan menyapa Brian setiap hari. Aruna selalu menghormati Brian sebagai kakaknya.
"Emm... gak ada apa-apa kok, Pa. Kak Brian gak melakukan apa-apa sama Aruna,” ucap Aruna sambil menatap Brian, ia terpaksa harus berbohong karena tak ingin membuat kedua orang tuanya cemas.
Brian yang ditatap Aruna hanya cuek. Ia bahkan masih terus menikmati sarapannya. Tak peduli dengan apa yang papanya tanyakan kepada Aruna.
“Dasar! Udah gue bantu malah cuek kayak gitu! Kalau gak memikirkan perasaan Papa. Gue gak mau melakukan sandiwara ini! biar aja Kak Brian dimarahi Papa,” gumam Aruna dalam hati dengan kesal.
Terdengar suara klakson mobil dari luar.
Aruna tahu itu suara mobil siapa. Begitu juga dengan Brian.
"Siapa itu yang datang, Ma?” tanya Daren sambil menatap istrinya.
“Mama cek dulu, Pa.”
Ines berdiri dari duduknya, ia lalu melangkah keluar dari ruang makan dan berjalan menuju pintu depan rumahnya.
Thomas keluar dari mobil dan berjalan menuju pintu. Belum sempat Thomas mengetuk pintu, Ines sudah membuka pintu.
“Pagi, Tante,” sapa Thomas lalu mencium punggung tangan Ines.
“Pagi, Thomas. Tante kira siapa. Ayo masuk. Brian baru sarapan.”
“Terima kasih, Tante,” ucap Thomas lalu masuk ke dalam rumah.
“Duduk lah, Tante akan panggilkan Brian dulu.”
“Baik, Tante.” Thomas lalu mendudukkan tubuhnya di sofa.
Gak apalah. Gak mungkinkan gue bilang sama Tante Ines kalau gue mau jemput Aruna? Nanti malah ditanya macam-macam lagi. Bingung juga entar mau jawab apa.
Karena bisanya Thomas menjemput Aruna di depan pintu gerbang, karena ia tak ingin membuat Aruna marah. Tentu saja ia melakukan itu karena permintaan Aruna sebagai syarat kalau masih ingin menjemputnya.
Ines lalu melangkah pergi dari ruang tamu, meninggalkan Thomas seorang diri, menuju ruang makan untuk memanggil putranya—Brian.
“Sayang, ada Thomas di depan. Tumben Thomas menjemput kamu? apa kamu gak bawa mobil hari ini?” tanya Ines setelah berdiri di samping Brian.
Brian menatap Aruna. “Gue yakin, Thomas kesini untuk menjemput Aruna. Sialan itu Thomas! Kenapa dia pakai masuk ke dalam rumah segala!” umpatnya dalam hati.
Brian beranjak dari duduknya. “Gak kok, Ma. Brian bawa mobil.”
Brian lalu mencium punggung tangan mamanya. “Brian berangkat dulu, Ma,” pamitnya lalu melangkah mendekati papanya dan mencium punggung tangannya juga.
Aruna pun melakukan hal yang sama.
Aruna dan Brian lalu berjalan menuju ruang tamu.
Brian berlalu begitu saja tanpa menyapa Thomas, karena ia merasa kesal dengan sikap sahabatnya itu.
Bisa-bisanya sekarang Thomas mendekati Aruna. Jangan bilang diam-diam dia menaruh hati sama Aruna!
Aruna hanya geleng kepala melihat tingkah Brian yang sama sekali tak menyapa Thomas.
“Maaf ya, Kak. Kak Brian....”
“Gak apa kok. Gue udah biasa kali ama sikap kakak lo itu,” ucap Thomas sambil menepiskan senyumannya.
Thomas lalu beranjak dari dduuknya. “Maaf ya, gue terpaksa masuk ke dalam rumah lo, karena lo lama gak keluar-keluar.”
Aruna menganggukkan kepalanya. “Kenapa Kak Thomas jemput aku lagi? kemarin kan aku udah bilang untuk gak usah menjemputku lagi.”
Tapi Thomas sama sekali tidak menghiraukan ucapan Aruna. Ia lalu menarik tangan Aruna dan membawanya keluar dari rumah itu.
Thomas membukakan pintu mobil untuk Aruna. “Masuklah,” pintanya.
Aruna menghela nafas panjang. Mau tak mau ia akhirnya masuk ke dalam mobil.
Thomas menutup pintu mobil, ia lalu berjalan memutar dan masuk ke dalam mobil.
“Kak. Aku kan sudah bilang, gak usah jemput aku lagi. Aku gak mau merepotkan Kak Thomas.”
“Lo tenang aja, gue gak merasa direpotkan kok. Gue seneng bisa jemput lo,” ucap Thomas lalu mulai melajukan mobilnya keluar dari pintu gerbang rumah Aruna.
Aruna hanya bisa menghela nafas sambil menatap Thomas.
“Aku tahu kak Thomas melakukan ini hanya untuk membantu aku menghindar dari Kak Brian. Tapi gak perlu sampai mengantar jemput aku juga, Kak. Aku kan jadi gak enak. Apa lagi kalau sampai pacar Kak Thomas tahu. Bisa-bisa nanti aku di labrak lagi.”
Thomas adalah laki-laki tampan idola kampus, jadi tidak mungkin Thomas belum mempunyai pacar.
Thomas hanya tersenyum saat mendengar apa yang Aruna katakan.
“Lo gak usah pikirkan itu. Yang penting gue bisa bantu lo untuk menghindar dari kakak lo itu.”
Gue juga ingin melihat bagaimana sikap Brian ke elo setelah lo gue antar jemput akhir-akhir ini, Na. Gue ingin tau, apa yang akan kakak lo lakukan sama lo.
“Terserah Kak Thomas sajalah. Mau aku bicara apa, juga gak akan Kak Thomas denger,” kesal Aruna lalu menatap keluar jendela.
Thomas mengusap puncak kepala Aruna, hingga membuat Aruna terkejut dan beralih menatap Thomas.
“Jangan ngambek gitu dong? Nanti cantiknya ilang lo,” goda Thomas.
Aruna hanya memutar bola matanya jengah. Ia lalu kembali menatap keluar jendela.
Saat ini Aruna dan Iren tengah duduk di kantin. Suasana kantin menjadi riuh setelah kedatangan mereka berdua.
Bahkan para mahasiswi yang ada di kantin itu, semua menatap ke arah Aruna dan juga Iren.
“Na, lo beneran gak jadian sama Kak Thomas kan?” tanya Iren sambil mengernyitkan dahinya.
Seluruh kampus sudah tahu kalau Thomas sering mengantar jemput Aruna. Mereka mengira Aruna dan Thomas mempunyai hubungan khusus. Para Fans Thomas tidak terima Aruna dekat-dekat dengan Thomas.
“Lo denger dari siapa sih gosip gituan?”
Iren hanya diam.
“Ya gak lah, Kak Thomas itu sudah gue anggap seperti kakak gue sendiri. Lagian gue ini bukan tipe Kak Thomas kali,” sambung Aruna lagi sambil menyeruput es lemon tea di tangannya.
Sela menggebrak meja Aruna.
Aruna dan Iren sama-sama terkejut dengan sikap Sela.
Aruna mendongakkan wajahnya menatap Sela yang tengah berdiri di depannya.
Sela menatap tajam ke arah Aruna.
“Lo yang namanya Aruna!” seru Sela dengan sorot mata yang tajam saat menatap Aruna.
Aruna menghela nafas lalu berdiri. “Maaf. Tapi lo siapa ya? kayaknya kita gak ada urusan. Lain kali kalau mau menyapa orang itu harus sopan!” serunya kesal.
Iren menyenggol lengan Aruna. Ia lalu berbisik di telinga Aruna kalau yang berdiri di depannya sekarang adalah Fans berat Thomas.
“Gue gak perlu sopan kalau cuma untuk menyapa orang kayak lo. Gue peringatin sama lo. Jangan pernah lo dekati Thomas lagi. Kalau lo gak mau berurusan sama gue!” seru Sela sambil mengarahkan jari telunjuknya ke arah wajah Aruna.
Aruna menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Ia lalu menyunggingkan senyumannya.
“Sepertinya lo salah orang deh. Seharusnya yang lo beri peringatan itu Kak Thomas, bukannya gue! tanpa lo suruh pun dengan senang hati gue akan menjauhi Kak Thomas!” seru Aruna sambil menatap tajam ke arah Sela.
Sela mengepalkan kedua tangannya. “Dasar! Kalau sampai gue lihat lo jalan lagi sama Kak Thomas, gue akan bikin perhitungan sama lo!” ancamnya.
“Lakukan. Memangnya gue takut sama lo. Gue gak salah. Jadi gue gak akan takut sama lo. Lebih baik sekarang lo temui cowok lo itu, minta sama dia buat jauhin gue!”
Aruna lalu melangkah pergi meninggalkan Sela yang masih mematung.
Sela mengeratkan kepalan di kedua tangannya. “b******k! berani-beraninya dia sama gue!” umpatnya dalam hati.
Teman-teman Sela berbisik di telinga Sela, memberitahu Sela kalau Aruna adalah adik Brian. Lelaki tertampan yang di segani dan juga di takuti di kampus itu.
Kedua mata Sela membulat dengan sempurna. “Kenapa lo gak bilang dari tadi sih! Bego!" serunya kesal.
Sela sepertinya menyesal karena telah melabrak Aruna, karena tak ada satupun anak kampus itu yang berani melawan Brian termasuk Sela.
Semoga Aruna gak mengadu sama Brian. Kalau sampai itu terjadi, mampus gue. Kak Thomas akan semakin menjauh dari gue. Susah juga ya untuk meraih hati Kak Thomas.
Sementara ini Iren berlari mengejar Aruna. Ia tak menyangka Aruna akan berani melawan Sela yang terkenal galaknya melebihi singa.
Siapa pun junior di kampus itu tidak ada yang berani melawan Sela. Termasuk dirinya. Tapi, ia salut pada sahabatnya itu yang sama sekali tak merasa takut akan ancaman Sela tadi.
“Na, gue gak menyangka, lo seberani itu sama Kak Sela.”
“Kenapa gue harus takut? Gue gak salah apa-apa. Memangnya dia siapanya Kak Thomas? Pacarnya? Kayaknya bukan deh?”
“Seperti yang gue bilang tadi. Dia itu pengemar berat Kak Thomas. Tapi lo tau sendiri gimana Kak Thomas. Gue sekalipun belum pernah melihat Kak Thomas dekat ama mahasiswi kampus ini. Selain sama lo ya.”
“Gue ama Kak Thomas gak ada hubungan apa-apa. Gue hanya menghormati dia karena dia temannya Kak Brian. Itu aja.”
Kali ini Aruna mencoba menghindar dari Thomas. Ia pulang dengan naik taksi. Ia tidak ingin membuat masalah di kampusnya. Terlebih lagi ia tidak ingin mengecewakan kedua orang tua angkatnya.
Sesampainya di rumah, Aruna langsung masuk kedalam kamarnya. Hari ini adalah hari yang paling buruk selama ia kuliah di kampus itu.
Aruna bahkan tak menyangka, jika ia akan dilabrak dan dipermalukan di depan umum oleh kakak seniornya. Apalagi itu hanya gara-gara seorang pria yang bahkan bukan siapa-siapa baginya.
Aruna baru saja selesai mandi. Ia lalu merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Kedua matanya menatap langit-langit kamarnya. Tiba-tiba ia mendengar suara dering ponselnya.
Aruna lalu mengubah posisinya menjadi duduk, mengambil ponselnya dari atas meja dan melihat siapa yang menelfonnya
Kak Thomas! Aduh gimana ini? dia pasti tadi nyariin gue. Sekarang apa yang harus gue katakan? gak mungkin kan gue bilang kalau gue mau menghindar darinya gara-gara Sela.
Aruna mengambil nafas dan membuangnya perlahan. Ia mencoba menenangkan dirinya. Setelah merasa lebih tenang, ia lalu menjawab telfon dari Thomas.
“Halo kak,” sapa Aruna setelah panggilan itu mulai tersambung.
“Kenapa lo tadi pulang duluan? Gue nunggu lo sampai kelas lo gak ada orang tau.”
“Emm... maaf, Kak. Tadi aku ada urusan sama Iren. Aku lupa memberitahu kak Thomas.” Aruna terpaksa harus berbohong kepada Thomas.
“Lo bohongkan! Lo sengaja ingin menghindar dari gue kan! Gue sudah tahu kalau lo tadi di labrak sama Sela. Sorry ya, Na, gara-gara gue lo jadi kena masalah. Gue peringatin sama lo, jangan sekali-kali lo berurusan sama Sela. Dia itu orang yang sangat berbahaya.”
Thomas memang tidak terlalu perduli sama Sela, tapi Thomas tahu betul bagaimana sifat Sela.
Dia adalah orang yang berani melakukan segala cara untuk mendapatkan yang dia mau. Bahkan dia sanggup melukai lawannya.
Thomas hanya tak ingin sampai Aruna dalam bahaya hanya karena dirinya. Apapun akan ia lakukan untuk membuat Aruna aman. Meskipun semua itu sebenarnya adalah tugas Brian. Tapi, ia tau, kalau Brian tak akan pernah melakukan itu.
“Kak Thomas tenang saja, aku gak apa-apa kok. Aku sama sekali gak takut sama kak Sela. Tapi aku mohon sama kakak, mulai besok gak usah lagi menjemput aku, karena aku gak mau mempunyai masalah di kampus. Aku gak ingin membuat cemas Mama dan Papa.”
Aruna sebenarnya tidak enak hati mengatakan itu semua, karena selama ini Thomas sangat baik kepadanya. Tapi demi kedua orang tua angkatnya, ia harus tegas terhadap Thomas.
“Baiklah. Gue gak akan menjemput lo lagi mulai besok, tapi gue akan selalu mengawasi lo karena gue takut Sela akan berbuat macam-macam sama lo.”
“Aku akan jaga diri kok, Kak. Jadi, Kak Thomas gak perlu cemas.”
“Ok. Kalau begitu gue tutup dulu. Gue hanya ingin memastikan kalau lo baik-baik saja.”
Aruna kembali meletakkan ponselnya ke atas nangkas. Tentu saja setelah Thomas mengakhiri panggilan itu.
“Kak Thomas orang yang baik. Begitu banyak wanita yang ingin mendapatkan perhatiannya. Tapi, kenapa gue malah merasa terbebani dengan semua perhatian Kak Thomas ya?”
Aruna mendengar suara pintu diketuk. Ia lalu beranjak dari duduknya, melangkah menuju pintu kamarnya, tentu saja untuk membuka pintu itu, agar ia tau siapa yang mengetuk pintu kamarnya.
Aruna begitu terkejut setelah membuka pintu kamarnya, karena ternyata Brian tengah berdiri di depan pintu kamarnya.
“Ngapain kakak kesini? aku gak mau bicara sama Kakak.”
“Boleh gue masuk?”
“Mau ngapain? Lebih baik Kakak pergi deh.”
“Ada yang ingin gue bicarakan sama lo.”
Aruna hanya diam. Ia membalikkan tubuhnya dan melangkah masuk ke dalam kamar, dengan Brian yang mengikuti dari belakang.
“Kakak mau bicara apa!” tanya Aruna dengan nada ketus.
“Gue tadi dengar dari anak-anak, katanya lo tadi di labrak sama Sela?”
Aruna mengernyitkan dahinya. “Dari mana Kak Brian tau? Bagaimana kalau sampai Kak Brian mengadu sama Papa dan Mama? dia kan paling suka melihat gue menderita,” gumamnya dalam hati.
Brian duduk di sofa. Kedua matanya menatap pigura yang ada di atas meja. Foto dirinya bersama Aruna waktu masih kecil.
“Emangnya kakak peduli sama aku? enggakkan? Mana mungkin Kakak peduli sama aku?” tanya Aruna sambil menatap Brian.
Brian menepuk sofa di sebelahnya dan menyuruh Aruna agar duduk di sebelahnya.
Aruna tetap bergeming. Ia tak ingin duduk di samping Brian. Ia masih merasa kesal dengan kakak angkatnya itu.
Tapi, Brian tak tinggal diam. Dengan tatapannya yang menghunus tajam, seolah-olah memaksa Aruna untuk mengikuti apa maunya.
Aruna menghela nafas panjang. Dengan berat hati ia akhirnya mendudukkan tubuhnya di samping Brian.
“Gue kesini cuma mau minta maaf sama lo. Gue tau ini semua karena ulah gue waktu itu, sampai Sela berani ngelabrak lo di kampus.”
Aruna menatap tajam ke arah Brian. Ia tidak menyangka Brian akan mengucapkan kata maaf kepadanya walaupun sudah sangat terlambat.
“Lo sama Thomas gak ada hubungan apa-apa kan?” tanya Brian kemudian.