Kau Mengerjaiku

1057 Words
Hai, Geno, aku memiliki satu kisah yang menurutku sangat bagus untuk kau dengar. Kisah yang pernah terjadi di antara kita, salah satu kejadian yang tidak akan aku lupakan, karena hingga saat aku menulis catatan ini pun, trauma atas kejadian itu masih sangat membekas. Kejadian ini berlangsung masih saat hubungan kita berjalan sekitar dua bulan. Ah, entahlah, padahal usia hubungan kita baru seumur jagung, tapi banyak sekali kejadian tidak menyenangkan yang mewarnai setiap hari-hari kita. Aku ingin bertanya sekali lagi sebenarnya kepadamu, apakah kau bahagia saat bersamaku? Kejadian ini terjadi suatu sore, hari itu aku sedang tidak bekerja karena libur, setelah aku jaga malam di apotek. Pagi hari sebelum kejadian itu, seperti biasa, aku mengabarimu saat baru bangun tidur dan akan melaksanakan aktivitas harianku di rumah serta membantu Ayah di sawah. Sama sekali tidak ada hal aneh yang terjadi awalnya, namun tiba-tiba saat siang hari, sepulang dari sawah, aku mendapati notifikasi yang cukup banyak dari dirimu. Kau mengatakan sesuatu yang lembut, memujiku dengan kalimat indah di sana. Namun sayang, kalimat-kalimat pujian manis yang tertulis jelas di dalam pesan singkat yang kau kirim, tidak berhasil mengembalikan puing-puing hati yang sudah kau hancurkan. Wajahku datar menerima pesan rayuan itu, namun aku tetap membalasnya dengan kalimat lembut seakan aku benar-benar tersanjung dengan rayuanmu. Namun seketika nafasku tercekat, badanku gemetar, saat aku membaca pesan terakhir yang kau kirimkan. Kau bilang bahwa kau ingin mendatangi rumahku dan berkenalan dengan keluargaku. Aku harus berpikir cepat, tidak boleh mengabaikan pesan darimu terlalu lama, atau kau akan marah dan kembali memblokir nomorku dan aku harus mencari cara untuk terhubung denganmu lagi seperti biasa. Aku ingin menolak permintaanmu, karena sama sekali tidak siap jika harus mempertemukan orang tuaku dengan pria busuk sepertimu. Tapi jika menolak permintaanmu, maka seketika itu kau akan marah. Rasanya sulit dan serba salah, aku merasa tidak bisa menolak permintaanmu, namun jika menerimanya, maka aku juga akan tersiksa dengan apa yang bisa saja terjadi setelahnya. Aku ingin berbohong, tetapi aku tidak diajarkan berkata dusta sejak kecil. Akhirnya dengan terpaksa aku menjawab jika hari ini aku belum bisa mempertemukanmu dengan orang tuaku karena Ayah dan Ibu sedang ada di luar kota. Kau sempat sedikit merajuk awalnya. Badanku benar-benar gemetar menunggu balasan dari pesan yang kukirim, aku takut kau tidak dapat menerima kalimatku. Beruntung, alasanku terdengar masuk akal sehingga kau dapat menerimanya. Aku bisa bernafas lega membaca balasan pesan darimu. Kakiku lemas, hingga badanku longsor di tempat tidur dengan nafas yang terengah. Sayangnya, semua tidak berhenti sampai di situ. Sebagai ganti karena kau tidak diperbolehkan datang ke rumahku, kau memintaku untuk datang ke rumah kosmu. Berbeda dengan sebelumnya, kali itu aku menaruh sedikit curiga kepadamu. Aku takut, kau melakukan sesuatu yang tidak-tidak kepadaku di sana. Namun saat itu aku berpikir bahwa kau bisa menerima kalimat yang aku lontarkan, terlihat dari bagaimana tanggapan positif yang kau berikan saat aku menolak permintaanmu untuk datang ke rumahku, aku pun kembali menolak permintaanmu dengan alasan yang aku anggap masuk akal. Aku berkata jika kita tidak seharusnya berada di dalam satu ruangan tanpa ada orang lain di sana. Sialnya, tanggapan yang kau berikan benar-benar di luar dugaan. Kau berkata bahwa aku akan menyesal jika tidak datang ke rumah kosmu, karena kau bisa berbuat sesuatu yang tidak menyenangkan kepada orang-orang di sekitarku. Aku sejujurnya bingung, siapa orang-orang di sekitarku yang ada di dalam jangkauanmu selain Mawar. Tetapi, saat itu aku terlanjur panik karena lagi-lagi kau memblokir nomorku. Entah sudah berapa kali kau memblokir nomorku, aku pun sudah tidak ingat lagi. Pikiranku tidak hanya berfokus pada diriku sendiri, melainkan juga kepada Mawar. Aku takut kau menyebarkan berita bohong yang bisa merugikanku, sehingga aku tidak memiliki pilihan lain selain menuruti permintaanmu. Sekitar pukul 3 sore, aku berangkat dari rumah menuju ke tempat kosmu yang berada di kota sebelah, yang berjarak sekitar setengah jam dari rumah. Aku memacu motor dengan santai, karena badanku yang kecil membuatku mudah terbawa angin ketika berkendara dengan kecepatan tinggi. Sebelum tiba di kosmu, aku menyempatkan diri untuk mampir ke minimarket guna membeli beberapa makanan dan minuman ringan untuk mengembalikan suasana hatimu. Lihatlah, Geno, lihatlah! Padahal kau memperlakukanku dengan sangat buruk. Bahkan untuk bertemu denganku saja, kau sampai harus memberikan ancaman. Melihat usahaku untuk bisa bertemu denganmu, seharusnya kau sadar, orang yang tidak kau perlakukan layaknya manusia ini masih mampu berbuat baik dan peduli serta memperlakukanmu sebagaimana mestinya. Kau harusnya malu pada dirimu sendiri, Lelaki Busuk! Setibanya di kosmu, aku segera naik karena kau masih memblokir nomorku. Satu kresek besar berisi makanan dan minuman ringan, tidak lupa ikut serta menemaniku naik menuju ke kamarmu. Suara keripik kentang yang saling beradu, membuat perutku tiba-tiba menjadi lapar. Sayangnya aku harus menahan diri, karena aku masih harus membujukmu agar suasana hatimu menjadi lebih baik. Aku mengetuk pintu kamarmu perlahan, namun tidak mendapatkan jawaban. Aku mencoba mengetuknya lagi, namun masih tetap tidak ada jawaban dari dalam. Aku menghela nafas kesal, merasa tidak dihargai karena sudah jauh-jauh datang ke sini namun tidak mendapatkan sambutan yang semestinya. Padahal kau lah orang yang memaksaku datang ke situ. Aku membalikkan badan, menatap langit yang mulai tampak jingga. Aku sandarkan badan ke dinding yang ada di balik punggungku, lalu perlahan badanku melongsor seiring air mata yang tanpa terasa tiba-tiba mengalir membasahi pipi. Aku tertunduk sambil terisak, tidak menyangka kedatanganku ke sini sama sekali tidak kau hargai. Entahlah, apa kau saat itu sengaja berbuat iseng kepadaku? Atau justru kau sengaja melakukan ini karena merasa tidak terima ajakanmu kutolak? Sebegitunya kah dirimu tidak bisa menerima penolakan? Akhirnya aku mengaitkan kresek besar itu di gagang pintu kamar, lalu aku berjalan dengan lesu, turun dari depan kamarmu. Aku lihat langit sudah mulai senja, berarti sudah cukup lama aku terdiam di depan kamarmu tanpa kepastian kabar darimu. Sakit, hanya itu yang bisa aku rasakan. Aku tidak memiliki hak untuk protes, berteriak, apalagi marah padamu. Tapi, semua ini sudah keterlaluan, aku tidak mau diperlakukan seperti ini lagi, aku ingin kau menganggapku sebagai manusia, bukan barang yang bisa kau mainkan sesuka hati. Sambil tetap menangis, aku memacu motorku kembali ke rumah. Rasanya, ingin aku mengungkapkan semua yang aku rasakan di dalam hati, aku ingin berteriak tepat di depan wajahmu dan berkata bahwa aku sangat sakit hati dengan perlakuanmu selama ini. Tapi tetap saja, aku terlalu memikirkan perasaanmu hingga niat untuk marah padamu hanya tinggal niat belaka. Akhirnya, aku hanya menunggu hingga kau kembali membuka blokir terhadap nomorku, karena tidak ada hal lain yang bisa aku lakukan lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD