Masa Lalumu Lagi

1039 Words
Hai, Geno, di sisi ini, aku ingin memberikan semangat padamu. Kau harus tetap semangat, meski kadang kenyataan sama sekali tidak berpihak padamu. Kau harus tetap semangat, meski kau tahu ada banyak hal di belakang yang menyeret dan mencegahmu untuk maju. Apa yang kau terima saat ini adalah buah dari semua hal yang terjadi sejak kau kecil hingga dewasa. Sebenarnya aku ingin memaklumi apapun yang kau lakukan, tetapi jika kau justru ikut menyeretku semakin dalam, maka rasa maklum itu akan menusuk dengan belati beracun yang akan membunuhku secara perlahan. Kisah memilukan yang terjadi kepadamu tidak berhenti hingga kau lulus sekolah. Orang tuamu sebenarnya memintamu untuk berkuliah di salah satu universitas ternama di Surabaya, namun kau saat itu sudah tidak memiliki niat untuk melanjutkan pendidikan karena merasa muak dengan segala drama yang terjadi di rumahmu. Kau sudah sempat menolak permintaan kedua orang tuamu, namun mereka tetap memaksa agar kau melanjutkan kuliah. Kau bercerita kepadaku bahwa saat itu kau marah, sangat geram kepada kedua orang tuamu yang terkesan memaksakan kehendak. Untuk memberikan pelajaran kepada mereka, akhirnya kau terpaksa mengikuti keinginan Ayah dan Ibumu untuk berkuliah. Kau mendaftar sendiri, serta mengurus semua urusan administrasi sendiri karena Ayah dan Ibumu terlalu sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Apa yang kau ceritakan padaku sangat tidak patut untuk ditiru. Kau melakukan sesuatu yang buruk kepada orang tuamu. Aku tahu saat itu kau sedang kesal, tapi tetap saja, tidak seharusnya kau melakukan hal mengerikan seperti itu. Mungkin ada banyak orang yang berpikir jika kau akan mencuri uang yang seharusnya kau bayar kepada pihak kampus dan kau habiskan untuk kesenangan diri sendiri saja, tapi tidak seperti itu. Kau masih tetap membayar administrasi itu secara jujur ke kampus, kau masih tetap melunasi segala tanggungan keuanganmu ke sana, namun setelah itu kau tidak pernah muncul lagi di kampus untuk berkuliah sejak awal semester. Awalnya, Ayah dan Ibumu tidak pernah menaruh curiga terhadapmu, karena memang mereka sama sekali tidak peduli dengan keseharianmu. Namun di akhir semester, Ayahmu mendapatkan kabar dari kampus, mengatakan jika kau sama sekali tidak pernah hadir dalam perkuliahan, bahkan kau tidak mengikuti ujian tengah semester dan ujian akhir semester. Ayahmu naik pitam, Beliau langsung menghubungimu dan memaki-maki kelakuan konyolmu yang memberikan pelajaran kepada mereka dengan cara seperti itu. Bukannya mendengar dan merasa jera, kau justru senang karena dengan cara seperti itu kau mendapat perhatian dari mereka. Saat mendengar omelan dari Ayahmu, kau berkata kepadaku jika waktu itu kau sanggup tersenyum meski ada air mata yang mengalir membasahi pipimu. Namun lama kelamaan orang tuamu semakin muak padamu dan kau benar-benar diabaikan oleh mereka. Itulah alasan kenapa kau merasa jika Ayahmu bukanlah seorang ayah idaman bagi anaknya, meski Beliau adalah seorang guru idaman di sekolah. Kejadian puncak yang menyebabkan kau menjadi rusak seperti sekarang, terjadi beberapa bulan lalu yang akhirnya membuat kau hijrah dari Surabaya ke kota kecil di ujung barat Jawa Timur ini. Kejadian itu terjadi ketika kau sedang berada di rumah, kebetulan saat itu kedua orang tuamu juga sedang berada di sana. Pemandangan yang sangat jarang kau lihat di mana Ayah dan Ibumu ada di satu atap bersama. Mungkin saat itu mereka sedang tidak sibuk. Awalnya kau mengira jika mereka sedang baik-baik saja dan kau senang karena akhirnya mereka berdua memiliki waktu bersama yang mungkin akan memiliki waktu untuk memperhatikanmu juga. Sayangnya, impianmu saat itu harus sirna, karena mereka berdua rupanya tengah bertengkar hebat. Pertengkaran itu akhirnya membuat keduanya harus berpisah. Sedih, gundah, marah, sakit, dan merasa sendiri, membuatmu akhirnya nekat melakukan sesuatu yang di luar kebiasaan dan norma. Kau mulai merokok, serta minum minuman keras. Semua masalah besar itu kau selalu sembunyikan dariku. Saat itu, saat sebelum kau menghilang dariku, kau hanya menceritakan sekilas, aku saat itu sempat mengira jika kau hanya melebih-lebihkan apa yang terjadi padamu, tanpa tahu jika semua yang menimpamu ternyata sangat berat. Setelah orang tuamu bercerai, kehidupan yang kau jalani sebenarnya tidak jauh berbeda dari sebelumnya. Hanya saja, ada rasa kosong di dalam dirimu yang tidak dapat diobati bagaimanapun caranya. Kesendirian yang tumbuh di dalam hatimu, seakan menjadi tanaman beracun yang menggerogoti dirimu hingga kau kehilangan jatidiri sebagai seorang Geno yang aku kenal. Kau menceritakan kisah pilu yang terjadi di dalam hidupmu dengan nada bergetar, ada kesedihan, kehilangan, serta keterpurukan yang aku tangkap dari apa yang kau ceritakan padaku. Mendengar hal itu, membuatku seakan ikut merasakan apa yang kau derita seumur hidupmu. Air mataku ikut menetes, hatiku ikut sakit merasakan betapa hancurnya hari-harimu pasca perpisahan mereka. Saat itu aku mengerti, Geno, kau membutuhkan seseorang yang bisa mengerti akan keadaanmu, seseorang yang mengerti tentang penderitaanmu, seseorang yang mau mengerti jika kau hanya butuh tempat untuk pulang. Geno, saat itu rasa bersalah yang dulu tumbuh di dalam hatiku kembali muncul. Aku yang awalnya menyalahkanmu karena meninggalkanku dan lebih memilih wanita lain satu tahun sebelumnya, menjadi tidak tega menuduhmu jahat. Saat itu, rasa bersalah benar-benar menguasai pikiranku. Ingin rasanya aku memelukmu dari dekat, ingin rasanya saat ini aku berada di sisimu dan mendukung semua yang kau lakukan sambil sedikit demi sedikit mengarahkanmu menjadi lebih baik dari hari ini. Geno, saat sebelum kau menghilang, aku sempat menyalahkanmu yang seakan tidak mau berubah saat aku mengingatkanmu tentang kebiasaan minum minuman keras yang selalu kau lakukan dahulu. Aku pun menyalahkan teman-temanmu karena selalu mengajakmu berpesta alkohol di akhir pekan. Aku merasa tidak mampu memahamimu, tidak mampu mengerti akan rasa kesendirian yang melekat di hatimu. Apalagi, aku hanya berada jauh di sini, sangat jauh untuk kau jangkau saat itu. Aku hanya menemanimu lewat ponsel, padahal kau membutuhkan kehadiran seseorang yang bisa mendampingimu secara nyata, mengarahkanmu secara nyata, dan mengingatkanmu secara nyata. Aku justru dengan egoisnya menyalahkanmu yang memilih perempuan lain selain aku waktu itu, padahal kau hanya menuntut sedikit kepastian dariku yang di mana hatimu sudah kau serahkan padaku. Geno, itulah isi pikiranku saat itu. Isi pikiran dari seorang gadis polos yang tidak tahu apa-apa, gadis polos yang ingin berbuat baik kepadamu, menghilangkan rasa kesepian yang hinggap di pikiranmu dengan seluruh apa yang bisa ia lakukan. Gadis itu berharap, meski tidak secara langsung, berharap akan adanya timbal balik dari seseorang yang ia angga sebagai pangeran berkuda putih yang siap mengarungi kehidupan bersamanya hingga akhir nanti. Tapi rupanya, apa yang gadis itu impikan tidak pernah terjadi. Surga yang tampak di depan mata, berubah menjadi neraka dalam sekejap. Neraka itu disebut dengan Geno.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD