“Ayah, aku ingin naik kuda terus panahan ya…” pinta Zahra dengan mata bersinar. Dia sudah tidak sabar lagi ingin segera memuaskan diri bermain.
“Iya yah, aku juga… Aku mau naik kuda yang paling besar, yang berwarna hitam!” teriak Reza, tidak kalah heboh.
“Kenapa harus warna hitam sih Mas? Kan tergantung kuda mana yang tersedia.” tutur Gendis.
“Bunbun lihat deh kuda yang warna hitam yang itu…,” jemari Reza menunjuk ke seekor kuda gagah berwarna hitam yang tengah berlari ditunggangi oleh seorang remaja, “gagah banget kan bun tuh kudanya. Kalau pakai kuda itu aku juga akan jadi gagah kan? Biar cewek-cewek pada suka!” jawab Reza lagi, dia cengengesan usai berkata itu.
“Diih Eza! Masih kecil gak usah mikir cewek!” bentak Zahra, kesal dengan kelakuan saudara kembarnya.
“Cewek-cewek pasti bakalan suka sama kamu kok Mas, tapi yang sudah berumur alias ibu-ibu. Tuh lihat, mereka lihat Mas Eza sambil bisik : waah calon mantu idaman.” Gendis berkata itu. Ya, dia mendengar bisik-bisik kaum ibu yang ada di dekat mereka, terpesona oleh ketampanan Reza.
“Eeh eeh itu kan seleb bukan? Yang lakinya itu loh, siapa tuh namanya? Lumayan terkenal kok, duuh aku lupa namanya.” terdengar kehebohan di belakang Gendis yang sedang menata tas kedua anaknya selepas ketiga orang itu menuju wahana kuda tunggang.
“Itu Eril, YouTuber dan host beberapa program televisi. Ya ampun, ternyata aslinya lebih ganteng ya? Gak cuma ganteng, tapi ganteng banget…!” jawab satu suara.
“Hooh lebih ganteng aslinya. Eeh itu yang digendong siapa sih? Anaknya ya? Katanya anaknya kembar kan? Anaknya cakep-cakep juga. Bibitnya aja bagus gitu.”
“Istrinya yang mana sih? Mosok yang itu? Perasaan yang sering keliatan bareng Eril bukan dia deh, tapi cewek seksi yang montok itu.”
Telinga Gendis langsung saja siaga satu mendengar hal ini. Dia yang tadi sibuk, sempat hentikan kegiatannya beberapa saat. Gendis menarik nafas panjang tapi kemudian dia kembali lanjutkan yang tadi sempat tertunda.
“Iya, yang cewek bohay itu kan nempel terus tuh ke Eril. Kirain itu istrinya.” sambar satu suara lagi.
“Loh loh kalian gak tahu gosip terbaru? Mau tahu gak?” tanya seseorang dengan bisik-bisik, tapi masih bisa terdengar Gendis. Gendis berusaha menajamkan telinganya.
“Gosip terbaru? Tentang Eril? Mau mau dong! Pasti mau dengar gosip, mosok gosip gak mau kita dengar sih?” jawab suara lainnya.
“Apa tuh gosipnya? Buruan dong infoin! Bikin penasaran aja kamu.” desak yang lainnya.
“Iya, iya. Nih dengar ya… Perempuan yang itu, yang di depan kita, itu istri sah Eril, ibunya si kembar yang lagi naik kuda. Naah kalau yang cewek seksi, bohay, montok itu… yang tadi dibilang nempelin Eril, itu sebenarnya manajernya Eril.”
Sejujurnya, ada desahan kelegaan lolos dari bibir Gendis mendengar ini. Tidak ada gosip berarti antara Eril dan Feisya.
Mungkin apa yang aku dengar kemarin itu karena aku sangat kelelahan hingga salah dengar Mas Eril sebut Fei.
Itu yang terlintas di pikiran Gendis, hanya saja, benar-benar kelegaan itu hanya sekilas lalu karena kemudian terdengar lagi kehebohan dari para ibu itu.
“Ya ampuuun, ini mana gosipnya sih? Itu mah wajar kalau manajer nempel ke artis, lah itu kan tanggung jawab yang harus dikerjakan oleh mereka. Gak asik aah ini gosip, gak ada hotnya pula.” terdengar keluhan yang protes atas berita yang dirasa tidak memuaskan keinginan bergosip mereka.
“Entarrr duluuu, tadi itu belum selesai. Tadi itu kan info pembuka, prolog, prakata dan memang kenyataannya cewek montok itu manajernya Eril. Niiih gosip hotnya, si manajer itu kan teman dari istri Eril dari kampung. Ternyata eeh ternyata, si bohay ini selain manajer juga merangkap sebagai selingkuhan Eril!! Alias pelakor! Tuh kurang hot gimana gosipnya?”
Dompet yang hendak dikeluarkan Gendis dari tas, mendadak terjatuh. Tubuh Gendis membeku, wajahnya pucat, bagai tak dialiri darah.
“Eh elu jangan bikin fitnah. Kalau terdengar sama istrinya Eril bakal jadi masalah loh.” dari sudut mata, Gendis tahu yang berkata baru saja melihat ke sekeliling, takut akan terdengar orang lain.
“Elaah, ini bukan fitnah. Udah beredar luas kok, banyak yang udah tahu hal ini. Keponakanku kan kerja di stasiun televisi, kalau ada acara off air yang di luar kota, tuh mereka berdua tidurnya satu kamar! Kasian banget istrinya kan? Sudahlah dibohongi, ditikam dari selimut pula! Aku heran deh ama istrinya, antara bodoh, polos atau gimana sih, kok bisa-bisanya tertipu gitu dengan permainan kedua orang itu! Aku mah yakin banget tuh Eril sama manajernya selingkuh!” suara berapi-api salah seorang ibu itu membuat hati Gendis teriris.
Bodoh? Polos? Tertipu? Selingkuh?
Empat kata yang terus menerus berputar di otak Gendis, membuatnya tambah pucat dan hatinya bagai tertusuk sembilu yang tak nampak.