1. Introduksi
Hai... kali ini aku akan coba berikan perkenalan tentang karakter yang ada di cerita ini. Harapannya agar pembaca tercinta bisa lebih memahami cerita ini. Tapi tentu saja karakter utama dan sebagian karakter pendukung saja ya.
*
Gendis Prastowo (Gendis), karakter utama perempuan, 31 tahun. Adik manis Adjie (baca di Kelana : Antara Aku, Ibu dan Dia). Ramah, manis, kulit kuning langsat, baik hati, dedikasi pada suami dan anak, pengusaha katering terkenal Gendis Catering juga seorang penulis pemula. Di saat yang bersamaan juga rapuh tapi tidak mau orang lain tahu.
Angkasa (Asa), karakter utama pria, 35 tahun. Duda satu anak. Baik, skeptis mampu mencari seorang ibu yang tepat bagi Refal, putranya.
Emeril Hamzah (Eril), karakter pendukung pria, 35 tahun. Suami Gendis. Salah satu selebritas papan tengah dan YouTuber yang cukup terkenal. Ganteng, tinggi, kulit bersih, pandai berakting dan memanfaatkan kebaikan Gendis.
Feisya Zani (Fei atau Feisya), karakter pendukung perempuan berperan antagonis, 28 tahun. Cantik, pintar, seksi, montok, suka pada Eril. Menjadi manajer sekaligus selingkuhan rahasia Eril.
Zahra dan Reza, putra putri kembar Gendis dan Eril, 8 tahun. Mewarnai hidup keduanya.
Refal, 5 tahun. Anak Asa. Jatuh hati pada Gendis dan ingin agar dia menjadi mama sambungnya.
Ada banyak lagi karakter lain yang akan muncul di sini ya. Nantikan pula karakter tambahan sebagai surprise untuk mempermanis cerita.
Happy reading!
*
"Hati-hati ya nak, kalau sudah sampai segera kirim pesan ke bunbun ya. Nurut sama ayah dan ingat sholat." Gendis bertumpu pada lututnya untuk menyesuaikan tinggi putrinya, Zahra, yang akan ikut Eril dan Feisya. Gendis merekatkan jaket yang dipakai Zahra. Putrinya sedang flu tapi dia bersemangat sekali ingin jalan-jalan bersama Eril, ayahnya yang sudah lama tidak mengajaknya jalan-jalan.
Entah kenapa kali ini terasa sungguh berat melepas Zahra. Sebagai seorang ibu, feelingnya merasa ada sesuatau yang akan terjadi pada putrinya. Tapi jika ditanya, tentu dia tidak bisa menjawab apa.
"Iya bun. Aku sayang bunbun." Zahra mencium kedua pipi Gendis dengan lembut. Tanpa pernah mereka tahu bahwa itu menjadi pertemuan terakhir mereka.
"Eza beneran gak mau ikut ayah?" Eril pastikan sekali lagi pada sang putra yang berdiri kaku di belakang Gendis. Dia ingin sekali memperbaiki hubungan dengan sang anak tapi sepertinya terhalang tembok karena Reza melihat ke arahnya dengan mata penuh kebencian.
"Eza mau ikut ayah enggak?" tanya Gendis ke sang putra karena tidak ada jawaban.
"Tidak! Aku mau sama bunbun saja di rumah. Aku tidak mau ikut kalau ada dia, si nenek lampir!" telunjuk Reza menunjuk ke arah Feisya yang berdiri menyandar di mobil, melihat ke arah empat orang yang sedang berinteraksi. Feisya merasa dirinya sekarang menjadi obyek pembicaraan, dia berikan senyum simpul dan berdiri tegak.
"Eza!" Tanpa sadar Eril membentak tapi seketika dia menyesal melihat Reza berlari masuk ke rumah sambil teriak kencang, "aku benci ayah! Benci!"
Terdengar suara pintu dibanting, membuat Gendis berjengit. Peernya bertambah satu lagi, memberi pengertian pada Reza apa yang terjadi pada kedua orang tuanya.
Eril hendak menyusul Reza, tapi dicegah Gendis, "nanti kalian telat kalau tidak segera berangkat. Biar aku saja yang akan beri pengertian pada Eza. Lebih baik kalian segera berangkat, biar tidak terjebak macet."
Suara lembut Gendis membuat langkah Eril terhenti. Dipandangnya lekat sosok perempuan berhijab yang berikan senyum tulus padanya. Sebuah senyum yang malah membuat hatinya nyeri setelah dia berikan semua derita dan pengkhianatan pada pernikahan mereka yang sudah berjalan sembilan tahun lebih!
"Jangan lupa Zahra harus minum obat ya Mas, tubuhnya masih lemah tapi dia sangat menantikan hari ini. Pantangan makanannya juga tolong diingat. Demamnya belum turun, tolong jangan terlalu lelah." Gendis berikan pesan pada Eril. Sebuah pesan yang diabaikan karenanya akan menjadi malapetaka bagi mereka. Eril hendak berikan kecupan di kening Gendis, tapi urungkan niatnya karena Gendis yang tahu hal itu kemudian sengaja menunduk dan mencium pipi Zahra.
Ada rasa kehilangan menyusup di hati Eril. Dia tahu dia sudah kehilangan Gendis. Tidak ada lagi yang bisa dia pertahankan dari biduk rumah tangganya bersama Gendis walau dia sangat ingin tetap bersama perempuan yang menjadi istrinya selama sembilan tahun ini. Seharusnya dia sadar diri, dia tidak berarti apapun bagi Gendis.
Suara klakson membuyarkan lamunan Eril, dia mendengar namanya dipanggil Feisya. Ya, perempuan ini yang sekarang mentahtai hatinya, menggeser kedudukan Gendis sebagai ratu. Menjadi pemanas malam-malamnya yang dingin.
"Aku berangkat dulu. Za, salim sama bunda." akhirnya Eril putuskan untuk segera berangkat.
"Bun, Zahra pergi dulu ya." Pamit Zahra, ikuti langkah Eril menuju mobil. Sesaat sebelum kakinya menjenjak mobil, Zahra membalik tubuh, memberi kecupan jarak jauh bagi Gendis dan berikan senyum manis terbaiknya. Sebuah senyum terakhir yang tidak akan lagi dia berikan pada bundanya.
Gendis lambaikan tangan saat mobil berwarna putih itu perlahan bergerak. Ya, Zahra pamit pergi. Pergi untuk selamanya, dari dia dan bertemu sang Maha Pencipta, kembali pada Sang Khalik.
*
Apa sih yang sebenarnya terjadi pada Gendis dan Eril dan pernikahan mereka? Kenapa pula Zahra seperti pamit pergi untuk selamanya? Kenapa Reza benci sekali pada Eril, yang ayah kandungnya? Siapa pula yang akhirnya akan Eril pilih? Gendis atau Feisya?
Yuk, beri dukungan dan komentar di cerita ini agar aku semakin semangat untuk update ya.
Daripada penasaran, yuk, tap love agar cerita ini ada di library kalian jadi kalian akan tahu jika cerita ini sudah siap untuk up.