Tak ingin membuat kegaduhan di sekolah Javier. Kara memilih mengalah, mengalah untuk menang, right?
"Javier, gimana kalau besok aja kita rayainnya? Kamu sekarang sama keluarga dulu, ya." Bujuk Kara
Javier menggelengkan kepalanya. "Mbak Kara juga keluargaku! Aku mau sama, Mbak." Keras kepala Javier.
"Dek!" Melvin mulai jengan dengan Javier. Ingatkan dia untuk mengintrograsi Javier nanti, kenapa adiknya itu jadi pindah haluan menjadi menyukai Kara.
"Ayah, aku sama Mbak Kara. Terserah suka gak suka aku mau sama, Mbak."
"Javier, kamu ini kenapa sih sayang! Dia itu bukan keluarga kita, ayok kita makan siang di rumah, oma udah siapin makanan kesukaan Javier."
Javier tidak mendengarkan dia tetap memandang ayahnya, meminta untuk di izinkan.
"Kak Bianca sebaiknya pulang duluan, kita mau makan bareng," Bara menatap kakaknya itu dengan pandangan datar.
"Bara! Kamu ini apa-apaan sih. Kalau Mami tau gimana?!"
"Apa? Aku juga tau kalau Kakak ancam Kara! Udah deh, aku mau makan siang bareng anak-anakku. Kalau Kakak nggak mau ikut yaudah,"
Bianca menatap Bara dengan tatapan tak percaya, dia seolah dipermalukan di depan umum terlebih di hadapan Kara! Wanita yang tidak disukainya.
"Kakak adukan kamu sama mami, Bara!" Ancam Bianca yang jelas tidak membuat Bara takut.
"Dan kamu perempuan matre! Aku gak akan biarin kamu menang, kita lihat saja nanti."
Kara takut? Tentu tidak. Dia malah memandang angkuh wanita yang lebih tua darinya itu.
Bianca pergi meninggalkan mereka dengan perasaan luar biasa marah.
"Dek, kayaknya kita pulang duluan aja deh." Leon berbisik pada Nio yang diangguki oleh adiknya itu.
"Javier, Kakak sama Nio pulang duluan yah. Kita rayain nanti, oke?"
Javier menganggukkan kepalanya.
"Aku juga ikut, aku pulang bareng kalian yah." Kara malah ikut-ikutan.
"No, Mbak Kara udah janji. Kita rayain bareng," Javier jelas mencegahnya. Anak itu tetap memegang tangannya erat.
"Yaudah Mbak nanti malem ke rumah, Nio yah?"
Jawaban Kara yang tak terduga bukan hanya mengagetkan Javier namun Bara juga. Apa-apaan wanitanya itu.
"Asyiikk, oke, Mbak." Nio dan Leon lantas pamit pada keluarga Bara.
"Ayok kita makan-makan, Javier udah lapar."
Melvin mendengus dia berjalan lebih dulu meninggalkan ayah dan adiknya dibelakang.
Kara tidak bisa menolak keinginan Javier jika tidak bocah itu akan tantrum.
Di dalam mobil, Kara asyik mengobrol dengan Javier yang duduk dibelakang. Sedangkan Melvin duduk di depan dengan sang ayah. Wajah Melvin jelas sekali menunjukkan ketidak sukaannya pada Kara. Terlebih menurutnya perempuan dewasa itu hanya ingin mencari perhatian saja.
Tak lama kemudian mobil Bara sudah sampai di restoran kesukaan Javier dan Melvin. Restoran mahal tentunya, selain bebek mereka juga menyukai steak.
Bara sudah membooking tempat untuk mereka makan, mereka masuk ke dalam dibantu oleh waiters di sana. Kara berjalan dibelakang Javier sambil melirik sekitar restoran. Ini baru pertama kali dirinya makan di restoran mewah bintang 5. Selama dia berpacaran dengan Bara dia tidak pernah ke sini. Bukan Bara tidak mengajaknya, bukan. Melainkan dirinya yang tidak mau, dia juga lebih menyukai makanan restoran biasa saja yang harganya masuk akal. Jadi jangan salahkan dia jika dirinya terpesona oleh restoran bergaya klasik ini.
Bara mengambil tempat lebih private, Kara duduk di apit oleh Javier dan Bara sedangkan Melvin duduk di depannya. Rupanya makanan sudah dipesankan oleh Bara. Sengaja Bara untuk Kara tidak melihatnya, karena dipastikan wanitanya itu tidak akan mau untuk memakannnya.
Appetizer dihidangkan dan mereka mulai menikmati makanannya. Tak ada yang bersuara di meja itu, mereka sibuk dengan makanannya emm mungkin Javier saja yang berceloteh pada Kara. Melvin dan Bara hanya mendengarkan, bagi Bara melihat Javier yang dekat dengan Kara membuatnya bahagia. Sedangkan Melvin? Jangan harap, sulung Bara itu malah tidak peduli dia bahkan sudah muak melihatnya.
"Gimana, Mbak enak gak steaknya?" Javier bertanya pada Kara.
Kara mengangguk sambil tersenyum sebagai jawaban.
"Jelas enak lah, orang mahal. Dia mana bisa makan, makanan enak begini kecuali dari Ayah." Ejeknya sambil memakan makanannya.
"Bara/Abang!" Tegur Bara dan Javier.
Mereka jelas tidak suka mendengar Melvin yang merendahkan Kara.
Kara tersenyum, "kamu bener kok, yah aku mana sanggup makan di tempat begini. Mending makan di food court biasa aja. Sisa uangnya bisa aku simpen buat beli yang lain, bahan-bahan buat panna cotta misalnya," balas Kara dengan senyuman kepada Javier.
"Abang, panna cotta sama cake yang waktu itu dibawa sama Adek, itu buatan Mbak Kara. Enak 'kan?"
Melvin yang tengah memakan steaknya seketika tersedak. Kara buru-buru menyerahkan air putih yang ada di hadapannya pada Melvin. Mau tak mau Melvin meminumnya, karena minumannya sudah habis.
"Udah enakan?" Tanya Kara dia belum melanjutkan makanannya.
"Nggak usah sok peduli deh, gak mempan sama gue. Gue bukan Adek yang gampang dihasut sama lo."
"Cukup Melvin! Kamu nggak sopan sama Kara, dia lebih tua dari kamu. Ayah nggak pernah ajarin kamu nggak sopan begitu, dia beneran peduli sama kamu!"
"Bela terus! Melvin mau pulang,"
Melvin sudah berdiri dan akan pergi, namun perkataan Kara membuatnya terdiam.
"Tunggu Melvin. Biar Mbak aja yang pulang, ini perayaan Javier kasian kalau kamu yang pergi. Mbak mau minta maaf yah sama kamu, kalau selama ini mungkin udah bikin kamu sakit hati, meskipun kita gak pernah ketemu. Mbak juga mau lurusin, kalau Mbak sama Ayah kamu udah nggak punya hubungan apa-apa lagi."
"Kara!"
Kara yang awalnya memandang Javier kini memandang Bara-mantan kekasihnya.
"Mas Bara. Aku udah bilang ini sebelumnya 'kan? Aku udah selesai sama kamu, aku udah maafin kamu juga kok."
"Ra, sayang. Aku nggak pernah setuju dengan keputusan sepihak kamu. Tolong dengerin aku--"
"Nggak, kali ini Mas Bara harus dengerin aku. Kita banyak sekali perbedaannya, Mas. Aku nggak mau hubungan kita bikin banyak pihak yang terluka, aku nggak mau Mas. Aku nggak peduli kalau keluarga Mas gak suka sama aku, tapi aku peduli sama anak-anak Mas Bara, sama ibuku. Aku nggak mau ibuku menderita karena ke-egoisanku, aku nggak mau. Asal Mas Bara tahu, kakak dan ibu Mas ancam aku. Kalau aku masih berani pacaran sama Mas Bara. Kerjaan aku taruhannya, aku nggak mau Mas. Aku lebih baik hidup tanpa Mas Bara dari pada ibu dan kerjaanku jadi taruhannya. Aku nggak mau, jadi tolong hargai keputusan aku yah, kamu pasti bisa dapetin yang lebih baik dari aku."
Jelas Kara yang memadang Bara dengan wajah yang tersiksa, selama ini ia coba tahan namun kini dia tidak sanggup lagi. Biarlah dia dianggap sebagai pengadu, dia tidak peduli. Biar Bara tahu alasan dia tidak mau lagi dengannya itu karena apa. Meskipun dia tahu Bara pasti akan tahu dari orangnya, lebih baik dirinya sendiri yang berbicara. Agar Bara mengerti juga posisinya di sini sangat sulit.
Javier yang mendengarnya diam-diam menangis. Ia sakit hati mendengarnya, padahal kemarin-kemarin dia masih denial mengenai hubungan ayahnya dan Kara. Tapi, mendengar semuanya sekarang membuatnya sakit.
"Javier, mbak Kara pulang dulu yah. Mbak bangga sama Javier, Javier hebat main futsalnya. Lain kali kita main bareng lagi yah, kamu tau kan rumah Mbak? Rumah Mbak selalu terbuka buat kamu," Kara berujar dengan lirih, sambil mengusap puncak kepala Javier dengan sayang.
Tindak tinduk Kara tak lepas dari pengawasan Melvin. Sedangkan Bara sendiri dia masih diam, mencerna semua penjelasan wanitanya.
"Ra, sayang--" Bara sudah berdiri dari duduknya dan ia akan mengikuti Kara yang akan keluar dari restoran ini. Namun perkataan Kara selanjutnya membuatnya mematung.
"Tolong jangan ikutin aku, Mas. Kalau kamu gak mau aku benci,"
Dan setelah mengatakan hal itu, Kara berjalan meninggalkan mereka yang masih berada di restoran.
***
Tbc