7. Rumah Raffa

1236 Words
Alesa tahu bahwa pekerjaan suaminya memang akan begini, tapi mau bagaimana lagi, kalau tanah itu, kalau tempat itu memang adalah hak suaminya, lagi pula suaminya juga tidak serakah, tidak mungkin Shagufa mengambil yang bukan haknya Alesa tahu itu sekali. “Mah, Karina nginep di rumah kita aja.” “Apaan?” sahut Kirana langsung, perempuan itu langsung menatap Raffa yang baru saja berucap seenaknya itu, Kirana hanya ingin memastikan bahwa apa yang dikatakan oleh Raffa tidak berbeda dengan apa yang telinganya tangkap beberapa detik lalu. “Gue ngomong sama ibu gue bukan sama lo,” balas Raffa langsung, Raffa yang awalnya ikut duduk tak jauh dari ibunya berdiri, menyambangi ibunya, ia meruntuki dirinya sendiri karena harus mengatakan hal itu secara gamblang di depan Kirana, ya karena ia cukup girang setelah mendapatkan pesan dari ayahnya itu, bahwa ayahnya membolehkan temannya itu untuk tinggal sementara di rumahnya, “padahal kan ini juga kesalahan papih,” runtuk Raffa dalam hatinya, hingga ia harus merasa menyelamatkan Kirana, karena Raffa berpikri dimana lagi dua orang itu tinggal, jujur saja Raffa kesal dengan Kirana, perkara sepeda Kirana yang memakai parkiran mobilnya cukup membuat Raffa tersinggung karena ia sama sekali tidak menyangka ada orang yang bisa berani-beraninya membuat dirinya susah, tapi malam ini rasanya tidak apa kalau dirinya harus menampung anak itu, hanya satu malam saja, hanya menuntaskan rasa khuwatirnya karena besok ada pelajaran seni, dimana ia membutuhkan lukisan yang Kirana kerjakan untuk menyempurnakan nilainya. Papih; enggak apa-apa Nak, bawa aja ke rumah, tapi tumben kamu peduli sama dia? Sama kerjaan Papih. “Ck,” suara decakan dari Raffa kembali terdengar, laki-laki itu menggaruk keningnya yang tidak gatal, ia tahu bahwa setelah ini dirinya akan kena bully oleh ayahnya sendiri, sejujurnya dirinya juga tidak tahu kenapa Raffa bisa berfikir untuk membawa Kirana ke rumahnya, apa Raffa sekarang berfikir bahwa rumahnya sebagai penampungan orang-orang yang rumahnya tergusur? Astaga, Raffa, lo kenapa? “Iya bener Ayu, kamu malam ini sama Kirana tidur di rumah aku aja, lagi pula biar besok Kirana enggak kesusahan, sekalian berangkat sekolah sama Raffa.” Alesa menyambar apa yang dikatakan oleh Raffa, sejujurnya dirinya juga berfikir bahwa Kirana dan Ayu akan ia ajak menginap di rumahnya malam ini. Ayu jelas langsung menolak dengan cara menggelengkan kepalanya, walau dirinya malam ini tidak tahu akan tidur ke mana – Ayu hanya berfikir bahwa malam ini ia dan Kirana tidur di masjid, dan besok uang ganti rugi atas rumahnya yang digusur akan diserahkan, dan semua urusannya akan beres besok hari, setelah ia mendapatkan uangnya ia juga akan mencari kontrakan, tidak ada yang perlu ditakutkan lagi, Ayu tahu keluarga Alesa tidak akan mengingkari janjinya, dan perkataan keluarga Alesa dengan Shagufa rasanya bisa dipegang, lagi pula perusahaan Shagufa pasti tidak akan mengingkari janjinya, besok juga bukan hanya dirinya yang datang tapi juga seluruh penduduk yang digusur. “Kalian itu sudah baik banget, mau menerima Kirana jadi siswa di sekolahan kalian, jadi malam ini aku sama Kirana beneran enggak papa buat tinggal dulu di masjid.” “Ikut ke rumah aja Tante, besok ada pelajaran seni, dan lukisan Kirana penting bagi nilai saya.” Raffa tidak suka bertele-tele seperti ini, laki-laki itu meraik lukisan dan juga tas sekolah Kirana yang ada di belekang kursi laki-laki itu dan memasukan barang-barang itu ke dalam mobilnya. Hal yang membuat Alesa mengancungkan jempolnya, hal yang membuat Kirana dan Ayu hanya bisa pasara, apalagi Kirana tahu sekali Raffa bukanlah orang yang dengan mudah bisa dihalangi, Raffa yang memiliki semuanya dihidupnya jelas bisa melakukan apa pun yang ia mau. “Aduh, enggak apa-apa ya Alesa kalau malam ini aku sama Kirana nginap di rumah kamu? Ma’af bangat ya Alesa kalau kami ngerepotin.” Alesa jelas langsung menggeleng, ia senang sekali bahkan bisa mengajak Ayu dan juga anaknya untuk tinggal sementara di rumahnya, ia juga senang sekali Raffa bisa membuat perdebatan kalau Ayu tidak ingin ikut bersamanya dengan cara memasukan seluruh bawaannya ke mobilnya, Raffa memang anak laki-laki terbaiknya. Raffa melirik Kirana yang kini berada di samping tempat duduknya, mereka sudah dalam perjalanan untuk ke rumah Raffa, Kirana duduk di depan di samping Raffa yang tengah mengemudi, sedangkan Ayu bersama dengan Alesa di belakang, Raffa melirrik tidak suka dengan Kirana, tapi sialnya ia tidak tahu saja bahwa perasaanya sedikit khuwatir dengan perempuan itu, Kirana tengah kesusahan, dan rasanya dirinya tidak ingin melihat Kirana dalam keadaan seperti ini. Tidak lama setelah itu, Raffa dan yang lainnya sampai di rumah mewah keluarga Raffa yang sesungguhnya sudah pernah Kirana injak dengan rasa kagum, dan untuk kali ke dua perempuan itu ke sini rasanya rasa kagum itu tidak berbeda dengan pertama kali dirinya menginjakan kakinya ke sini. “Nanti kalian tidur di kamar tamu ya, di lantai dua, dekat sama kamar Raffa,” ucap Alesa, perempuan itu menatap Raffa, “sekarang minta tolong anterin Kirana sama Tante Ayu ke kemarnya ya Nak,” ucap Alesa lagi. Raffa menggeleng malas, laki-laki itu menatap Kirana dengan tatapan yang memutarkan bola matanya, “males ah Mih, aku mau makan martabak,” lanjutnya berjalan menuju tempat makan dengan membawa martabak yang tadi ibunya inginkan. Alesa yang tersenyum, memiliki anak laki-laki yang selalu dimanja dan juga apa pun yang ia inginkan selalu ia dapakan memang begini akhirnya, dan juga dirinya memang sering sekali mendengar dari lingkungan sekitarnya bahwa Raffa memang terkenal sebagai anak yang melakukan hal dengan sesuka hatinya, Raffa tidak bisa diperintah, laki-laki itu seolah sudah disetting untuk melakukan apa pun yang menjadi keinginan hatinya saja. “Ayo aku aja yang antar, kalian bersih-bersih dulu di kamar, terus temenin aku makan martabak ya Ayu,” ucap Alesa lagi, sungguh, rasanya Alesa sedikit senang karena hari ini ia kedatangan Ayu dan Kirana – walau pertemuan mereka sedikit tidak mengenakan, Alesa rasanya tidak akan kesepian malam ini, ya, Alesa tidak bisa mengelek walau dirinya hidup enak, walau dirinya tidak kekurangan apa pun, tapi menyendiri di rumah, saat Shagufa sang suami belum pulang bekerja, saat si anak sematawayangnya belum pulang juga membuat dirinya amat kesepian, dan malam ini, ia yakin meja makannya pasti akan terasa ramai. Alesa membuka pintu kamar yang akan ditempati oleh Ayu dan juga Kirana malam ini, jelas terlihat sangat mewah di mata Ayu dan Kirana walau sesungguhnya kamar ini tidak semewah itu bagi Alesa. “Buat malam ini aja ya Sa,” pinta Ayu dengan nada suara yang tidak enak. Alesa menghela napasnya, ia masuk ke dalam kamar mandi dan menyalakan air panas untuk tamu kesayangannya itu. “Alesa enggak usah repot-repot,” tegur Ayu lagi, Ayu tahu apa yang dilakukan oleh Alesa, walau dirinya berasal dari keluarga yang tidak mampu, tapi karena Ayu cukup sering bekerja di rumah gedongan ia tahu bahwa saat ini Alesa pasti tengah menyiapkan air hangat untuk dirinya dan Kirana mandi. Alesa terlihat memegang handuk kecil untuk mengelap tangannya yang basah, “aku cuman nyalain air panas, enggak serepot itu,” jawab Alesa lalu mengambil tas Ayu dan juga Kirana, Alesa juga tidak hanya sendiri masuk ke dalam kamar ini, ia tadi sudah memanggil Rasi untuk membereskan bawaan Ayu dan juga Kirana untuk dimasukan ke dalam lemari. “Perjanjian kita kan besok aku sudah keluar dari sini Sa, ngapain harus dimasukin pakaianku,” protes Ayu lagi, setelah ini rasanya Ayu tidak akan percaya lagi dengan Alesa, dengan apa pun yang perempuan itu katakan, Alesa terlalu baik padanya, dan Ayu jelas tidak akan pernah bisa membalas kebaikan teman masa kecilnya itu. “Sudah, sudah enggak usah ribut, kalau sudah selesai ke bawah ya, aku tunggu Yu.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD