KESEPAKATAN DENGAN KENALAN BARU

1122 Words
“Kamu tinggal di sini? Mau aku antar?” Irhan menawarkan bantuan saat dia mau pulang ternyata gadis yang duduk di tengah sejak tadi itu juga mau pulang dan sedang sibuk dengan ponselnya. “Saya sedang main ke rumah eyang di Pingit ( nama daerah di Jogja, bukan pingit dalam artian tak boleh bertemu ya ), lagi menunggu taksi online, kok sudah nggak bisa ya. Biasanya gampang,” Listy menjawab ramah, dia memang belum dapat taksi sejak pesan tadi. “Ya sudah aku antar pulang saja yuk. Apa takut ya karena baru kenal, alaaaah malah belum kenal ya, lupa,” kata Irhan. Lelaki tampan itu mengulurkan tangannya. Tentu saja Listy pun tak enak hati dan menerima uluran tangan tersebut. “Sudah daripada nggak ada yang nyangkut, aku antar saja, aku tahu kok daerah Pingit, aku tidak searah tapi bisa lewat sana,” jelas Irhan jujur bahwa dia tidak searah. “Apa kamu juga bukan orang sini?” tanya Listy, dia akhirnya bersedia menerima pertolongan kawan barunya. “Sementara belum, aku masih transisi, aku ingin pindah ke sini, sedang persiapan, sekarang aku masih tinggal di Jakarta,” jelas Irhan menjawab pertanyaan Listy. “Wah hampir sama ya. Saya dari Tangerang Selatan karena Bintaro tempat saya tinggal masuk ke Tangerang Selatan. Dulu masuknya Jakarta Selatan, sekarang nggak.” “Oh kamu dari Bintaro dekatlah sama aku. Aku di Cinere,” kata Irhan. “Iya rumah orang tua saya di Bintaro, eyang saja yang ada di sini,” kata Listy. “Ayo sudah naik saja yuk, itu mobil butut aku,” kata Irhan. Dia menggunakan mobil keluarga biasa, bukan mobil mewah, bukan mobil sport, pokoknya mobil rata-rata saja, juga bukan keluaran tahun terbaru. Masih keluaran awal tahun 2000-an, bukan 2000 akhir seperti sekarang. “Yang penting mesinnya bagus, walau bodynya hancur lebur kalau musinnya bagus ya pasti enak lah,” kata Listy, dia tidak menolak tawaran dari Irhan walaupun baru kenal, tapi setidaknya penyanyi di cafe kenal, jadi pasti bukan penduduk gelap. Tentu saja Listy memberanikan diri karena memang sejak tadi entah mengapa taksi online sulit dia pesan. “Kamu liburan atau bagaimana ke sini?” tanya Irhan saat mereka sudah ada di dalam mobil yang dalamnya sudah di upgrade mewah dan harum kopi serta sangat bersih. “Iya, lagi bete. Saya butuh liburan lima hari setelah deadline, tapi hari Jumat harus segera pulang karena hari Sabtu siang ada acara penting untuk karir saya,” kata Listy. “Apa pekerjaanmu?” tanya Irhan spontan mendengar kata karier yang Listy ungkapkan. “Eh maaf, kalau aku terlalu lancing. Maaf, nggak dijawab nggak apa-apa kok. Maaf ya,” kata Irhan. Dia sadar terlalu antusias ingin mengetahui tentang gadis di sebelahnya. “Saya tukang coret-coret kok, nggak apa-apa,” kata Listy. “Saya punya usaha penjahit kecil di daerah dekat rumah saya di Bintaro.” “Kamu mau launching produk atau buka butik baru hari Sabtu nanti?” tanya Irhan. “Tidak juga, hari Sabtu ada urusan lain. Tapi masalah itu bukansoal pekerjaan utama, tapi akan menunjang karier ke depannya. Saya jawabnya bingung, apa ya?” “Dibilang side job juga bukan, dibilang major job juga bukan. Ya hobi yang menghasilkan sajalah,” kata Listy. “Oh gitu, jadi kamu hari Jumat pulang naik apa? Pesawat atau kereta api?” tanya Irhan, kemarin dia trouble waktu pesan tiket untuk pulang. “Saya ingin hari Jumat malam naik kereta api saja, jadi sampai di rumah hari Sabtu pagi, lalu saya tidur, hari Sabtu siang saya bersiap,” ucap Listy, dia berharapbisa tidur di Sabtu pagi sebelum menonton film perdana miliknya. “Wow kok bisa samaan? Tapi aku sudah pesen sih, kereta malam untuk hari Jumat,” kata Irhan. “Loh? Kamu kan liburan ke sini, kenapa hari Jumat malam malah sengaja pulang? Kan hari Sabtu dan Minggu enakan istirahat di sini,” kata Listy yang menduga irhan ke Jogja untuk liburan seperti dirinya. “Aku cari tiket hari Sabtu dan Minggu itu sudah nggak ada. Tiket kereta dan tiket pesawat. Semua ada itu hari Senin pagi. Mungkin karena long weekend juga. jadi ya kepaksa aku berangkat dari sini hari Jumat malam,” jelas Irhan. “Aduuuuuuuh, saya belum beli tiket untuk hari Jumat malam. Saya santai-santai saja, saya pikir nggak padat. Wow bagaimana nih kalau nggak dapat tiket,” Listy langsung panik bila tak bisa ada di Jakarta hari Sabtu pagi, dia segera mencari tiket online dengan ponselnya. “Coba aku pesankan saja bagaimana? Biar kita bisa pulang bareng,” kata Irhan lancing. Entah bagaimana, dia merasa senang ngobrol dengan kawan barunya ini. “Ah janganlah, nggak enak. Biar saja. Kamu naik kereta apa?” tanya Listy pada Irhan. “Dari sini aku naik Senja Utama Jogja. Nggak ada kereta lebih malam lagi, ya sudah jadi naiknya itu,” jawab Irhan. “Wah masih ada, masih banyak kok ini. Masih 68 seat,” kata Listy lega sambal mencari ID card miliknya untuk pedan tiket. “Kalau boleh tahu kamu gerbong berapa?” “Gerbong 3, di depan gerbong restorasi.” “Coba ya saya lihat gerbong 3, masih ada nggak seat tersisa, kali saja ada, jadi kita bisa deketan nanti bisa tukar jadi bisa ngobrol, kalau memang ada yang mau tukar seat.” “Atau enggak kamu pesen dua saja dari gerbong berapa pun. Kamu pesan dua, satu pakai namaku. Nanti yang punyaku, aku return. enggak apa-apa kok,” kata Irhan. “Daripada sepanjang malam kita bengong mendingan kita ngobrol.” “Boleh juga tuh. Oke ya aku cari,” tanpa sadar Listy yang sejak tadi menggunakan kata SAYA berubah menjadi AKU. “Ada di gerbong 7 nih yang bisa dua. Kalau yang lainnya sudah nggak ada. Semuanya satu-satu.” “Sudah ambil saja itu, ini kartu identitas aku buat pesan tiket,” kata Irhan. Dia memberikan ID card miliknya, Listy membaca nama lengkap Irhan yang ternyata di ID cardnya bergelar dokter anak. “Eh, aku minta nomor rekeningmu dong, aku harus bayar tiketku,” pinta Irhan Ketika Listy mengembalikan ID card miliknya. “Enggak usah lah, enggak apa-apa,” ujar Listy, dia merasa sudah beruntuk diantar pulang mala mini, diambah akan punya teman seperjalanan saat di kereta empat hari lagi. “Mendingan aku naik yang gerbong tiga saja kalau kayak gitu. Ayo dong kasih nomor rekeningnya,” pinta Irhan. “Nanti deh kalau aku sudah save nomor kamu,” jawab Listy “Bagaimana kamu nggak kasih nomor HP kamu, aku nanti nanya tiket aku ke mana? Aku mau ngeprint tiketku bagaimana? Ketemuannya bagaimana?” kata Irhan. “Oh iya ya, kamu harus tahu barcode untuk ngeprint tiket,” Listy sadar, kalau pun mereka langsung bertemu di atas kereta, irhan harus ngeprint tiket miliknya dulu atau memberitahu barcode tiket pada penjaga pintu masuk. “Berapa nomormu?” tanya Listy.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD