Perpisahan Itu ...

1206 Words
"Tante Astri," panggilku ketika Mommy Jeje itu keluar dari counter check in barang bersama seorang porter. "Eh Wika ya ini?" tanyanya. Wajar saja kalo dia agak lupa padaku, kami bertemu setahun yang lalu ketika aku menginap di apartemennya di Tokyo. Selama aku berhubungan dengan jeje, aku memang tidak pernah bertemu dengan tante Astri ini karena dia memang jarang ke Indonesia, cuma kali ini saja dia agak lama disini hampir 2 bulan, itupun berhasil aku hindari seperti keinginan Jeje. "Iya tante, mau pulang ke Jepang?" tanyaku agak bersandiwara. "Iya, sama Jeje ... kamu nganter orang atau mau berangkat liburan lagi nih?" "Habis antar saudara tante." "O ... pas banget ketemu ya, Jeje ada disana sama eyangnya ...ayo ketemu dulu," ajak tante Astri. Aku mengikuti langkah tante Astri menuju toko bakery tempat Jeje menunggu bersama eyangnya. "Sweety ... lihat mommy datang sama siapa?" panggil tante Astri dan membuat Jeje menoleh, wajah kagetnya ketara sekali. "Pa ..Ma .. ini keponakan teman sma Astri, tahun lalu dia berlibur ke Jepang di tempat kami, namanya Wika," tante Astri memperkenalkan aku kepada yangkung dan yangti nya Jeje. Aku menyalami kedua orangtua sepuh yang menjadi orangtua Jeje selama di jakarta. Aku juga menyalami Jeje seolah kami sudah lama tidak bertemu, padahal kemarin sore kami masih pergi bersama. "Kenapa abang ada disini?" tanyanya sambil berbisik. "Hmm ... nganterin orang berangkat dan nggak sengaja ketemu tante Astri tadi," jawabku santai sambil melihat kearahnya. Jeje melebarkan matanya, jelas dia tahu aku sedang berbohong. "Cari gara - gara banget deh," masih dengan suara berbisik. "Nggak kok, aku cari kamu kesini, bukan cari gara - gara ... soalnya takut kangen kalo cuma ketemu kemaren." Jeje langsung mencebikkan bibirnya mendengar ucapanku barusan. "Ke tempat lain yuk," ajakku. "Nggak, nanti Mommy curiga." Aku langsung saja berdiri, "Mau ke toilet dulu tante," pamitku. "O iya ... disana tuh," tunjuk tante Astri bermaksud memberitahuku. "Iya tante." "Sweety, kamu nggak mau ke toilet dulu sekarang? Mumpung masih ada waktu 20 menit lagi nih sebelum kita masuk Imigrasi.." "O Jeje juga mau ke toilet, ayo lah bareng aja," ajakku. Jeje berdiri dan berjalan mengikutiku," Bisa aja." ucapnya sedikit menggerutu, tapi aku biarkan saja ... yang penting bisa berdua sebentar dengannya. Bukan benar - benar pergi ke toilet tapi kami turun satu lantai, disana agak sepi jadi aku bisa puas berduaan saja dengannya. "Abang kok bisa ketemu Mommy tadi?" Ternyata Jeje masih penasaran. "Aku udah ada sejak kalian datang, aku ngikutin tante Astri yang check in barang, pas selesai langsung aku tegur pura - pura nggak sengaja lihat," jelasku dengan senyuman keberhasilan. "Sudah aku duga aa yang nggak bener," ucapnya. Aku menarik pinggangnya agar menempel di tubuhku, tidak cuma sampai itu saja, akupun memeluk tubuhnya erat. Ada rasa tidak rela melepas dia pergi walau judulnya berlibur dan pulang ke rumah orangtuanya sendiri di Jepang. Jeje ikut merangkul punggungku. "Kamu baik - baik disana ya ... nanti pas pulang aku jemput disini, hape aktif jangan dimatikan. Jam berapa pun kamu nggak bisa tidur, telpon aku ...jam berapapun ya." "Abang juga baik - baik disini, jaga kesehatan, banyak senyum biar nggak disangka cowok jutek." Aku langsung melonggarkan pelukan dan menatap wajahnya," Siapa yang bilang aku cowok jutek?" Jeje tersenyum tapi matanya berkaca - kaca," Aku yang bilang ... cowok jutek yang cute, ganteng dan aku sayang." jawabnya dan membuatku ikut tersenyum. Tempat kami berdiri bukanlah jalan umum yang banyak dilewati orang, hanya satu dua yang melintas makanya tidak heran kalo restaurant didepan kami pada tutup, mungkin tidak laku. Yang lewat pun melihat aku berpelukan dengan Jeje tidak ambil pusing, mungkin mereka pikir wajar kami begini seperti orang yang akan berpisah, bukankah memang bandara tempat orang berpisah dan berjumpa? "I love you Je ..." ucapku lalu mengecup dahinya. "I love you more Bang," jawabnya yang terdengar sangat merdu ditelingaku. Ah sumpah ... aku akan menikahinya selulus kuliah nanti. Aku sempat mengusap air matanya yang sempat jatuh. "Jangan nangis, seharusnya aku orang yang paling sedih karena mau kamu tinggal," ucapku "Abang jangan pernah sedih, abang harus bahagia ..." "Aku akan bahagia kalo kamu sudah kembali nanti." "Kalo aku nggak kembali lagi?" tanyanya dan membuatku sedikit tidak suka. "Becandanya jangan gitu dong sayang, bisa mati aku kalo kamu nggak kembali lagi." "Kenapa sampai mati, kan bisa cari cewek lain." "Hmm.. aku nggak mau yang lain, aku cuma mau kamu dan menunggu kamu pulang." 'Cup' satu kecupan singkat aku curi dari bibirnya, ini ciuman pertama yang nekat aku lakukan dan ditempat umum! Ah aku memang sudah gila dengan wanita ini. "Jangan punya pikiran macam - macam tentang aku, buat aku cuma kamu dan kamu ... kalendar akan aku tandai setiap hari menghitung mundur kamu kembali." Jeje hanya diam, mungkin dia masih shock aku cium tadi. "Jangan diam dan bengong aja, mau aku cium lagi?" tanyaku dengan sedikit ancaman yag tentu saja hanya bercanda dan membuatnya terbelalak lalu memukul pelan dadaku. "Yuk balik lagi, nanti tante Astri nyariin." Dia menurut sambil aku genggam tangannya kami menaiki eskalator menuju toko bakery tadi. Begitu sudah dekat kami melepas genggaman tangan. "Kok lama?" tanya tante Astri. "Antri Ma," jawab Jeje sekenanya. "Yaudah kita masuk yuk, pamit sama yangkung dan yangti," ucap tante Astri menyuruh Jeje pamit. Aku juga langsung menyalami tante Astri. "Selamat jalan tante, semoga selamat sampai tujuan." "Makasih ya Wika, kapan ayo ke Jepang lagi ... tahun ini daddy Jeje terakhir nih tugas di Jepang, kami akan kembali ke Amerika." "Iya, tante ... libur kuliah juga sudah beda dengan libur Jeje sekarang, nanti nggak yang nemenin disana" jawabku beralasan. "O iya ya ... kuliah apa Wika sekarang?" "Kedokteran tante." jawabku. "Wah nanti bisa ngobatin Jeje ya." Aku hanya tersenyum, ah masak ngobatin Jeje sih tante ... aku maunya hidup sama anak tante. Aku juga bersalaman dengan Jeje ketika dia sudah mau masuk ke antrian imigrasi dibalik tembok pembatas. Mirip seperti melepas kepergian teman biasa tanpa hubungan apapun. Sangat pintar kan kami bersandiwara? "Semoga kita jumpa lagi ya bang," ucapnya pelan. Aku mengerutkan kening tapi tidak bisa berkata apa - apa lagi karena Jeje langsung jalan mengikuti tante Astri dan tidak menoleh lagi kebelakang. Aku masih berdiri disamping eyangnya Jeje menunggu sampai mereka hilang dari pandangan "Yah ...sepi lagi kita," ucap yangkungnya Jeje yang tentunya ditujukan kepada yangti dan aku yang kebetulan berdiri disebelahnya. "Kan nggak lama yang," sahutku. Eyangnya menatapku," Untuk kami yang tua ini, waktu itu seperti bom waktu ... sewaktu -waktu bisa meledak dan langsung berhenti, meskipun yang muda bisa lebih dulu pergi." Aku hanya mendengar dan tidak menjawab ucapan eyang Jeje, aku tidak mengerti maksudnya apa. Diam sesaat, kami sambil berjalan pelan menuju gedung parkir. "Kamu satu sekolah sama Jeje ya?" tanya yangkung. "Saya kakak kelas Jeje yang, sudah lulus semester lalu," jawabku tentu saja dengan sopan. "Owh ... Jeje itu sebenarnya sangat suka sekolah disini, dia suka Indonesia tapi sayangnya dia harus ikut keinginan Astri ... Jeje harus ikut orangtuanya pindah ke Jepang bahkan mungkin saja ikut mereka ke Amerika lagi." 'Duarrrr' Mungkin ini Bom waktu yang disebut eyang tadi itu, ternyata sekarang malah meledakkan diriku. "Pindah?" tanyaku sambil melihat eyangnya Jeje, rasanya tidak percaya dengan ucapannya barusan ... apa mungkin aku salah dengar? "Iya ... kenapa? Jeje nggak bilang kalo dia nggak akan balik lagi?" Eyangnya malah balik bertanya dan itu membuat duniaku rasanya freeze sesaat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD