Masih Berharap

1212 Words
Aku menggeleng tidak percaya dan seperti orang kehabisan energi, lemas ... tapi rasanya sekarang ingin kembali berlari mengejarnya dan menahannya supaya jangan pergi, tapi itu sungguh tidak mungkin. "Itu Warno sudah datang Pa," suara yangti Jeje membuatku tersadar dari lamunan sesaat. "Eyang duluan ya..." pamit yangkung Jeje sambil menepuk bahuku pelan. "Ah...iya yang." Aku cepat - cepat membukakan pintu mobil, eyang langsung masuk ke dalam mobil lalu aku menutup pintunya tidak terlalu keras dan membiarkan eyang pergi sambil melambaikan tangannya padaku. Aku pun masuk lagi dan mencari tempat duduk pas di depan papan pemberitahuan jadwal pesawat. Aku keluarkan hape untuk menelpon Jeje. 'Telepon yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada diluar service area' hanya itu yang kudengar, dan pikiran burukku pun datang ... apakah benar Jeje memang niat ingin meninggalkanku ya? Tapi kenapa, ada apa? Apa kurangku, apa ada yang lain yang lebih baik? Ingatan - ingatan sekilas ucapan Jeje akhir - akhir ini mulai menjadi pikiranku. Aku enyahkan pikiran yang mengganggu itu. Mataku terus menatap papan jadwal keberangkatan, Japan Airlines JL 726 status : boarding. Semoga saja hapenya yang sekarang tidak aktif itu hanya karena dia sudah boarding dan siap terbang, aku juga berharap semoga omongan eyang tadi salah, dan pikiran burukku juga salah ... Please Je ...aku sesayang itu sama kamu, don't let me down.... Aku berjalan menuju mobilku setelah yakin pesawat yang ditumpangi Jeje sudah lepas landas meninggalkan Indonesia. Sempat termenung sebentar di mobil yang belum aku nyalakan ini. Ah masak sih Jeje pindah? Nggak mungkin dong ... ngapain dia harus sembunyikan itu ... mungkin eyangnya cuma halu aja karena Jeje pergi liburan dan meninggalkannya... ya pasti karena itu.Aku yakin Jeje akan pulang ...yakin! Aku menikmati perjalanan malam di tol bandara menuju pulang ke rumah. Kulajukan dengan kecepatan 80km/jam BMW hitamku sambil menikmati sepi. Kalo jalan sama Jeje pasti dia akan banyak berceloteh dan hampir sering membuatku tertawa dengan tingkahnya. Ah Jeje...sedang apa kamu di pesawat sekarang sayang?... makan? atau tidur? Sudah pukul sebelas malam aku tiba di rumah, tepatnya rumah yangpa. Aku langsung memarkirkan mobilku dibelakang mobil yangpa. Saat aku baru keluar dari mobil, ada mobil lain yang berhenti di depan rumah yang pagarnya belum sempat ditutup.Ternyata mobil antar jemput papa. "Baru pulang bang?" tanya papa yang baru turun dari mobil Avanza berlogo maskapai berwarna biru. Berarti kami sama - sama dari bandara barusan. "Iya pa... abis ketemu teman." jawabku sambil menyalami papa dan mencium tangannya. "Oowh... besok kuliah jam berapa?" "Jam 11 Pa," jawabku. "Jangan sering - sering pulang malam ya Bang." "Iya pa." Kami masuk bersamaan ke rumah yangpa, sepertinya papa mau lewat belakang. "Papa dari mana?" "Dari Perth." "Kok malam banget?" "Tadi delay 2 jam cuaca kurang bagus soalnya." "Owh." Kami sudah di dalam rumah dan tidak ada siapa-siapa. "Papa ke sebelah dulu." "Iya Pa," kami berpisah, papa lewat pintu kaca arah ke kolam renang menuju rumah kami disebelah dan aku naik ke kamarku yang dulunya kamar papa dilantai atas. Aku menghempaskan badanku diatas kasur, Kenapa lelah sekali rasanya padahal aku pergi ke bandara tadi jam 5 sore, cuma 6 jam tapi kok seperti pergi seharian. Aku membuka layar hape dan memutar kembali video kebersamaanku dengan Jeje, melihat itu terbitlah senyumku. Baru saja pergi kamu sudah buat aku rindu sayang .. Jangan lama - lama ya disana, cepatlah pulang. Setelah melepas rindu dengan video saja, aku pun berganti pakaian sebelum tidur. Aku mau cepat tidur, supaya bisa mimpi Jeje ku malam ini. * Sudah hampir dua minggu Jeje benar-benar tidak bisa dihubungi. Oke aku masih bisa bersabar dan berharap minggu ini Jeje pulang. Sangat sulit untuk menghilangkan pikiran buruk selama hampir dua minggu ini. Rasa marah, sedih dan kecewa sekarang jadi satu, apa yang diinginkan Jeje sebenarnya? Tapi aku tetap butuh penjelasan dari Jeje, saat ini aku merasa tidak fair kalau aku menuduhnya begitu saja, kecuali dia benar-benar menghilang dan tidak peduli dengan perasaanku, aku akan membuat perhitungan dengannya. 'Drrrtt' Lamunan ku terhenti ketika hapeku bergetar. " Halo Ma," " Bang kesini makan malam sama - sama yuk," Mama memanggilku via panggilan suara wa. " Iya sebentar Ma," jawabku. Tadi aku sudah menolak ajakan Yayang untuk makan malam diluar dengan alasan aku masih kenyang, tapi ini panggilan mama ... jadi aku memutuskan untuk datang ke sebelah, ke rumah mama. Ternyata Papa sudah pulang dari terbang. Makanya mama memanggilku makan bersama karena member Narendra sedang komplit semua. "Yangpa sama yayang lagi kemana?" tanya papa. " Tadi katanya mau makan sop kambing, aku males ikut," jawabku sambil mengambil nasi mengisi piring kosongku. Mama hari ini masak ayam bakar padang kesukaanku berikut dengan lauk lain ala padang juga. " Papa masih berani makan sop kambing ya Hon?" tanya mama yang jelas ditujukan kepada papa. "Lha itu pergi makan berarti berani lah," jawab Papa, betul juga yang papa bilang .. kalau nggak berani nggak mungkin yangpa akan pergi. "Kemarin asik lho bang kita berenang di laut, abang sih nggak mau ikut," Ririn mencoba membuat aku menyesal karena tidak ikut liburan bersama ke Pulau Bintan beberapa hari yang lalu, tapi entah kenapa dia sebut kemarin.. "Ketemu putri duyung nggak?" " Isshh.. mana ada putri duyung, itu kan cuman bohong-bohongan." "Masa sih, bukannya dulu Adek mau jadi putri duyung?" "kan itu dulu banget sebelum mau jadi Barbie Bang, aku kan masih kecil belum ngerti." jawab Ririn dan aku sempat melihat Owka memutar bola matanya seperti jengah mendengar ucapan Ririn. "Oh sekarang udah gede ya?" " Udah dong kan udah kelas 5 SD." "O iya udah gede." " Kenapa sih sekarang abang sombong nggak mau liburan sama kita-kita?" " Abang kan kuliah, ini kalian mau masuk sekolah Abang baru mau libur, gimana coba mau libur barengnya?" " Untung aja Abang nggak ikut bareng, ada yang ngambek kemarin .. nyebelin banget!" Sahut Owka seperti menyuarakan suara hati yang tertahan. " Siapa yang ngambek, adek?" tanyaku sambil menatap ke Ririn. "Habisnya aku mau naik jet ski nggak boleh." jawabnya santai sambil mengibaskan rambutnya. " Bukannya nggak boleh tapi kan sudah kesiangan panas banget, papanya juga capek nemenin dari pagi, maksudnya tuh nunggu sorenya aja atau besok paginya ... tapi adek keburu ngambek," jelas mama dan yang menjadi bahan pembicaraan hanya diam saja sambil menikmati makanannya tanpa rasa bersalah sama sekali. Papa yang melihat reaksi Ririn hanya tersenyum dan mengacak rambut Ririn lalu mencubit hidungnya, " kalau tukang ngambek gini persis mama banget." "Eh enak aja emang kapan aku ngambek?" tanya mama yang tidak terima dan keliatan mau ngambeg, hadeeuh drama dimulai. Sekarang giliran mama yang dirangkul papa bahunya, dan dengan santainya Papa mencium pipi Mama di depan kami. Ini memang pemandangan biasa di rumah ini dan di rumah yangpa juga tentunya ... bagaimana kami tidak terkontaminasi coba? Aku rasa drama queen Ririn itu hasil copy paste dari mama yang selama ini selalu membuat papa bereaksi agak berlebihan. Aku juga khawatir kelakuan lebay papa menular padaku dan juga Owka, atau jangan - jangan sudah? Setelah bercengkrama dengan orangtua dan adik - adikku, saatnya aku pulang ke rumah yangpa. Ketika sudah kembali lagi ke kamar aku melihat ke hapeku tidak ada notifikasi apapun dari Jeje, kalau dari yang lain banyak tapi aku lagi malas membukanya. Nanti hari Minggu malam aku akan ke rumah eyangnya Jeje karena hari Senin mereka sudah masuk sekolah dan itu berarti hari Minggu Jeje sudah harus sampai di Jakarta.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD