Kerjasama?

1337 Words
Jeje Pov Aku mengambil kertas yang sudah disiapkan Tika disebelah kiriku, ada beberapa kertas presentasi sebagai back up disana yang semuanya sudah ada di laptopku dan soft copy nya sudah aku minta Ani mengirimkan ke sekertaris dokter Nino dan dokter Malik tadi sebelum meeting , tapi nama - nama dari tim yanmed memang tidak aku masukkan dulu kemarin, sempat aku lirik sekilas kertas data yang aku minta kepada Tika yaitu nama - nama tim yanmed, jelas tercetak nama kepala bagian yanmed, dr Awika narendra, s**t! Kenapa aku mengabaikan saja saat Tika memberikan data itu, wajar saja aku sekarang kaget sendiri. 'Ehm ' Aku berusaha menghilangkan gangguan pada konsentrasiku dengan sedikit berdehem. Setelah berhasil memutus pandangan dan mengalihkan pandangan pada laptop yang tentu saja itu salah satu cara yang bisa aku lakukan. Aku tahu semua mata sekarang tertuju padaku karena ingin mendengarkan paparanku, tapi satu tatapan rasanya sudah menembus tubuhku yang bikin tulang - tulangku terasa linu, kayak sinar laser dari mata superman nggak sih? Anyway, akhirnya aku bisa juga menyampaikan pembukaan dengan baik, paling tidak sudah sepertiga jalan yang aku lewati. Tatapanku banyak tertuju kepada dokter Nino Mahendra dan dokter Malik. But wait, kenapa tiba - tiba aku melihat wajah dokter Nino jadi mirip bang Wika eh maksudku dokter Wika ya? Apa aku terlalu kangen dengannya sampai wajah orang lain pun bisa bikin aku menyama - nyamakan wajah mereka? Ah terlalu halu aku rupanya. Aku melanjutkan paparan langkah - langkah kerja ku, tapi ya gitu ... meskipun aku tidak menoleh tapi aku sangat merasakan tatapan itu tidak berhenti mengejarku, aku tidak tahu apakah dia berkedip atau tidak ... yang kurasakan ada benci dan marah tentu saja ditujukan semuanya untukku, dan itu memang pantas kan? "Demikian paparan rencana kerja untuk kegiatan pengenalan sekaligus promosi alat kesehatan ini sudah saya sampaikan semua, mungkin ada yang mau bertanya bapak ibu sekalian?" tanyaku mengedarkan pandangan ke seluruh peserta meeting, termasuk juga pria dihadapanku yang untungnya sedang jeda menatapku, dia menunduk melihat gawainya, Hufft ... dia menunduk saja sudah membuatku lega karena lepas dari tatapannya. "Semua sudah kami kirimkan ke email mbak Fathia dan mbak Tami ya dok, mungkin nanti ingin membaca lagi lebih detail," ucapku memberi info ke Direksi bahwa sekertaris mereka sudah mendapatkan emailnya. Tika mendekat dan berbisik di telingaku, "Owh tapi yanmed belum di email, setelah ini akan kami kirimkan," tambahku berdasarkan info dari Tika barusan, sayangnya yang aku ajak bicara bahkan tidak menyahut, malah pendamping lain dari yanmed yang mengangguk. ya sudahlah. "Semua sudah cukup jelas nuat saya dan saya suka programnya, nanti untuk di Bandung bisa kontak dengan dokter Ana, beliau penanggung jawab penuh disana .. nanti Jenny bisa dibantu dengan dokter Wika ya. Proposal nanti saya approve supaya bagian keuangan bisa menurunkan anggaran segera," jawab dokter Nino yang tentu saja membuat aku sangat senang karena tidak ada kesulitan mendapatkan persetujuannya, tapi disisi lain aku mulai khawatir karena ditunjuk langsung bekerja sama dengan dokter Wika, bukan apa - apa, kalau saja dia bersikap ramah, aku akan dengan senang hati menjalaninya, tapi reaksinya tadi membuatku takut, duh bagaimana ini ... kalo Tika aku suruh maju etis nggak ya? "Dokter Wika tolong dibantu Jenny dan timnya ya, jangan sampai ada kesulitan saat promonya nanti karena yanmed sangat dibutuhkan tenaganya." perintah dokter Nino, Yah pake ditegesin lagi dok. "Baik dok," jawab dokter Wika sambil mencatat, ntah mencatat apa. Beberapa saat kemudian rapat pun usai, kami sempat ngobrol ringan sambil menikmati minuman dan kudapan dari cafetaria. Aku sempat menyimak dokter Nino menanyakan soal ugd dengan dokter Wika, aku hanya menyimak sekilas karena memang didekat mereka. Kami pun bersiap turun ke lantai empat, apakah kami bersalaman lagi? Oo jangan sedih, dia bahkan kembali lebih dulu ke ruangannya, see? Dia sangat membenciku sepertinya. "Itu kabag yanmed yang baru ya? Ganteng banget," puji Ema ketika kami berada di lift tanpa pak Aryo tentunya, tadi pak Aryo langsung pamit ada perlu ke lantai 1 katanya . "Ganteng tapi gue ngeri lihatnya, lo nggak stres waktu paparan dilihat begitu Jen?" tanya Tika sambil melihat kearahku. 'Ting' bunyi suara lift tanda kami sudah tiba di lantai empat. "Lo kayak mau ditelen sama dia, astaga...gue aja ngeliatnya aneh, kita kan baru kenal," ucap Tika lagi sepertinya sedang melepaskan beban pikiran yang dari tadi ditahannya. "Biasa aja kok dia lihatnya, apanya yang aneh?" tanyaku berakting seolah tidak tahu apa - apa. "Mungkin lo terlalu fokus dengan bahan presentasi, jadi nggak ngerasa diliatin sama dokter Wika." " Owh ya mungkin aja, biarin aja dia lihat begitu, memang begitu kali orangnya." "Ntar gue tanya Fitri bagaimana bosnya itu," ucap Ani nimbrung pembicaraan. "Lo kenal Fitri?" tanya Tika. "Kan dulu masuk bareng gue di resepsionis sebelum kami dipisah begini," jawab Ani. "Selamet deh lo Jen, nanti lo banyak interaksi sama dokter Wika, kan tadi dokter Nino sudah jelas - jelas ngomongnya." Tika masih bersemangat menakut - nakutiku. "Tukeran yuk Tik," aku menggodanya melihat sikap anti Wikanya yang tinggi, padahal tadi aku sempat berpikiran akan minta bantuannya menggantikanku. "Owhh no...mendingan lo suruh - suruh gue deh yang banyak juga nggak apa- apa dari pada berurusan sama orang ganteng tapi bikin stres," tolak Tika dan itu membuatku tertawa. "Hati - hati lo naksir sama dokter Wika nanti Jen," Ani memperingatkanku. "Nggak lah, gue nggak minat naksir orang apalagi sampai pacaran trus menikah ... nggak ada dalam wishlist gue sekarang." "Hah..? Lo penganut single happy Jen?" tanya Ani kaget. "No...gue penganut cinta bukan berarti harus memiliki, jadi ya mendingan nggak usah ada perasaan cinta sekalian." "Ah mana bisa begitu Jenny ... rasa cinta itu sudah ada sejak kita lahir ... kita aja ada sebagai produk cinta kok," ucap Ani lagi mungkin hendak meluruskan cara berpikirku. Padahal rasanya aku sudah tidak bisa berpikir lurus lagi soal cinta. "Begitu ya?" "Lagian kalo sampe Jenny naksir, belum tentu juga dokter WIka mau ... meski gue nggak ada ilmu meramal atau bisa baca ekspresi, tapi jelas - jelas gue lihat dokter Wika nggak suka sama Jenny, keliatan banget kok mukanya." "Iya, gue juga melihat hal yang sama," timpal Ema sambil mengunyah lemper yang dibawanya dari lantai lima tadi. "Kalian tidak perlu khawatir, gue akan bersikap profesional kok, yang penting project ini harus sukses ... dokter Wika juga pasti nurut sama pak Dirut yang sudah kasih perintah langsung, kalaupun dia nggak suka sama gue seperti yang Tika bilang tadi, itu nggak akan ada arti apa - apa buat gue, the show must go on, right?" jawabku atas kekhawatiran mereka, aku sangat mengenal abang, dia mungkin membenciku tapi dia orang yang bertanggung jawab apalagi dengan pekerjaanya. * WIka Pov Antara Amarah, rindu, benci dan cinta memang sulit aku bedakan sekarang. Ntah apa yang terjadi tadi, aku begitu terkejut melihat sesosok wanita yang sangat aku cinta dan rindukan bertahun - tahun itu kini sudah ada dihadapanku dan hanya berjarak satu meter di depanku. Begitu rasa terkejutku reda setelah melihatnya tadi, justru rasa marahku yang keluar dan tatapan benci tidak bisa aku hindari, aku sangat marah padanya. Padahal dulu saat aku berdoa di depan tempat paling mustajab di Tanah suci dan tentu saja dengan deraian air mata kehilangan yang sangat mendalam, aku sudah memohon untuk diberikan kesempatan untuk bertemu kalau memang dia jodohku atau dijauhkan sekaligus bisa melupakannya seumur hidupku kalau memang dia bukan untukku .... dan setelah bertahun - tahun berlalu aku pikir Allah memberikanku pilihan ke dua, sekarang apa lagi ini? Aku tidak tau ada takdir apa untukku, tapi aku benar - benar tidak terima dengan keadaan tadi, apalagi melihat mukanya begitu tenang menyampaikan presentasi dan bahkan tidak mau melirikku sedikit pun, benar - benar luar biasa dia. Aku tidak memungkiri, dia wanita dewasa yang cantik dan tentu saja modis. Siapa yang tak akan terpikat dengan penampilannya, semoga saja tidak ada laki - laki yang tertipu seperti aku dulu. Arrrrggh .... sungguh aku sangat kesal mengingat wajah tenangnya tadi. Bisa - bisanya dia seperti orang tanpa rasa bersalah sama sekali, kok bisa - bisanya dia ada di Royal sekarang. Tunggu saja pembalasanku Jenny Athira Russel ... Kamu akan menangis dan putus asa bekerjasama denganku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD