Bab 8

2000 Words
Tak berselang lama otakku pun mulai bisa mengingat tentang hal yang sepatutnya aku ingat. Shelania, bukankah itu nama dari si gadis nakal yang katanya pernah membuat salah seorang siswi di sekolahan itu hingga masuk rumah sakit? Pikirku waktu itu. Ya, aku pernah mendengar tentang kenakalannya yang demikian, tapi sekalipun aku tak pernah melihat wajahnya. Wajah seorang gadis berjiwa iblis di sekolahan itu. Tidak juga. Mungkin aku saja yang tidak terlalu peduli sehingga aku tidak tahu wajah dari gadis bernama Shela. Namun, hari itu akhirnya aku tahu. Si gadis iblis yang katanya sangat menakutkan, gadis yang kenakalannya sudah kelewat batas ternyata adalah iblis berwujud gadis cantik yang dalam satu pandang saja bisa membuatku tertarik. Semua tentang dia aku pendam terlebih dahulu. Ada tugas menjijikkan yang diberikan oleh si guru sialan, alias si Ratno itu kepadaku. Sebuah tugas yang akan aku kerjakan atas dasar terpaksa. Kalau ditanya apa aku kesal pada saat itu, tentu jawabannya adalah iya. Akan tetapi mau bagaimana lagi? Soal harkat dan martabat keluarga aku masih kalah jauh dengan si Galih. Aku ini apa? Hanya manusia sederhana yang selalu dipandang rendahan. Dan juga, aku pun menyesali sesuatu. Kenapa saat itu momennya sangat tidak tepat? Kenapa juga tepat ketika aku menghajar si Galih, Pak Ratno tiba di sana dan melihat semuanya? Kutahu semuanya murni kesalahpahaman, akan tetapi, si guru sialan itu bahkan tidak sedikitpun mengindahkan penjelasan yang aku berikan. Padahal penjelasan itu adalah fakta dari kejadian yang telah terjadi. Wajar saja, mungkin bagi seorang guru di sekolahan sebesar itu, pikirnya murid sepertiku hanyalah seperti orang gila yang segala ucapannya tidak harus dipercayai. Heh, hidup memang indah, tapi bagi mereka yang selalu mendapatkan kemuliaan. Dan akan seperti neraka bagi mereka yang selalu tertindas. Hukuman dari si manusia sialan benar-benar aku kerjakan, akan tetapi tidak dengan sungguh-sungguh. Maksudku, aku hanya menyirami toilet-toilet itu saja tanpa adanya sentuhan lebih. Kalau nanti aku dimarahi, apa peduliku? Sesuai perintah saja. Aku disuruh membersihkan toilet, dan aku jelas sudah membersihkannya meski tidak dengan sungguh-sungguh. Akan tetapi, sebuah masalah datang lagi kala itu. Tiga lelaki yang sangat aku kenali datang dan memberikan hadiah menakjubkan kepadaku. Sebuah hadiah berupa serangan fisik yang dibungkus dengan cacian, bentakan dan juga hinaan yang sangat indah. Ya, saking indahnya sampai membuat aku hampir naik pitam. "Urusan kita belum kelar. Lo pikir pukulan Lo ke gue tadi nggak sakit?" Mendengar ucapannya kala itu, aku hanya bisa menjawabnya lewat batin. "Ya sakit, lah, dasar lemah!" batinku. Namun aku lebih memilih diam, sambil menikmati tatapan tajam mereka bertiga yang tak ada satupun yang aku takuti. Kalaupun hari itu aku dipaksa untuk berantem melawan mereka bertiga sekaligus, aku benar-benar sudah siap. Tidak peduli menang atau kalah. Namun, sebisa mungkin aku tetap harus menghindari perkelahian. Itu adalah hanya demi nama baikku di sekolahan itu. Oh ya, hampir saja aku lupa. Ketiga manusia itu adalah Galih, Niko dan Yandi. Sejatinya, hanya Galih yang mempunyai masalah denganku akibat perkelahian yang belum selesai tadi. Niko dan Yandi hanyalah ibarat peran pendukung untuk Galih. Berbagai hinaan dan cacian terus aku dapat. Aku tak sedikitpun melawan. Hanya diam membisu, tapi tanpa merasa takut sedikitpun. Aku tidak mau si Ratno kembali menyalahkan aku lagi jika saja saat itu aku langsung memutuskan untuk melawan. Hukuman yang telah diberikan olehnya itu sudah cukup membuatku terhina. Dan cukup itu saja, aku tidak mau mengalaminya lagi. "Woi kalian!" Saat itulah tiba-tiba muncul sang iblis berwajah bidadari berwujud manusia yang tak lain dan tidak bukan adalah Shela. Dia berdiri tanpa adanya sedikitpun rasa takut, seolah-olah sedang menantang mereka bertiga untuk berkelahi. Sumpah, tak pernah kutemui perempuan seberani itu. Dialah perempuan pertama yang aku lihat yang berani berdiri dengan tegap tanpa adanya rasa takut untuk menghadapi tiga lelaki sekaligus. Dasar perempuan aneh, tapi juga mengagumkan. Alhasil, dia menyelesaikannya dengan cukup mudah. Tak perlu susah-susah berkelahi, dan cukup membuka jati dirinya yang sebenarnya saja di depan mereka bertiga, itu sudah cukup untuk membuat mereka bertiga takut. Saat itu aku benar-benar terselamatkan olehnya. Dan saat itu pula akhirnya aku mendapatkan jawaban yang sebenarnya dari apa yang teringat di dalam pikiranku. Dia memang si gadis Shelania yang pernah membuat seseorang sampai masuk rumah sakit. Ternyata itu memang dia, sungguh gadis yang menakutkan. Senyumnya yang indah ia tampakkan ke aku kala itu. Lalu dirinya menghampiri dan menanyakan tentang keadaanku. Aku menjawabnya dengan jawaban yang kejam dan nada yang menusuk. Aku juga tak tahu apa yang terjadi padaku waktu itu. Kenapa bisa aku sejahat itu kepada orang yang bahkan telah menolongku. Jika kuingat kembali, itu adalah satu kebodohan yang benar-benar tidak ingin aku lakukan lagi. Selain itu, dia juga memberikan sebuah nasihat lewat kata-katanya kepadaku. Nasihat agar aku tidak menjadi lelaki yang lemah. Andai dia tahu tentang alasan kenapa aku tampil seolah-olah aku adalah orang yang lemah. Saat itu aku benar-benar ingin memberi penjelasan yang sejelas-jelasnya kepadanya, akan tetapi mulutku berkata lain. Aku bersikap seolah-olah dia tidak perlu tahu tentang aku. Dia sungguh menunjukkan kepeduliannya. Ya, seorang Shelania, si cewek kejam, pada hari itu telah menunjukkan kepeduliannya terhadap si lelaki rendahan yang tak lain adalah diriku. Hampir semua kata yang dia ucapkan hari itu bisa kuingat. Kata-kata ajaib yang meskipun aku sikapi dengan sikap tak peduli, tapi anehnya suara dari sang pemilik kata-kata itu selalu terngiang-ngiang di dalam kepalaku. "Kalau lo gak tahu apa-apa tentang diri gue, mending lo diam!" Sepenggal kalimat bodoh yang kuucapkan ke dia pada saat itu. Sepenggal kalimat yang ketika aku ingat benar-benar sangat membuatku menyesal. Jika waktu bisa diputar, aku ingin kembali dalam masa-masa itu dan mengubah kata-kata bodoh yang sudah terlanjur aku ucapkan menjadi kata-kata yang enak didengar. Kurasa aku sangat menyebalkan, dan mungkin Shela juga merasakannya. Tak bisa dipungkiri bahwa pasti di dalam lubuk hati terdalamnya, ada rasa kesal yang ia rasakan dari sikapku kala itu. Jika memang iya, sekarang juga, di dalam catatan ini aku ingin minta maaf kepadanya atas segala sikapku yang kurang berkenan di hatinya. Namun, yang ia nampakkan tetaplah ekspresi biasa. Sebuah ekspresi yang bahkan tak sedikitpun kelihatan bahwa dia sedang kesal. Dia mungkin seorang gadis yang sangat pandai menyembunyikan perasaannya. Pikirku kala itu. Dan di hari itulah seorang gadis cantik bernama Shelania Putri Artasyah mulai mengenal namaku. Dia memanggil namaku dengan sangat jelasnya yang membuatku agak sedikit terkejut. Bukan karena apa-apa. Aku cuma bingung tentang darimana dirinya tahu namaku. Pada saat itulah aku langsung menanyakannya. Tentu dengan nada dingin ciri khas ku. Dia menjawab, tapi jawabannya sangat tidak masuk akal. Tahu dari hatinya sendiri, katanya. Tentu aku tidak percaya. Kutatap mata indahnya itu, kemudian mengeluarkan kata-kata yang sangat tidak enak untuk ia dengar lagi. Aku merasa aneh pada dirinya itu. Bagaimana bisa orang terpandang seperti dia mau berurusan dengan orang rendahan sepertiku ini. Kepedulian? Kasihan? Atau apa? Heh, yang kutahu dari sikap orang-orang kaya, mereka tak pernah memiliki sikap-sikap itu. Tapi, gadis itu, gadis bernama Shelania itu telah memberikan perbedaan di mataku kala itu. Namun tetap, pada akhirnya pula aku belum bisa menerimanya. Anggapan bahwa orang kaya adalah manusia paling tidak punya hati tetap ada di dalam hatiku. Bahkan aku sampai rela mengabaikan ketertarikan ku pada paras cantik si Shela hanya demi meneruskan kebencianku itu. Pertemuan itupun diakhiri dengan perginya aku dari pandangannya. Sebelumnya dia telah bertanya padaku tentang aku yang akan pergi ke mana, akan tetapi mulutku seakan mengucap kata-kata dengan sendirinya tanpa diperintah. Dan kata-kata yang dikeluarkannya adalah sebuah kata-kata yang mungkin bisa sangat menusuk hatinya. Aku bodoh. Benar-benar sangat bodoh. Pemikiran yang aneh. Aku percaya kalau ibuku masih ada, mungkin dirinya akan bilang bahwa aku tidak boleh jadi lelaki pembenci dan pendendam. Dan mungkin, aku juga memang tidak akan menjadi pendendam kalau ibuku masih ada di dunia ini. Karena pada dasarnya, semua ini adalah karena kematian ibuku. Ketika ibuku masih ada, dia selalu menasihati aku agar aku bisa menjadi orang yang pemaaf. Katanya, memaafkan itu adalah hal paling keren yang bisa dilakukan oleh makhluk bernama manusia. Akan tetapi, setelah kematiannya, aku benar-benar gagal untuk menerapkan kata-katanya itu dalam kehidupan sehari-hariku. Memaafkan? Heh, bagiku tidak ada maaf untuk orang itu. Untuk yang satu itu, aku tentunya harus minta maaf kepada ibuku karena aku tidak bisa mewujudkan apa yang ia inginkan. Kau tahu? Rasa sakit akan kehilangan orang tersayang itu tak bisa dianggap remeh. Apalagi cara menghilang dari orang tersayang itu adalah dengan cara yang sangat-sangat tidak terduga. Rasanya, kalau boleh memilih antara aku saja yang mati atau harus melihat orang tersayang itu mati, aku akan memilih opsi yang pertama. Lebih baik mati daripada hidup dan melihat matinya orang tersayang. Lalu, di hari esok dan selamanya, rasa kehilangan itu akan terus ada untuk menyakiti hati. Rasanya itu sakit sekali. Jauh lebih sakit daripada dipukul oleh 10 orang secara bersamaan. Tapi di waktu-waktu itu, gadis bernama Shelania telah datang dan memaksaku untuk mengubah sifat burukku dengan cara-cara dia yang sangat unik. Tentang kenakalannya, dia bahkan pernah dihukum untuk berdiri satu jam pelajaran di kelasku. Itu terjadi pada hari yang sama semenjak aku mengenalnya. Saat itu entah kenapa aku merasa bahwa dia banyak memperhatikan aku. Entah karena apa, aku tidak tahu. Aku tidak mengerti tentang gadis cantik berwajah bidadari itu. Sungguh, sangat tidak mengerti. Sifatnya adalah misteri yang paling sulit untuk aku pecahkan. Mungkin misteri dari sifatnya itu setara dengan misteri segitiga Bermuda, atau misteri dari black hole, atau bahkan juga misteri dari semesta raya ini. Bukan aku berlebihan. Hanya saja aku memang sangat tidak mengerti tentangnya. Dia tidak lama kenal denganku, dan pada hari itu, dia datang kepadaku dengan sapaannya yang akan membuat lelaki mana saja merasa deg-degan. Bahkan aku tidak bisa memungkiri hal itu. Hanya saja aku bersikap seolah-olah biasa saja. "Daniel," katanya kala itu. Sebuah sapaan bersejarah darinya yang selalu aku ingat. Suara lembutnya, cara ia menyapa, senyum manisnya, dan paras cantiknya itu. Sumpah, semua hal yang ia perlihatkan kepadaku terlihat sangat tulus. Seolah-olah sedikitpun tidak ada unsur kebohongan yang terkandung di dalamnya. Namun hal yang demikian itu malah membuatku bertanya-tanya. Sebenarnya apa maksud dari semua itu? Bukannya apa-apa. Aku tahu dia anak dari orang yang kaya raya. Biasanya, anak orang kaya seperti dia itu sangat angkuh. Jangankan untuk berbicara dengan si miskin sepertiku, bahkan untuk melihat saja mereka akan muak. Tapi Shela berbeda. Dia yang memiliki paras cantik seperti itu malah dengan tanpa ragunya menyapaku dan bahkan memaksaku untuk mengadakan pembicaraan dengannya. Jika boleh mengaku, aku sangat bingung pada apa yang sebenarnya terjadi pada hari itu. Kenapa bisa? Kenapa bisa? Dan kenapa bisa? Hanya pertanyaan-pertanyaan itu yang ada di dalam benakku. Masih terekam jelas di dalam memori otakku tentang dia yang bertanya kenapa aku seolah-olah tidak menyukainya. Waktu itu aku dan dia sedang duduk di bangku taman sekolahan. Kala itu aku bingung mau menjawab apa. Hingga pada akhirnya kujawab pertanyaannya itu sebisa yang aku bisa tanpa adanya unsur untuk menyakiti hatinya. Faktanya, aku memang bukan tidak menyukainya. Hanya saja, rasanya hati ini sulit untuk menerima ada orang dari bagian kaum yang kubenci yang bisa baik ke aku. Pikirku, lebih baik semua dari mereka itu adalah orang yang mempunyai sifat sama. Dengan begitu aku tidak perlu ragu untuk membenci mereka. Akan tetapi, Shela selalu menunjukkan sikap yang berbeda. Sebuah sikap yang membuatku bimbang untuk menyikapinya seperti apa. Di hari pertama aku mengenal Shela, aku merasa ada yang aneh dengan gadis itu. Dia seperti menaruh rasa ke aku, tapi pikirku, itu hanyalah tebakanku saja. Mana mungkin gadis secantik dan sesempurna dia mau mencintai lelaki seperti aku? Cinta memang buta, juga tuli, akan tetapi aku merasa tidak mungkin jika Shela memang mencintaiku. Memang, hari itu Shela telah menunjukkan banyak hal ke aku. Kepeduliannya, caranya menghormati orang lain, caranya menghargai, dan juga tentang ucapan demi ucapan yang seperti ucapan seseorang ketika bersama sang pacar. Shela melakukan itu semua, namun kukira itu hanyalah bentuk dari sesuatu yang aku tak tahu itu apa. Yang pasti, Shela tidak mungkin mencintai aku. Pikirku waktu itu. Mungkin saja, itu hanyalah bentuk dari rasa kasihannya ke aku. Dia tidak tahu saja bahwa aku adalah orang yang sangat benci untuk dikasihani. Jika ada yang bertanya mengapa, maka aku akan menjawab bahwa dikasihani adalah bentuk lain dari lemah. Orang yang dikasihani identik dengan orang lemah. Dan aku tidak ingin dipandang lemah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD