Setelah kepergiannya dari rumah Dina, Jonathan mendapatkan telepon dari Tegar.
Tegar meminta Jonathan untuk datang ke club' malam, tempat biasa mereka nongkrong.
Tempat yang sering mereka kunjungi untuk menghabiskan waktu setelah seharian lelah menghabiskan waktu di kampus.
Tempat bagi keempat pria itu untuk saling bercanda tawa bersama saling menceritakan apa yang mereka lakukan di hari itu.
Tapi, Jonathan ingat. Hanya Dava dari ketiga temannya itu yang lebih banyak diam perihal hal pribadinya.
Ia tak menyangka, dibalik diamnya sahabatnya itu, ternyata menyimpan kenyataan pahit yang sangat menusuk hatinya.
Jonathan menghela nafas, “apa yang ingin mereka bahas kali ini? sebenarnya gue malas untuk pergi, tapi kalau gue tolak, juga gak enak. Jadi serba bingung gue.”
Jonathan selalu datang saat ketiga sahabatnya itu mengajaknya untuk sekedar bersenang-senang.
Meskipun ragu dengan keputusannya. Tapi, Jonathan tetap datang untuk menemui ke tiga sahabatnya itu.
Jonathan juga butuh tempat untuk melepas beban dalam pikirannya. Hanya club malam lah tempat yang sangat cocok untuknya saat ini.
Sesampainya di Club malam, Jonathan langsung keluar dari mobil dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam club itu.
Suara musik yang begitu memekakkan telinga bahkan tak dihiraukan sama sekalinya.
Bagi Jonathan dan teman-temannya, suara musik yang terdengar cukup keras itu adalah suara musik yang sangat indah, hingga membuat mereka lupa diri dan selalu ingin bersenang-senang, sampai fajar menjemput pun mereka tak akan pernah puas.
Jonathan melangkahkan kakinya menghampiri ketiga sahabatnya. Ia tidak menyangka, jika ada Dava juga di tempat itu.
“Lo dari mana aja, Jo? Gue cari di apartemen, tapi lo gak ada.” Tegar mulai menginterogasi Jonathan yang baru saja mendudukkan tubuhnya tepat di sampingnya.
“Kenapa lo minta gue untuk datang kesini? apa ada acara penting yang gak gue tau?”
Jonathan mengambil gelas kosong lalu mulai menuangkan wine ke dalam gelas gitu. Hanya dalam satu tegukan gelas itu kembali kosong.
Mungkin dengan meminum minuman keras, bisa sedikit membantunya untuk melupakan sejenak masalahnya.
“Jo, apa lo lupa hari ini hari apa? awas aja kalau sampai lo lupa.” Rendy lalu merangkul bahu Dava.
"Memangnya hari ini hari apa? memang ada yang spesial? sorry, gue bener-bener lupa."
Jonathan menatap sekilas ke arah Rendy dan Dava, lalu kembali meraih botol wine yang ada di atas meja, kembali mengisi gelas kosong nya.
Malam ini ia ingin melupakan sejenak masalahnya dengan Dina. Ia ingin bersenang-senang sampai puas.
“Jo, lo ada masalah? Tumben lo minum sebanyak ini?” tanya Tegar penasaran.
Jonathan sudah menghabiskan 3 gelas wine dalam sekejap mata. Tentu saja itu membuat ketiga sahabatnya merasa penasaran melihat tingkah salah satu sahabatnya.
“Bukannya kalian minta gue kesini untuk bersenang-senang? Jadi ayo kita bersenang-senang. Makasih, kalian udah ajak gue kesini.”
Jonathan lalu merangkul bahu Tegar, “kita akan bersenang-senang malam ini. Gue yang akan traktir,” lanjutnya.
“Tenang aja, Jo. Malam ini Dava yang akan traktir kita. Hari ini adalah ulang tahun Dava. Apa lo lupa itu? masa lo lupa ama ulang tahun sahabat lo sendiri. Kebangetan lo, Jo.”
Rendy meraih gelasnya dari atas meja, lalu mulai meneguk wine yang ada di dalamnya sampai habis tak tersisa.
Jonathan tersenyum, “sorry, gue lupa. Selamat ulang tahun sobat,” ucapnya lalu mengulurkan tangannya.
Rendy dan Tegar saling memandang. Mereka baru pertama kali ini melihat sikap Jonathan yang menurut mereka sangat aneh.
Dava menepis tangan Jonathan, “kalau lo ada masalah, bilang ke kita. Jangan jadi Jonathan yang gak kita kenal. Gue merasa lo bukan lagi Jonathan yang gue kenal,” selorohnya.
Jonathan menyunggingkan senyumannya, “apa kalian pernah mendengar kalau Jonathan Aulian memiliki masalah dalam hidupnya? Selain itu, gak ada yang berubah dari diri gue. Mungkin elo, Dav, yang banyak berubah,” sindirnya.
Jonathan bahkan menatap kedua mata Dava. Ia ingin tau ekspresi wajah sahabatnya itu.
“Gue tetap Dava yang dulu. Sahabat kecil lo, dan gak ada yang berubah dari diri gue,” ucap Dava dengan wajah tenang.
Jonathan menyunggingkan senyumannya, 'lo memang pandai bersandiwara, Dav. Sampai kapan lo akan terus bersandiwara,' gumamnya dalam hati.
Tegar menggaruk kepalanya yang tidak gatal, “belum pernah sih. Maka dari itu kita penasaran dengan sikap lo yang aneh malam ini. Benar kata Dava. Lo yang banyak berubah, Jo.”
“Gak ada yang aneh dengan sikap gue. Kalian aja yang aneh. Gue bahkan lebih baik dari sebelumnya.”
Jonathan lalu menatap Dava, “tumben lo ngajak kita kesini? apa lo gak merayakan ulang tahun lo sama pacar lo?” tanyanya kemudian.
“Dia sibuk. Lagian, ini juga bukan pertama kalinya gue ngerayain ulang tahun gue sama kalian,” jawab Dava cuek.
Dava terlihat cuek saat menjawab pertanyaan Jonathan. Padahal, Jonathan mencoba menahan amarahnya saat melontarkan pertanyaan itu.
Jonathan beranjak dari duduknya, ia lalu melangkah menuju kerumunan. Dimana orang-orang berjoget mengikuti irama musik yang diputar sang DJ.
Jonathan menggerakkan kedua tangannya ke atas, tubuhnya sedikit sempoyongan karena mabuk.
Tegar, Rendy, dan Dava hanya geleng kepala melihat tingkah aneh Jonathan malam ini.
“Dav, apa Jonathan bertengkar lagi dengan Dina?” Rendy benar-benar merasa penasaran.
“Gue gak tau. Emangnya gue babysitter nya yang selalu ada di samping Jonathan selama 24 jam?” ketus Dava.
“Lo dari dulu emang yang paling dekat dengan Jonathan. Bahkan kalian sahabat sejak kecil. Gue pikir, lo tau apapun yang terjadi dengan Jonathan.” Rendy berbicara sambil menepuk bahu Dava.
Dava menatap ke arah Jonathan yang saat ini tengah berjoget dengan seorang wanita yang berpakaian dengan sangat seksi. Bahkan dari balik pakaian itu, bisa terlihat jelas lekuk tubuhnya.
Gue juga gak tau kenapa Jonathan mulai berubah. Gue juga ingin tau apa penyebabnya. Sikapnya ke gue bahkan sangat dingin. Gue bahkan berpikir, Jonathan menganggap gue kayak musuh.
“Dav! Apa yang lo pikirkan?”
Rendy kembali menepuk bahu Dava, saat melihatnya sahabatnya itu bukannya menjawab pertanyaannya, tapi malah melamun sambil menatap kerumunan orang-orang yang sedang asyik berjoget.
Dava mengambil botol wine dari atas meja, lalu mulai meneguknya langsung dari botolnya.
“Apa yang Jonathan katakan memang benar. Malam ini adalah saatnya untuk bersenang-senang. Lebih baik kita bersenang-senang, lupakan masalah yang ada di pundak kita. Ok!”
Dava lalu beranjak dari duduknya, melangkah masuk ke dalam kerumunan dan ikut berjoget dengan para pengunjung club lainnya.
Dengan kedua mata kepalanya, Dava melihat Jonathan dengan rakusnya mencium bibir wanita yang tengah berjoget bersama dengan Jonathan.
Dava memang sudah lama merasa penasaran akan sikap sahabatnya yang tiba-tiba berubah. Tapi, ia tidak peduli. Toh, itu juga bukan urusannya.
Dava memilih untuk kembali menikmati lantunan musik dengan menggerakkan kedua tangannya di atas kepalanya.
Seorang wanita seksi berjalan mendekati Dava. Dia berdiri tepat di depan Dava.
“Hai ganteng. Apa kamu butuh teman malam ini?” tanya wanita itu.
Dava tersenyum menyeringai. Ia lalu menarik pinggang wanita itu hingga melekat di tubuhnya.
“Apa lo bisa temani gue malam ini? gue akan bayar berapapun yang lo minta. Tapi, lo harus bisa puasin gue malam ini.”
Wanita itu tersenyum, ia lalu melingkarkan kedua lengannya di leher Dava.
“Dengan senang hati tampan. Bisa kita pergi sekarang?” tanyanya.
Dava menganggukkan kepalanya. Ia lalu merangkul bahu wanita itu dan mengajaknya untuk keluar dari kerumunan.
“Dav! Lo mau kemana?” Tegar berteriak saat melihat Dava yang memilih pergi dengan wanita yang bahkan tak dikenalnya.
“Gue pergi dulu. Ada hal yang harus gue tuntaskan malam ini juga!” teriak Dava sambil melambaikan tangannya.
Kepergian Dava bahkan tak luput dari pantauan Jonathan.
Lo ternyata juga bermain dengan jalaang di belakang Dina. Apa yang Dina lihat dari lo, Dav? Sampai dia berani mengkhianati kepercayaan gue. Mengkhianati cinta tulus yang gue berikan padanya selama ini.
Wanita yang berjoget dengan Jonathan merangkul kan kedua lengannya di leher Jonathan.
“Apa malam ini kita bisa lanjut untuk bersenang-senang?” tanyanya sambil mengedipkan sebelah matanya.
Jonathan menyingkirkan kedua lengan wanita itu dari bahunya.
“Sory, lebih baik lo cari cowok lain. Gue sedang gak berminat,” tolaknya lalu melangkah pergi dari kerumunan.
Jonathan bahkan tidak peduli dengan teriakan wanita itu yang mengumpatnya. Hingga membuat semua orang yang berada di tempat itu menatap ke arah Jonathan.
Jonathan mendudukkan tubuhnya di samping Tegar.
“Kenapa kalian lihat gue kayak gitu? Apa ada yang aneh di muka gue?” tanyanya sambil menepuk kedua pipinya.
“Apa yang lo lakuin sama wanita itu? kenapa dia mengumpat lo seperti itu?” tanya Tegar penasaran.
“Lo tau siapa Jonathan. Semua wanita pasti akan tergila-gila dengan ketampanan seorang Jonathan. Wanita itu ingin sekali naik ke atas ranjang gue, tapi gue tolak mentah-mentah.” Jonathan tertawa sarkas.
“Serius lo tolak tu wanita? Wanita itu cantik, seksi. Pasti servisnya akan sangat memuaskan,” ucap Rendy sambil menatap wanita yang sekarang tengah berjalan menuju meja mereka.
Jonathan menatap ke arah wanita itu, “kenapa lo malah kesini? apa lo begitu ingin tidur sama gue?” tanyanya sambil menyunggingkan senyumannya.
Wanita itu menatap tajam ke arah Jonathan, “apa lo gak tau siapa gue?” tanyanya sambil mengernyitkan dahinya.
Jonathan menggelengkan kepalanya, “buat apa gue tau siapa lo. Lagian gak penting juga buat gue. Bagi gue, semua wanita penghibur itu sama aja. Gak ada yang spesial.”
Jonathan mengambil botol wine, lalu menuangkan wine itu ke dalam gelasnya yang sudah kosong dari tadi.
“Lo mau menemani gue minum? Gue akan pikir ulang tawaran lo itu,” tawarnya dengan mengedipkan sebelah matanya.
Jonathan menyodorkan gelasnya ke arah wanita itu.
Tanpa pikir panjang wanita itu mengambil gelas itu, lalu meneguknya sampai habis. Wanita itu lalu menyunggingkan senyumannya.
“Jangan panggil gue Lesi, kalau gue gak bisa dapetin lo malam ini,” ucapnya sambil mencondongkan tubuhnya, lalu mengecup bibir Jonathan.
Rendy dan Tegar membulatkan kedua matanya setelah mendengar nama wanita.
Lesi adalah wanita yang menguasai club malam itu. Dia primadona di club malam itu, dan tidak semua lelaki bisa mendekati wanita itu.
Lesi sendirilah yang akan menentukan, siapa pria yang akan menemani malam panjangnya.
Jo, lo beruntung. Lesi memilih lo secara langsung. Itulah yang dipikirkan Rendy dan Tegar saat ini.
Jonathan tersenyum menyeringai. Ia sama terkejutnya dengan Rendy dan Tegar, karena selama ia nongkrong di club itu, sekalipun ia belum pernah bertemu dengan primadona klub malam itu.
Tapi sekarang, justru sang primadona yang datang menemuinya dan sangat ingin menghabiskan malam dengannya.
Jonathan menatap Rendy dan Tegar secara bergantian.
“Apa kalian juga mau bermain dengan primadona Lesi?” tanyanya dengan senyuman di wajahnya.
Lesi mengepalkan kedua tangannya. Ia memang bukan gadis baik-baik. Bahkan bukan hanya satu pria yang sudah menikmati tubuhnya.
Tapi, hanya pria pilihannya lah yang bisa menikmati tubuhnya tanpa mengeluarkan uang sepeserpun.
Rendy dan Tegar menggelengkan kepalanya. Padahal dalam hati mereka, mereka sangat ingin mencicipi tubuh seksi sang primadona. Tapi, sepertinya yang primadona itu inginkan hanya Jonathan.
“Sepertinya malam ini adalah malam keberuntungan lo, Jo. Jarang ada kesempatan dua kali lo bisa menghabiskan malam dengan primadona club ini,” ucap Rendy lalu beranjak dari duduknya.
Tegar juga beranjak dari duduknya, “kita cabut dulu. Lo puasin aja tu si Lesi, kayaknya dia ngebet banget sama terong lo,” godanya.
Rendy tertawa, dia lalu melangkah mendekati Lesi.
“Setelah lo bosen dengan Jonathan, lo bisa cari gue. Tenang aja, terong gue gak kalah gede dengan punya Jonathan,” ucapnya lalu melangkah pergi meninggalkan Jonathan dan Lesi.
Tegar mengikuti Rendy, “gila lo. Bisa-bisanya lo bilang kayak gitu sama Lesi!” serunya sambil berjalan beriringan dengan Rendy.
“Gue dulu penasaran dengan siapa primadona klub ini yang terkenal dengan kecantikan dan kemolekan tubuhnya. Gue pikir, wanita itu akan mempunyai sedikit harga diri, meskipun dia seorang jalaang sekalipun. Tapi, melihat sikapnya terhadap Jonathan, bikin gue ilfil. Dia gak layak untuk disebut primadona.”
Tegar dan Rendy melangkah keluar dari club.
Jonathan beranjak dari duduknya. Ia lalu menatap Lesi yang masih betah berdiri di depannya.
“Lo yakin bisa puasin gue malam ini?” tanyanya sambil mencolek salah satu aset Lesi yang sejak tadi mengintip dari balik gaun yang dikenakan wanita itu.
“Lo akan tau setelah lo mencobanya.”
Lesi lalu merangkul lengan Jonathan, “kita ke hotel atau ke rumah gue? Kita akan bermain sampai pagi. Gue akan bikin lo puas hingga tak punya daya lagi untuk sekedar berdiri,” lanjutnya.
“Terserah lo. Gue akan percaya setelah lo bisa buktikan ucapan lo itu.”
Jonathan membiarkan Lesi tetap merangkul lengannya sampai mereka keluar dari club malam itu. Tapi, sesampainya di parkiran, Jonathan langsung menyingkirkan tangan Lesi dari lengannya.
Lesi mengernyitkan dahinya, “kenapa? apa lo berubah pikiran?” tanyanya penasaran.
Jonathan menatap jam di pergelangan tangannya. Waktu menunjukkan pukul 00.00 malam.
“Sory, malam ini gue sama sekali gak punya keinginan untuk ML sama siapapun. Lebih baik lo pergi. Jangan sampai julukan primadona yang lo miliki tercoreng karena tingkah lo yang murahaan itu.”
Jonathan dengan tubuh sempoyongan mulai berjalan menuju mobilnya, meninggalkan Lesi yang masih diam mematung.
Baru kali ini ada pria yang menolak kemolekan tubuh Lesi.
“Liat aja, Jo. Gue akan bikin lo bertekuk lutut di bawah kaki gue. Gue akan pastikan lo mengemis untuk gue puaskan!” geram Lesi sambil mengepalkan kedua tangannya.
Jonathan memanggil jasa driver untuk mengantarnya pulang, karena ia tak mungkin mengendarai mobilnya sendiri dengan keadaan setengah sadar seperti itu.
Jonathan menunggu di dalam mobil, sambil menatap ke arah Lesi yang masih betah berdiri di tempatnya semula.
Dasar! Sudah ditolak juga, masih ngebet gitu. Apa dia udah lama gak di jamah ya? jadi dia begitu pengennya untuk dipuaskan sama gue.
Jonathan menghela nafas, “apa Tuhan akan memberikan jodoh yang terbaik buat gue? Meskipun gue pria tak beradap sekalipun, gue tetap ingin mempunyai istri yang baik luar dan dalam. Gue hanya butuh orang yang bener-bener tulus sayang sama gue.”