Awal Sebuah Tragedi
Sibu, East Malaysia
“Mengadung?!”
“Ya, awak tengah mengandung, Cik.”
Si wanita menangkup mulutnya dengan kedua telapak tangan, rasanya seperti sebuah mimpi, tanpa ia sadari, air mata bahagia menetes begitu saja di wajah cantiknya. Kata-kata Dokter barusan, terus terngiang-ngiang di telinganya. Ingin rasanya dia memberitahukan kabar gembira ini pada sang suami.
Si wanita belia mengelus lembut perut ratanya. “Sayang … kita kasih kejutan ke Papa setelah dia kembali …” lirih si wanita seolah berbicara dengan seseorang.
Si wanita berjalan menghampiri sebuah foto yang terletak di sebuah lemari pajangan. Mengambil foto dari tempat bingkai foto, mencium dalam foto seorang pria muda tampan yang begitu dia rindukan. Genap empat hari ini, suaminya pergi ke Kuala Lumpur untuk sebuah urusan.
“Lee … aku sangat merindukanmu …” Meskipun hampir setiap hari si suami menghubunginya, tetap saja dia sangat merindukan sosok pria yang begitu baik kepadanya. Pria asing yang telah menolongnya di sebuah negara yang begitu asing untuknya. Hingga mereka berdua memutuskan untuk menikah.
May gadis asal Indonesia yang bernama lengkap Mawar Deviana Sucipto, terpaksa harus menjadi seorang TKI di Malaysia Timur. Karena dia nekat kabur dari rumah setelah dia menolak untuk di jodohkan oleh orang tuanya.
Setahun bekerja di sebuah kilang, nasib May kurang beruntung, terjadi sebuah kerusuhan di tempatnya bekerja, akibat seluruh karyawan asal Indonesia melakukan demo besar-besaran, menuntut kenaikan gaji yang menurut mereka terlalu kecil. May yang waktu itu dalam keadaan bingung dan panik, di selamatkan oleh Lee yang awalnya mereka besahabat dengan baik, karena Lee seorang pekerja paruh waktu di sebuah store di tempat May bekerja. Itulah awal mula kisah cinta mereka dimulai.
May terus membelai lembut foto Lee, pria muda yang kini berstatus sebagai suaminya. Meskipun kini mereka hanya menghuni sebuah perumahan kecil di daerah Sibu, May sangat bahagia. Cukup hanya dengan cinta dan kelembutan Lee, membuat May begitu bahagia.
Bell rumah terus berdering, May meletakkan foto Lee sebentar. Berjalan menuju pintu utama, heran juga dengan bell yang terus berdering di saat jam kerja seperti saat ini, tidak mungkin juga tetangga sebelah yang bertamu. May yang diliputi rasa penasaran, membuka pintu utama.
May terkejut saat mendapati seorang wanita cantik menerobos masuk ke dalam rumah kecilnya. “Maaf, Anda siapa?” tanya May, tentunya dengan logat Melayu.
Si wanita menatap sinis May, melepas kaca mata hitam yang bertengger di hidung mancungnya. “Kamu yang bernama May!” bentak si wanita.
“Iya, Nyonya siapa?” Perasaan May mulai tidak enak.
“Saya Datin Rose, Ibunda Lee Husein.” Si wanita mengucapkannya dengan nada angkuh.
“Rose … Datin …” Membayangkan saja membuat kepala May rasanya mau pecah. Itu sebabnya, Lee suka sekali memanggilnya Rose, itu sebabnya, kenapa Lee begitu mudah mengurus semua dokumen yang May perlukan untuk tetap tinggal di Malaysia. Itu karena Lee bukan orang sembarangan, jika wanita yang di depannya menyebut dirinya seorang Datin, itu artinya Lee berasal dari keluarga sultan.
May masih tidak percaya dengan kenyataan yang dia dengar barusan. “Tidak mungkin! Leeku hanya orang biasa, dia suamiku! calon Papa dari anakku!” seru May.
“Tutup mulut kamu, Lee yang kamu kata Suami kamu, dia putraku, dia ke Kuala Lumpur karena aku yang menyuruhnya. Dia sudah berani menentang keluarganya hanya demi seorang gadis Indonesia seperti kamu. Tinggalkan Lee! Berapapun yang engkau minta, aku kasih!” seru Datin Rose dengan emosinya yang meluap.
May menggeleng kuat. “Tidak! aku tidak mungkin membiarkan anakku lahir tanpa seorang ayah, aku tidak butuh uang Anda Nyonya!” May berharap, Ibunda Lee mau sedikit berbaik hati untuknya.
“Anak … kamu mengandung?” Datin Rose menyunggingkan senyumnya. Hanya dengan satu tepukan tangan, dua orang pria yang berbadan tegap masuk ke dalam ruangan itu, berjalan menghampiri May.
May mundur, dia begitu takut jika dua pria itu menyakiti dia dan calon anaknya. “Apa yang mau kalian lakukan, pergi!” usir May.
“Pilihan ada di tangan kamu, tinggalkan Lee, atau bayi itu akan tiada!” ancam Datin Rose.
“Tidak! kenapa Anda tega melakukannya, bukankan ini calon cucu Anda juga?” May mengiba, berharap ada sedikit belas kasihan dari sesama wanita.
Datin Rose menatap tajam May. “Bawa dia menjauh dariku, atau bayi itu tidak akan selamat, kamu tinggal pilih. Hanya dengan satu kali perintahku saja, mereka akan melakukannya sekarang!”
Sekujur tubuh May lemas, apa yang harus dia lakukan, bertahan, atau kehilangan buah cintanya dengan Lee. Kemana dia harus pergi? tidak mungkin juga dia kembali ke orang tuanya dalam keadaan hamil tanpa suami di sisinya.
“Jawab aku, sekarang!” bentak Datin Rose.
“Tolong kasihani kami, Nyonya …” lirih May.
“Pengawal! Lakukan sekarang!” perintah Datin Rose.
May mundur, salah satu pria menahan tubuh May, pria satunya lagi mendekati May, sepertinya mereka tidak main-main dengan ancaman mereka. “Jangan! Baiklah … aku akan pergi …” May akhirnya mengalah.
Datin Rose menyunggingkan senyumnya. Mengeluarkan selembar kertas dari dalam tas mahal miliknya, berjalan menghampiri May yang masih ditahan oleh pengawal mereka. “Aku tidak butuh seorang pewaris dari rahim perempuan biasa seperti dirimu, menjauhlah dari kehidupan Anakku, jangan pernah tunjukkan wajah kalian di depan kami!” seru Datin Rose. Melempar kertas ke arah May.
“Tanda tangani kertas itu!” seru Datin Rose, menunjuk kertas yang tergeletak di depan May.
Dua orang pengawal melepaskan May. Dengan hati yang hancur berkeping-keping, May berjongkok untuk mengambil kertas yang tadi dilemparkan ke arahnya. May kembali berdiri, membaca selembar kertas yang dia ambil. Air matanya kembali menetes saat dia tau apa yang harus dia lakukan.
“Apa ini harus saya lakukan …” lirih May.
“Tentu! aku tidak ingin di masa mendatang kamu kembali lagi di kehidupan anakku. Satu lagi, kamu harus menulis sendiri sebuah surat untuk Lee,” ucap Datin Rose.
Dengan berat hati, May menandatangani surat perceraian yang Datin Rose siapkan untuknya. May harus rela meninggalkan pria yang begitu dia cintai demi nyawa calon janinnya. Tidak hanya itu, May harus menuliskan sebuah surat yang membuat hatinya begitu hancur.
Datin Rose tersenyum puas, begitu keinginannya tercapai. “Kemasi semua barangmu! Akan aku pastikan kamu sampai ke Indonesia, dan ingat! jangan pernah kamu injakkan kaki kamu di negara ini lagi!” ancam Datin Rose.
May hanya terdiam, mengemasi semua barang miliknya, karena dia harus secepatnya meninggalkan Malaysia. Entah kehidupan macam apa yang akan dia jalani kelak, May hanya bisa pasrah. Dengan berat hati, May terpaksa meninggalkan rumah mungil yang penuh kenangan indah dengan suaminya, atau lebih tepatnya mantan suaminya, karena May baru saja menandatangani sebuah surat perceraian.
***
Tepat pukul delapan malam waktu setempat, seorang pria muda tampan memarkirkan mobilnya di depan rumah mungil yang sengaja dia beli, untuk istri tercintanya. Sudah empat hari dia meninggalkan istri tercintanya, rasa rindu begitu menggebu di dadanya.
Sengaja dia tidak menghubungi istrinya, karena dia ingin memberikan sebuah kejutan dengan kepulangannya yang tiba-tiba. Heran … itulah yang terbesit di kepalanya saat ini, tidak seperti biasanya rumah gelap, jika istrinya berada di rumah. Rasa cemas dan khawatir muncul begitu saja di benaknya, tanpa berpikir dua kali si pria berlari ke dalam rumah, mendorong kuat pintu utama yang memang tidak di kunci.
“Rose!” seru si pria yang tak lain adalah Lee Husein, suami May. Dia lebih suka memanggil May dengan sebutan Rose, karena nama May yang sebenarnya Mawar.
Lee menyalakan lampu ruangan. Tanpa sengaja dia melihat sebuah kertas dan surat yang tergeletak di atas meja. Perasaan dia mulai tidak enak. Perlahan Lee berjalan mendekati meja, mengambil sebuah surat dan kertas yang terletak di atas meja.
Lee terkejut saat melihat selembar kertas yang ternyata sebuah surat perceraian yang sudah ditandatangani oleh May. Karena begitu penasaran, Lee membuka surat yang berisi tulisan tangan May.
Teruntuk Lee Husein,
Maaf, Lee. Aku tidak bisa hidup miskin bersamamu, aku memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Jangan tanya bagaimana aku mengurus semuanya, ada teman aku dari Indonesia yang diam-diam selama ini membantuku.
Jangan pernah mencariku lagi, karena aku tidak ingin melihat wajahmu lagi, aku tidak ingin hidup miskin di negara orang. Terima kasih karena sudah membantuku selama ini …
Mawar Deviana
Lee meremas surat yang dia baca, kedua matanya memerah, rasa rindu berubah menjadi amarah. Di saat dia memutuskan untuk meninggalkan semuanya demi Rosenya, gadis itu pergi begitu saja dengan menorehkan sebuah luka yang begitu dalam di hatinya. Lalu dia anggap apa pernikahan dan cinta yang dia berikan untuk Rose.
“May … akan kubuat kau menyesal karena pernah mengenal Lee Husein …”