Paling Tepat

1060 Words
Semuanya berjalan dengan begitu indah, lembut, penuh kenikmatan. Keduanya sama - sama dibuat nyaman, sama - sama merasa dipuaskan. Sampai Archie memanggil nama itu di tengah - tengah kebersamaan mereka. "Raya ...." Archie seakan tidak sadar telah salah menyebut nama. Ia masih terus melakukan apa yang seharusnya ia lakukan. Sementara Freya di bawahnya tak lagi sama. Kedua bola matanya membulat. Tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Ia diam tak berkutik. Tak terasa bulir air mata menuruni pelipisnya. Ternyata rasanya seperti. Begitu menyesakkan d**a. Begitu sakit. Saat momen spesial yang seharusnya milikmu, tapi justru kini menjadi milik orang lain. Terlebih orang lain itu sudah mati. Terlebih orang lain itu ... ternyata bukan orang lain. Melainkan saudara kembarmu sendiri. Tak pernah Freya merasakan sakit seperti ini. Begitu sakit. Hingga ia tidak bisa menahan untuk meluapkan perasaannya. Archie yang mulai menyadari ada yang aneh, segera menghentikan aktivitasnya. Ia memperhatikan Freya. Melihat wanita itu menangis. "Kenapa, Frey?" Archie tampak begitu khawatir. Ia perlahan beranjak dari atas Freya, kemudian duduk di sebelah wanita itu. Sementara Freya masih berada dalam posisi berbaring, masih menangis dalam diam, sembari sesekali terisak. "Frey, kamu kenapa, hm?" Archie bertanya perlahan. Ia menatap Freya dengan lembut. Tapi Freya justru membuang muka ke arah lain. Wanita itu perlahan beranjak dari posisi berbaringnya. Ia kembali mengikat tali bathrobe - nya. Meneruskan tangisnya sembari menunduk dalam. "Frey, kamu kenapa? Apa aku salah? Apa aku ... menyakiti kamu? Maafin aku, ya." Archie meminta maaf dengan sungguh - sungguh dan tulus. Tapi Freya justru semakin terisak. Dengan Archie yang bertanya apa kesalahannya, berarti ia benar - benar tidak sadar bahwa ia telah salah menyebut nama orang. "Aku janji lain kali akan melakukannya dengan lebih lembut. Maaf, ya, Frey. Aku seharusnya memberikan pengalaman pertama yang berkesan. Tapi aku malah menyakiti kamu." Archie benar - benar tampak bodoh sekali di mata Freya sekarang. Pertama, Archie menyangka bahwa yang membuat Freya menangis adalah karena ia melakukannya dengan kurang halus, sehingga membuat Freya tersakiti. Kedua, Archie menyangka bahwa Freya sedang menangis karena rasa sakit itu. Dan ketiga, Archie menyangka ini adalah kali pertama untuk Freya melakukan hal itu. "Ar ... kamu tahu apa kesalahan kamu?" Freya akhirnya angkat bicara. Suaranya terdengar serak dan parau. Wajahnya pun sembab karena tangisnya. Archie yang merasa tidak tega, segera hendak menghapus air mata Freya. Tapi Freya segera menepis tangan kokoh itu. "Frey ...." Belum selesai Archie bicara, tapi Freya sudah menyela. "Sepertinya itu! Seperti itu seharusnya kamu memanggil nama aku tadi!" Freya kini memaki Archie dengan suara tinggi. Kemarahan terpatri jelas di wajahnya. Archie terdiam, tak tahu apa maksud Freya. Tapi ia tidak ingin semakin menyakiti wanita itu dengan menyangkal apa pun. Ia memutuskan untuk mendengarkan terlebih dahulu. "Sedangkan tadi siapa yang kamu panggil, Ar? Kamu manggil nama orang lain. Sementara itu adalah aku." Kini Archie benar - benar terdiam. Bukan karena ia sedang mendengarkan demi mengetahui secara pasti apa kesalahannya. Tapi ... karena ia sudah tahu. Ternyata itu dia kesalahannya. Archie segera memikirkan dia, seseorang yang pasti tadi ia panggil namanya. Wajar jika Freya sangat tersakiti hingga menangis seperti ini. "Apa kamu sadar siapa yang kamu panggil, hm? Raya. Kamu panggil nama dia, Ar. Sementara itu adalah aku, bukan Raya!" Freya melanjutkan ungkapan rasa marah dalam hatinya. Dan Archie masih terdiam seribu bahasa. Merutuki betapa bodohnya dirinya. Archie beringsut maju, ingin menenangkan Freya dengan sebuah pelukan. Tapi tentu saja Freya segera menghindar dengan mendorongnya. "Frey ... tolong dengerin aku, ya." Archie bicara dengan sepelan mungkin. Ingin Freya mendengarkan penjelasannya tanpa terkecuali. "Aku nggak sengaja melakukan itu, Frey. Tapi tentu seseorang yang ada di pikiran aku adalah kamu." "Bohong! Justru karena kamu nggak sengaja. Berarti kamu melakukan itu di bawah alam bawah sadar kamu. Yang berarti ... itu la kenyataan yang sebenarnya." "Nggak, Frey. Aku tulus sayang sama kamu. Aku benar - benar mencintai kamu." "Bullsh*t! Semua perkataan kamu itu bohong! Sekarang aku sadar. Kenapa kamu bisa dengan begitu cepat mengaku suka sama aku. Ternyata kamu nggak betulan suka sama aku. Melainkan kamu mendekati aku, karena bayang - bayang Raya. Karena wajah aku yang sama persis dengan Raya. Itu sebabnya. Maka kamu seperti bertemu dengan Raya kembali. Dan melanjutkan cinta kalian. Tanpa aku, hanya ada kalian berdua, Archie dan Raya." "Frey, nggak gitu. Aku ...." Kali ini perkataan Archie terhenti bukan karena Freya menyela dengan bicara. Melainkan karena wanita itu beranjak dari atas ranjang. Ia berjalan cepat menuju pintu keluar. Archie buru - buru mengejar Freya, meraih pergelangan tangan wanita itu. Tapi Freya buru - buru menghempaskan tangan Archie. "Tolong jangan hentikan aku. Biarkan aku pergi." Freya mewanti - wanti Archie. "Tapi kamu mau ke mana, Frey? Ini udah malem. Bahaya di luar sana." "Apa urusan kamu mengkhawatirkan aku, sementara kamu masih begitu mencintai orang lain di hati kamu. Tolong jangan membuat lelucon karena itu sama sekali nggak lucu!" "Tapi, Frey ...." Lagi - lagi ucapan Archie terhenti karena Freya kembali berusaha berlari. Archie segera menahannya. Freya tak terima. Ia berusaha melepaskan diri dari genggaman Archie. Tapi tidak bisa. Freya melihat ke sekitar. Ia menemukan sebuah cutter di atas rak panjang yang menempel di dinding, di dekat pintu keluar. Ia segera mengambil cutter itu dengan tangan kirinya, mengarahkan benda itu pada lehernya. "Lepasin aku atau aku aka mati di hadapan kamu sekarang juga!" Freya mulai mengancam Archie. "Freya, tolong jangan lakukan itu, please stop!" Archie benar - benar tak menyangka Freya akan berbuat nekat seperti itu. "Lepasin tangan aku, atau aku benar - benar akan mati." Freya bahkan sudah menempelkan cutter itu ke lehernya. Saking tajamnya, lehernya kini telah terluka, mengeluarkan darah yang mengalir turun. Archie pun terpaksa melepas pegangannya, karena ia tidak ingin Freya semakin nekat. Ia harus membiarkan Freya melakukan apa yang wanita inginkan untuk saat ini. Freya butuh waktu untuk menenangkan diri. Jika Archie terus berusaha menjelaskan sekarang, bukannya masalah selesai. Tapi malah akan semakin runyam. Setelah tangannya dilepas oleh Archie, Freya segera berbalik, membuka pintu dan berlari pergi. Freya masih membawa cutter di tangannya, berjaga - jaga jika Archie tiba - tiba kembali menahannya untuk pergi. Archie bertanya - tanya ke mana Freya akan pergi. Tapi Archie berusaha berpikir jernih. Freya pergi tanpa pakaian yang layak, hanya memakai bathrobe. Ia juga tidak membawa ponsel, dan juga tidak membawa uang sepeser pun. Maka perginya pasti tidak akan jauh. Archie akan mengejarnya, mencarinya 15 menit lagi. Ya, sepertinya memang itu hal yang paling tepat untuk ia lakukan saat ini. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD