Yang Datang

888 Words
Freya dan Athar diletakkan dalam sebuah ruangan kecil, lembab, nan gelap. Freya tadi setelah disumpah serapahi karena telah kabur, si penculik lalu menutup kedua matanya dengan seutas tali hitam. Jadi lah Freya tidak tahu jalan untuk menuju ke sini, dan tidak tahu ini sebenarnya tempat apa. Ketika penutup matanya dibuka, ia sudah ada di sini. Dan Athar tergeletak di sampingnya. Athar masih belum sadarkan diri. Ternyata darah yang mengalir dari bagian kepala belakangnya cukup banyak. Sampai sekarang aliran darah itu belum berhenti. Freya mencoba menghentikan aliran darah dari kepala Athar dengan melepas cardigan mahalnya. Ini ia lakukan supaya tidak terjadi apa - apa pada lelaki itu. Seandainya sampai terjadi apa - apa, dan Freya tidak melakukan apa - apa, padahal sedang bersama dengannya, bisa - bisa itu akan berbuntut panjang. Jadi lebih baik ia hentikan dulu aliran darah Athar. Untuk meminimalisir sebuah hal tak terduga terjadi. Hitung - hitung ini rasa terima kasih Freya karena sudah diselamatkan oleh Athar. Meski gagal. Freya melihat Athar mengernyit. Sepertinya lelaki itu sudah aja sadar. Freya hanya menatapnya. Menunggu hingga Athar benar - benar sadar. Athar mengerjap beberapa kali. Pandangannya begitu kabur. Ia terus mengerjap sampai akhirnya pandangannya menjadi jelas. Sebuah ruang kosong, gelap, lembab, nan sempit. Di mana ini? Athar berusaha mengingat kejadian terakhir sebelum ia tidak sadarkan diri. Perlahan ia mengingat semuanya, meski dengan itu ada harga yang harus ia bayar. Kepalanya sakit luar biasa tiap ia berusaha mengingat. Dan ia juga ingat Freya telah kabur. Ia sudah mempertaruhkan nyawa hendak menolong gadis itu. Tapi niat baiknya malah dibalas dengan air tuba. Tapi Athar sangat terkejut saat melihat Freya di sana. "Kamu udah sadar?" tanya Freya setelah merasa bahwa Athar benar - benar telah sadar. Athar mengernyit karena kepalanya masih sangat sakit. Ia berusaha bangun, menyentuh bagian belakang kepalanya yang terasa basah nan licin. Athar berusaha duduk meski itu begitu menyakitkan. "Kenapa kamu masih ada di sini? Bukannya tadi kamu kabur?" Athar langsung menyindir, menghakimi gadis tak tahu terima kasih itu. "Aku menyesal dan membayar dengan cardigan mahalku yang sekarang berlumuran darah kamu." Freya menunjuk cardigan mahalnya yang masih tergeletak di lantai dengan bekas darah di sana. "Kenapa kamu masih ada di sini, hm? Gara - gara kamu kabur dan aku nggak sengaja lihat, aku jadi lengah. Dimanfaatkan sama mereka buat nyerang aku. Jadi aku terluka, itu juga salah kamu." Freya kembali terpancing emosi. Padahal tadinya ia sudah cukup simpati dengan orang ini. "Siapa yang nyuruh kamu nolong aku? Apakah dengan kamu menolong aku, lalu aku selamat? Enggak kan? Buktinya sekarang aku masih ada di sini, sama kamu pula. Jadi kamu terluka itu karena salah kamu sendiri." "Dasar nggak tahu terima kasih. Nggak tahu diri! Makanya kamu punya musuh - musuh yang jahat kayak pada penculik itu!" "Siapa juga yang nyuruh kamu selametin aku. Sekarang gagal, kamu marah - marahin aku. Dan perlu kamu ingat, mereka bukan musuh aku!" "Well, emang nggak ada yang nyuruh aku nyelametin kamu. Tapi sejak kecil aku dididik oleh orang tuaku untuk selain cerdas dalam akademis, juga cerdas secara emosional. Melihat seorang gadis -- yang meskipun sangat aku benci -- sedang diculik, dengan mata aku sendiri. Mana mungkin aku biarkan begitu saja? Dan jangan mengelak. Siapa lagi mereka kalau bukan musuh kamu?" Freya sedikit tertusuk dengan keterangan Athar perihal cerdas emosional yang dibicarakan oleh Athar. Athar berbeda sekali dengannya. Padahal orang tuanya sejak kecil sudah banyak menanamkan banyak pelajaran hidup dan kemanusiaan, tapi tak ada satu pun ajaran orang tuanya yang ia lakukan. Freya lebih nyaman hidup semaunya sendiri, dengan gayanya sendiri. "Sudah aku bilang, mereka bukan musuh aku!" Akhirnya Freya menjawab hanya dengan itu. "Kenapa kamu begitu yakin bahwa mereka bukan musuh kamu?" "Karena aku dengar sendiri dari mereka. Mereka menculik aku, karena saat ini aku sedang dekat dengan Archie. Dan lagi, mereka semakin antusias saat tahu ternyata aku tadi sedang bersama kamu sebelum diculik. Jadi sudah dipastikan mereka adalah musuh Archie." Athar terdiam memikirkan ucapan Freya. Mereka musuh Archie? Mereka menculik Freya karena saat ini gadis itu sedang dekat dengan kakaknya? Siapa sebenarnya orang - orang itu? Saingan bisnis, kah? Atau saingan secara urusan pribadi dengan Archie? "Archie itu sumber sial. Lihat, kekasihnya mati. Aku hidup menderita sejak lahir karena dia adalah kakakku. Dan kamu ... baru juga dekat sebentar, tapi kamu sudah diculik. Sebaiknya setelah ini jangan dekati dia lagi." Athar Mala mengomel pada Freya. Freya hanya diam. Memikirkan ucapan Athar yang sebenarnya kalau dihubungkan benar juga. Tapi memang ada manusia pembawa sial? "Kamu sejak tadi sadar, kan?" tanya Athar. "Kalau begitu cepat katakan sekarang kita ada di mana? Kita harus cepat - cepat kabur dari sini." Freya menggeleng. "Aku ngga tahu ini di mana." "Gimana kamu bisa nggak tahu, hah? Bukannya kamu baik - baik saja dan bisa melihat saat dalam perjalanan?" "Sayangnya enggak. Aku memang baik - baik Saja. Aku sadar. Hanya saja kedua mata aku ditutup dengan kain hitam. Sengaja biar aku nggak tahu kita dibawa ke mana. Saat tutup mata aku dibuka, kita sudah ada di sini. Makanya kalau nggak tahu nggak usah ngeyel!" Gantian Freya yang mengomel pada Athar. Jawaban Freya membuat Athar berpikir keras. Sial. Ia dan Freya sama - sama tidak tahu sedang ada di mana. Athar sama sekali belum memperoleh petunjuk. Terdengar suara derap langkah kaki. Diikuti dengan pintu yang terbuka. Freya dan Athar segera menatap ke sana, melihat siapa gerangan yang datang. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD