Archie masih terus memikirkan syarat dari Freya itu. Ini berat untuknya, tentu saja. Sangat berat.
Di satu sisi, ia tidak bisa membiarkan Freya berada dekat dengan Athar.
Tapi di sisi lain, ia juga butuh kata maaf dari Freya, supaya hubungan mereka tetap bisa berjalan dengan baik.
Archie saat ini sudah berada di apartemennya. Bayangannya tadi sore, hatinya akan lega setelah makan malam berakhir, karena ia sudah mengantongi kata maaf dari Freya.
Tapi ternyata, ia justru semakin terbebani dengan permintaan Freya ini.
Karena Archie belum memberi jawaban, maka Freya pun belum member keputusan dalam memaafkannya atau tidak.
Ini sudah hampir pagi. Tapi Archie tidak bisa tidur sama sekali.
Ada satu pikiran gila di otaknya. Jangan - jangan apa yang sudah dijabarkan oleh Freya saat di restoran tadi -- tentang alasannya memilih Pare sebagai lokasi cafe -- itu hanya sebuah alibi saja.
Sementara alasan sebenarnya, ia hanya ingin berada lebih dekat dengan Athar.
Archie benar - benar pusing. Ingin menepis pikiran bodoh itu dari otaknya. Tapi di sisi lain, ada bagian dari dirinya yang sangat meyakini anggapan itu.
Apa akan kembali terulang?
Kisah dahulu kala.
Ketika Archie mencintai seseorang ... Jena.
Tapi Jena justru menjadi dekat dengan Athar.
Dan Archie memutuskan untuk menjauh. Baru lah Archie tahu jika Jena selama ini mencintai dirinya. Bukan Athar.
Sebuah kesalah pahaman yang membuat hubungannya dengan Jena menjadi canggung. Dan ia justru lama kelamaan mencintai sahabat Jena yang bernama Raya.
Yang kemudian menjadi kekasihnya, namun kini Raya telah tiada.
Apakah semuanya benar - benar akan terulang?
***
Beberapa tahun yang lalu. Ketika Archie masih berusia 16 tahun. Jena 15 tahun. Dan Athar 14 tahun.
Archie menatap Athar dan Jena yang sedang duduk berdua. Masing - masing duduk pada ayunan yang terletak di halaman kediaman Virendra.
Archie awalnya ingin ngobrol dengan Jena. Karena ia dengar dari Siska, bahwa Jena main ke sini. Ia sudah semangat pada awalnya.
Tapi begitu melihat Jena sedang bersama Athar, Archie langsung mengurungkan niatnya.
Sebenarnya Athar itu kenapa, sih? Jena ke sini untuk bermain dengan Archie. Tapi sejak dulu Athar selalu saja ikut di tengah - tengah mereka. Dan itu tidak disukai oleh Archie.
Archie pun segera pergi melenggang dari sana. Lebih baik ia melanjutkan kegiatannya bermain game di kamar.
Sementara di halaman itu, Athar dan Jena sedang terlibat obrolan. Tampaknya tema obrolan mereka cukup serius.
"Kenapa Archie jarang mau nemuin aku akhir - akhir ini, ya? Apa karena dia udah bosan temenan sama aku? Padahal aku sering ke sini, hanya untuk ngobrol sama dia. Seandainya dia mau nemuin aku aja, aku akan seneng banget." Kesedihan itu tergambar jelas dalam raut wajah Jena.
Athar yang tak suka karena Jena sedih. Dan kesedihan itu karena kakaknya. Ia selalu setia menemani Jena. Melakukan apa pun untuk cinta pertamanya itu. Ia juga semakin kesal dengan kelakuan kakaknya yang menurutnya sangat sombong dan sok.
Athar memang menyukai Jena. Tapi selama ini ia belum pernah menyatakan perasaan pada gadis itu. Karena tak ingin Jena semakin sedih. Dan sepertinya tidak ada harapan juga dari Archie. Athar memikirkan untuk segera menyatakan perasaan saja pada Jena.
Siapa tahu, ia diterima. Dan setelah menjadi sepasang kekasih, Jena akan melupakan segala perasaan tak terbalasnya pada Archie.
Athar sama sekali tidak tahu. Jika ternyata, Archie tak mau menemui Jena adalah karena keberadaannya.
Padahal Athar selama ini hanya ingin akrab saja. Mengingat hubungannya dengan Archie dari dulu tidak pernah baik.
"Jen ... aku boleh ngomong sesuatu, nggak?" Athar akhirnya mengawali niatnya itu. Ia takut tentu saja. Ada bayang - bayang yang menghantui. Takut ditolak tentu saja.
Tapi karena ada niat yang besar di hatinya, keberanian itu seperti muncul dengan sendirinya. Meski saat ini detak jantung Athar seperti dipacu dengan menggunakan defibrilator. Agak berlebih menurut kita. Tapi tidak menurut Athar. Karena ia yang merasakan.
"Ngomong apa, Thar?" Jena menanggapi dengan malas - malasan. Tapi demi menghargai Athar yang selalu ada untuknya, Jena mau tak mau harus menanggapi. "Ngomong aja, kali."
Athar pun tersenyum. Merasa mendapatkan sinyal baik karena Jena langsung mengizinkannya untuk bicara begitu saja, tanpa harus berpikir panjang.
"Jen ... sebenernya ... selama ini aku suka sama kamu. Kamu adalah cinta pertama aku. Aku tahu kamu suka sama kakak aku, sama Archie yang bahkan nggak pernah ada untuk kamu. Jadi ... apa kamu mau kasih aku kesempatan?"
Detak jantung Athar bukannya menjadi normal karena lega telah mengatakan perasaannya pada Jena. Tapi kini detaknya justru semakin menggila saja. Karena ia menunggu sebuah jawaban dari seseorang yang begitu ia kagumi. Begitu ia cintai dengan tulus dan sepenuh hati.
Jena pun nampak tak kalah heboh. Ia begitu terkejut. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa Atharcakab menyatakan perasaan padanya seperti ini.
"Athar ... astaga ... kamu lagi nggak serius, kan. Kamu cuman ngerjain aku, kan?" Jena berusaha tertawa setelah membuat pertanyaan itu. Supaya Athar ikut tertawa.
Nyatanya tidak. Athar terdiam.
Tersirat kesakitan di wajahnya, karena Jena justru menganggap pernyataan cintanya sebagai sebuah lelucon. Padahal ia sudah berusaha mengatakan itu, sampai detak jantungnya berdetak tak keruan. Di mana itu sebenarnya sangat berisiko untuk Athar.
"Aku serius, Jen. Aku memang suka sama kamu. Aku cinta sama kamu. Aku mau kamu jadi milik aku. Aku janji akan menjadikan kamu wanita yang paling bahagia di dunia." Athar sekali lagi mengungkapkan perasaannya yang terdalam.
Athar berharap banyak dengan jawaban Jena nanti. Tapi dari raut wajah Jena saat ini saja, sepertinya jawaban itu sudah bisa ditebak.
"Athar ...."
Kata - kata Jena terhenti. Rasanya sulit untuk mengatakan kejujuran yang ia rasakan saat ini. Ia tidak tega. Tapi ia harus jujur. Kalau tidak, justru akan semakin membuat Athar lebih tersakiti ke depannya nanti.
"Athar ... aku menghargai perasaan kamu itu. Tapi kamu tahu sendiri, kan. Aku suka sama Archie. Kalau aku terima kamu, justru itu nggak baik buat kamu, Thar. Kamu pasti akan sangat tersakiti. Kamu cowok yang baik, Thar. Kedekatan kita selama ini, bikin aku udah anggap kamu seperti adik aku sendiri. Aku sayang kamu, Thar. Sayang banget. Tapi kalau buat jadi sepasang kekasih, sepertinya aku ngga bisa. Maafin aku ya, Thar."
Jena tentu berat mengatakan itu semua. Tapi mau bagaimana lagi. Ini memang demi kebaikan Athar sendiri ke depannya. Dan sungguh hingga detik ini, Jena masih tidak percaya bahwa ini nyata. Bahwa seorang Athar telah menyatakan cinta padanya.
Athar mengangguk. Berusaha membuat dirinya tenang, supaya jantungnya tidak semakin terforsir.
"Aku ngerti, Jen. Maaf karena udah bikin kamu kaget, dengan mendadak ungkapin perasaan aku kayak gini."
Jawaban Athar itu membuat Jena lega. Tapi ternyata Athar belum selesai bicara.
"Untuk saat ini aku memutuskan untuk mengerti dengan alasan kamu menolak aku. Karena aku menyatakan cinta terlalu mendadak. Kalau begitu aku akan melakukan ini lagi beberapa waktu lagi. Meski nanti kamu tolak lagi, aku akan tetap terus menyatakan cinta secara berkala. Bahkan sampai kamu bosan sekali pun, aku akan tetap melakukan itu."
Jena benar - benar tak habis pikir dengan ucapan Athar. Tapi ... ia juga tidak punya kuasa atas niatan yang ingin dilakukan oleh Athar itu.
***