Sesuai dengan permintaan Archie, selepas menjemput Freya dari bank, Adity harus mengantar wanita itu ke Virendra Inc. Rencananya Archie akan kembali makan malam dengan Freya. Sembari diskusi tentang konsep cafe yang diinginkan oleh Freya.
Mereka memang sudah beberapa kali membahas tentang konsep melalui percakapan ponsel. Malam ini akan dibahas lebih detail secara tatap muka. Sekalian untuk melepas rindu.
Adity baru saja memarkir mobil Alphard putih itu. Freya segera turun, menunggu Adity selesai mengamankan mobil. Kemudian keduanya berjalan beriringan memasuki lift untuk mengantarkan mereka ke lantai 14, tempat Archie berada sekarang.
Ramai sekali situasi ketika mereka akhirnya sampai di lantai 14. Ternyata rapat baru saja selesai. Pantas saja banyak peserta berhamburan ingin cepat melepas penat pasca rapat seharian penuh.
Adity sibuk merogoh ponsel di saku. Ada telepon masuk. "Halo ...."
Dari gerak - gerik Adity, Freya langsung tahu jika yang menelepon adalah Archie. Ternyata benar, terdengar suara Archie yang berbicara. Meski lirih Freya tahu pasti itu suara Archie.
"Adity, lebih baik jangan ke sini dulu setelah Freya pulang kerja. Antarkan saja dia pulang, nanti biar aku jemput ke rumahnya."
Adity nampak terkejut dengan pemberi Tahuan mendadak Archie itu. "Kami sudah sampai di sini, Pak. Kami bahkan sudah di lantai 14."
Butuh beberapa saat hingga Archie kembali menjawab. "Oke lah. Karena sudah telanjur. Ajak Freya cari kopi dulu ke cafetaria. Nanti aku yang ke sana."
"Baik, saya ajak Nona Freya ke sana sekarang."
Sambungan telepon pun terputus. Adity kembali memasukkan ponselnya ke saku.
"Ada apa, Adity? Kenapa Archie menelepon?" Freya langsung bertanya.
"Tuan Archie ingin kita nggak jadi ke sini sebenarnya. Ingin saya antar Nona Freya pulang saja, nanti beliau jemput. Tapi saya bilang kita sudah telanjur di sini. Katanya nggak apa - apa. Tapi saya disuruh membawa Anda ke cafetaria. Nanti beliau yang menghampiri ke sana."
Freya mengernyit. "Kenapa tiba - tiba mengubah rencana seperti itu?"
"Saya kurang tahu, Nona."
Freya masih berusaha memikirkan alasan kenapa Archie tiba - tiba berubah pikiran. Tapi tidak kunjung menemukan petunjuk. "Ya udah, kita langsung ke cafetaria aja." Freya mendahului Adity berjalan.
"Baik, Nona." Adity pun membuntut di belakang Freya.
***
Archie meletakkan kembali ponselnya. Lalu baru lanjut melihat - lihat kembali hasil rapat hari ini, mengantisipasi jika ada keputusan yang kurang tepat sehingga harus diralat secepat mungkin demi kebaikan Virendra Inc.
Ia ingin semua cepat selesai sehingga bisa segera menjemput Freya ke cafetaria. Archie Sebenarnya sudah ingin mengabari Freya dan Adity sejak tadi. Bahwa mereka tidak seharusnya datang ke sini. Tapi ia masih memimpin rapat, tidak bisa memegang ponsel sama sekali.
Akhirnya yang ia takutkan terjadi, Freya dan Adity malah sudah sampai di sini.
Archie sebenarnya melarang mereka ke sini, karena takut Freya akan bertemu dengan Athar. Entah kenapa pasca peristiwa penculikan itu, Archie tidak sudah jika Freya berada di sekitar Athar. Ia merasa terancam. Takut Freya justru nyaman bersama Athar.
Makanya Archie meminta Freya dan Adity untuk ke cafetaria saja. Kemungkinan Freya dan Athar bertemu akan mengecil. Karena Athar punya urusan lain yang harus ia selesaikan pasca rapat. Menyangkut pelantikannya sebentar lagi.
Semoga saja Freya dan Athar benar - benar tidak bertemu.
***
Athar melihat - lihat berkas yang ia bawa dengan duduk di atas sebuah bangku panjang di sepanjang lorong. Udara di sini bersih, karena bersinggungan langsung dengan udara segar di luar.
Ia bisa saja langsung pergi dan melihat - lihat semuanya di rumah. Tapi ia malas jika nanti ada bagian yang membuatnya tidak suka dari berkas itu. Bisa langsung ia ralat dan protes pada Archie sekarang juga. Kalau sudah sampai rumah ia bisa istirahat, yang pasti tidak harus repot - repot menelepon kakaknya segala jika ada sesuatu yang aneh dari berkasnya.
Athar melihat seseorang yang sedang berjalan di lorong, hampir sampai di hadapannya. Eh, bukan seseorang, tapi dua orang.
Ah ... itu Freya, kan? Dan wanita yang berjalan di belakangnya pasti adalah Ajudan yang dipekerjakan oleh Archie.
"Frey ...." Athar tida ragu memanggil wanita itu.
Freya seketika berhenti berjalan. Sedikit mengernyit karena jarak keduanya masih cukup jauh. Setelah Freya perhatian lebih detail, wanita itu segera tersenyum. "Athar."
Langkah Freya semakin cepat menuju pada Athar.
Adity di belakangnya pun juga mempercepat langkah.
Adity hanya diam. Tak mungkin ia melarang Freya untuk berinteraksi dengan adik bosnya sendiri.
"Ngapain di sini?" tanya Athar.
"Kamu juga ngapain di sini? Tumben." Freya balik bertanya.
Athar terkikik. "Ya biar bagaimana pun aku ini kan bagian dari Virendra. Jadi sesekali harus terlihat dalam rapat." Athar menatap Adity sekilas. "Kamu sekarang punya ajudan pribadi. Udah kayak orang kaya beneran. Impian kamu perlahan tercapai. Selamat ya."
Seketika Freya melotot pada Athar. "Jaga omongan kamu ya, Thar." Freya sebenarnya takut Adity akan melapor pada Archie tentang ini.
Athar hanya terkikik. "Udah dapet apa aja kamu, hm? Archie kayaknya udah beneran jatuh cinta sama kamu. Dia pasti rela lakuin apa aja untuk kamu. Aku masih sana lho ya. Nggak akan tinggal diam, kalau yang Archie pakai adalah duitnya Virendra Inc. Bukan duit pribadi dia."
"Ya terserah deh kamu mau ngapain. Aku udah dapet apa juga aku nggak mau pamer ke kamu. Yang jelas sebentar lagi aku akan jadi owner sebuah cafe." Freya malah memanas - manasi Athar.
"Wuih ... cafe ya. Dibangun pakai duit Archie atau duit Virendra?"
"Ya mana aku tahu. Aku hanya terima jadi. Malam ini kami akan bahas konsepnya."
Athar terkikik. "Astaga .... Baik lah, akan aku selidiki dulu. Kalau uang Archie, aku nggak akan ikut campur. Ya kamu tahu sendiri lah apa yang akan aku lakukan kalau ternyata yang digunakan adalah uangnya Virendra."
"Ya terserah kamu."
Athar hanya menyeringai. Ia kemudian membereskan berkas - berkasnya, memasukkan kembali dalam map. "Karena urusan aku udah selesai, aku mau langsung pulang. Silakan kamu lanjutkan urusan kamu juga." Athar bangkit dari duduknya.
"Ya terserah, kamu mau pulang kek, mau dugem kek."
Athar terkikik. "Kenapa kamu sewot banget, sih?" Athar mulai beranjak. Ketika ia hampir berjalan melewati Freya, lelaki itu justru berbalik. "Kenapa kamu suka sekali pakai baju kekurangan bahan?"
Athar baru sadar setelah berdiri seperti ini, terlebih ia sedang berada di samping Freya. Inner yang dikenakan Freya sangat lah ketat, sehingga mencetak jelas tubuh bagian atasnya. Dan belahan atas pakaiannya terlalu ke bawah. Sehingga belahan dadanya terlihat cukup jelas. Membuat Athar merasa tidak nyaman melihat bagian tubuh wanita yang berharga justru dipertontonkan secara gratis.
Athar langsung ingat sang ibu tiap kali melihat wanita berpakaian minim. Jika ibunya yang melakukan itu, pasti akan banyak lelaki hidung belang yang mendapat tontonan gratis. Athar pasti juga tidak akan membiarkan itu. Jika wanita lain berpakaian seperti itu pun, harus ia ingatkan.
Athar melepas Bros yang ia kenakan sebagai aksesoris yang sebelumnya ia kancing kan di bagian dagu kemejanya. Ia kemudian menarik dua sisi outer Freya yang memiliki desain tanpa kancing.
Bahan outer itu terbuat dari kain yang cukup tipis dan jatuh, sehingga akan tetap nampak bagus meski dikancingkan bagian depannya dengan menggunakan Bros. Athar mengancing Bros itu tepat di atas belahan d**a Freya yang sebelumnya diumbar.
"Nah, gini kan jadi lebih cantik." Athar kemudian segera berlalu, melanjutkan langkahnya.
Sementara Freya hanya terdiam menatap lelaki itu melenggang pergi. Jemari Freya memegangi Bros dengan motif Semanggi yang baru saja disematkan oleh Athar pada outer - nya.
Freya diam tak berkutik ketika Athar membenahi cara berpakaiannya. Ia tadi sebenarnya sudah akan marah ketika Athar mengatai cara berpakaiannya. Tapi ketika Athar mulai melakukan aksi untuk mengubah penampilannya menjadi lebih tertutup, Freya hanya bisa pasrah.
Jantung Freya berdetak begitu kencang tanpa sebab yang jelas. Dan itu membuat Freya teramat sangat bingung. Tak tahu sebenarnya apa yang sedang ia rasakan.
***